Mengintip Upaya Pemerintah dan Swasta Ciptakan Lingkungan Kerja Ramah Difabel
Berita

Mengintip Upaya Pemerintah dan Swasta Ciptakan Lingkungan Kerja Ramah Difabel

Mulai diterapkan instansi pemerintah, BUMN/BUMD maupun perusahaan swasta. Bagian dari amanat UU Penyandang Disabilitas.

Hamalatul Qurani
Bacaan 2 Menit

 

Sedangkan terkait akses pekerjaan bagi penyandang disabilitas pada perusahaan swasta, Direktur Human Capital PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart), Tri Wasono Sunu menyebut pihaknya telah mempersiapkan implementasi UU Penyandang Disabilitas tersebut sejak 2016 lalu.

 

Awalnya, Sunu memulai implementasi ini dengan memetakan potensi penerimaan penyandang disabilitas pada 13 divisi yang ada di Alfamart. Kemudian, hal ini dilanjutkan dengan pembentukan kualifikasi yang sesuai dengan jabatan yang akan diberikan kepada penyandang disabilitas. Dalam perekrutan, kata Sunu, Alfamart mencoba menggandeng pihak ketiga untuk membuat program bersama.

 

“Kami bentuk sebuah model perekrutan dan kami copy kan ke semua cabang Alfamart. Inisiatif dari kantor pusat dan disebar ke semua cabang,” kata Sunu.

 

Adapun terkait total penerimaan pekerja disabilitas, Sunu mengungkapkan, di tahun 2015 sedikitnya menerima sebanyak 5 orang. Jumlah ini naik fantastis pada 2017 dengan penerimaan total 124 orang yang kemudian kembali naik pada 2018 sekitar 230 orang. Terakhir, berdasarkan data per Februari 2019, Alfamart kembali menerima setidaknya sebanyak 267 orang karyawan dari kalangan disabilitas.

 

“Ini menunjukkan bahwa manajemen Alfamart komit dalam melakukan ini,” pungkas Sunu.

 

Bahkan setiap hari disabilitas internasional, Sunu menyebut karyawan penyandang disabilitas akan diundang ke kantor pusat Alfamart untuk bertemu dengan presiden perusahaan. Intinya, kata Sunu, sejauh ini Alfamart sama sekali tidak membedakan hak-hak dari karyawan difabel maupun non-difabel. “Bahkan kesempatan promosi pun tidak dibedakan,” tukas Sunu.

 

Tak hanya usaha besar, pelaku UMKM salah satunya Kopituli justru terbentuk dari 3 orang sahabat sesama penyandang disabilitas dan mempekerjakan para difabel lainnya. Salah satu founder Kopituli, Putri Santoso menyebut awal mula terbentuknya Kopituli juga berasal dari keprihatinan atas ketidakadilan yang dialami para tuna rungu.

 

Lantaran sulit berkomunikasi, kata Putri, kerapkali mereka harus menghadapi berbagai penolakan dari perusahaan. “Ada kesulitan yang dialami mereka ketika mencari pekerjaan,” sebut Putri.

 

Menariknya, Putri menyebut Kafe Kopituli tak menyediakan wifi, tujuannya agar para tamu yang datang dapat saling berkomunikasi tanpa harus terganggu dengan kesibukan berselancar di dunia maya. Bahkan, Putri menyebut para pembeli Kopituli juga diajarkan bahasa isyarat oleh pekerja di Kopituli. “Akhirnya banyak pengunjung yang bisa bahasa isyarat,” cerita Putri.

Tags:

Berita Terkait