Mengintip Sistem Manajemen Hakim di Negara Lain
Berita

Mengintip Sistem Manajemen Hakim di Negara Lain

Seperti di AS, Jerman, Perancis, Jepang, dan Turki sebagian telah menerapkan sistem shared responsibility dalam manajemen hakim yang melibatkan lembaga di luar kekuasaan kehakiman.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Acara bedah buku 'Meluruskan Arah Manajemen Kekuasaan Kehakiman' di Bekasi, Senin (19/11).  Foto: AID
Acara bedah buku 'Meluruskan Arah Manajemen Kekuasaan Kehakiman' di Bekasi, Senin (19/11). Foto: AID

Sejak awal Komisi Yudisial (KY) terus mengusung pengelolaan/manajemen hakim dalam bentuk sistem shared responsibility - ide pembagian peran dan tanggung jawab – masuk dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim. Artinya, pengelolaan hakim, mulai rekrutmen calon hakim, penilaian profesionalisme, promosi-mutasi, pengawasan, hingga pensiun hakim, bukan hanya monopoli MA (one roof system), tapi juga melibatkan lembaga lain termasuk KY.

 

KY menilai konsep shared responsibility dalam manajemen hakim agar terciptanya check and balance antara lembaga peradilan dengan lembaga negara lain. Sebab, selama ini sistem kekuasaan kehakiman dengan satu atap di bawah MA yang diterapkan sejak 2004 ini dapat menimbulkan abuse of power.

 

Dengan sistem berbagi tanggung jawab ini, MA akan lebih fokus pada tugasnya menangani perkara (teknis yudisial), tidak lagi disibukan dengan tugas lain (nonyudisial), seperti rekrutmen, promosi-mutasi, hingga pensiun hakim karena tugas nonyudisial itu bisa dilakukan lembaga lain, seperti Kementerian Hukum dan HAM atau KY.

 

Hal ini mengemuka dalam acara diskusi dan bedah buku Meluruskan Arah Manajemen Kekuasaan Kehakiman di Bekasi, Senin (19/11/2018). Tampil sebagai narasumber Komisioner KY Aidul Fitriciada Azhari dan Anggota Komisi III DPR Natsir Jamil yang banyak menyampaikan pandangannya terkait manajemen hakim di negara lain sebagai perbandingan.

 

Aidul Fitriciada Azhari menerangkan manajemen hakim saat ini mulai teknis yudisial, urusan organisasi, administratif, dan finansial diurus MA. Baginya, kekuasaan penuh seperti ini menyebabkan birokrasi kepegawaian hakim tidak independen. “Saat ini, MA dan badan peradilan di bawahnya memiliki hubungan koordinasi, subordinasi. Padahal, hakim tidak boleh memiliki hubungan subordinat, sekalipun dengan badan peradilan yang lebih tinggi,” kata dia (Baca Juga: Konsep Manajemen Hakim dalam RUU Jabatan Hakim Lewat Sebuah Buku)

 

Karena itu, ia menyarankan segala sesuatu yang menyangkut manajemen hakim mulai urusan organisasi, administratif dan finansial dikelola lembaga Departemen Kehakiman (saat ini Kemenkumham). “Namun, bukan Departemen Kehakiman seperti yang dulu, tetapi Departemen Kehakiman yang independen (bebas) dari kekuasaan eksekutif, sehingga para hakim fokus menangani perkara,” ujarnya.

 

Dia melanjutkan praktik di beberapa negara lain, yang memiliki konsep shared responsibility, manajemen kehakiman tidak dikelola secara mutlak oleh MA. Aidul mencontohkan kekuasaan kehakiman di Amerika Serikat (AS) tidak luput dari campur tangan politik baik saat rekrutmen hakim agung federal (supreme court) atau hakim pada tingkat negara bagian yang dipilih oleh senat atas usul presiden.

 

Pemilihan hakim tingkat negara bagian ada lima cara yakni pemilihan non-partisan (afiliasi partai dicantumkan pada kertas suara); pemilihan  partisan (afiliasi partai dicantumkan pada surat suara); pengangkatan oleh gubernur negara bagian; pemilihan oleh badan legislatif negara bagian dan seleksi yang berbasis Judicial Commission dengan tujuan mengurangi pengaruh politik dalam rekrutmen hakim.

 

Misalnya, pada era pemerintahan George W. Bush, Departemen Kehakiman AS tak luput dari politisasi pemerintah demi tujuan keamanan nasional. Akan tetapi, Kongres MA AS menolak politisasi itu dan menegaskan independensi birokrasi di Departemen Kehakiman. “Karenanya, ada pemisahan badan eksekutif antara pemerintah sebagai kepemimpinan politik dan administrasi kementerian sebagai badan independen,” kata dia.

 

Sedangkan di Jerman, kata dia, Kekuasaan kehakiman dipegang oleh hakim yang dilaksanakan oleh MK, peradilan-peradilan federal, dan peradilan negara bagian. Artinya, kekuasaan kehakiman diberikan sepenuhnya kepada hakim, bukan kepada pengadilan secara kelembagaan, dimana hakim harus tunduk pada hukum, bukan tunduk pada perintah atau pihak lain yang diperkuat jaminan independensi secara personal kepada hakim.

 

“Hakim hanya dapat diangkat, diberhentikan, dipindahkan, atau dipurnatugaskan hanya berdasarkan UU. Ada model pembagian urusan peradilan dan urusan administrasi yang berlaku di Jerman. Hakim-hakim di negara bagian secara tradisional diseleksi dan diangkat oleh menteri kehakiman dan departemen masing-masing negara bagian,” lanjutnya.

 

Di Perancis, lanjutnya, kekuasaan kehakiman (yudisial) memiliki kedudukan yang lebih rendah dibanding kekuasaan eksekutif dan legislatif. Hal ini terjadi, akibat tradisi panjang ketidakpercayaan masyarakat terhadap pengadilan di Perancis. Meski demikian, konstitusi Perancis menetapkan adanya kewenangan yudisial yang pelaksanaannya dibantu oleh satu badan ie counseil superierur de ia megistrature atau Dewan Tinggi Kehakiman, suatu badan yang serupa dengan KY di Indonesia.

 

“KY Perancis ini untuk menyekat keputusan pemerintah dalam menentukan karir hakim, memiliki kewenangan dalam pengangkatan hakim, serta penanganan disiplin dan kode etik hakim.”

 

Sementara, Natsir Jamil berpendapat kekuasaan kehakiman di Indonesia harus diawasi dan dibatasi, agar tidak terjadi kesewenang-wenangan. Tak hanya manajemen hakimnya, tapi hakim itu sendiri untuk dapat dievaluasi seperti hakim MK. “Selama ini hakim menjalankan tugas teknis yudisial, tidak bisa diawasi oleh KY,” kata Jamil. (Baca Juga: MA Tegaskan Sistem Satu Atap ‘Harga Mati’)

 

Menurutnya, kekuasaan kehakiman di Indonesia seharusnya mengikuti kekuasaan kehakiman di Jepang dan Turki. MA di Jepang sebagai peradilan terakhir dengan kewenangan memutus sengketa keabsahan hukum, aturan, regulasi, ataupun tindakan resmi pemerintah. MA di Jepang juga bertanggung jawab mengangkat hakim pada peradilan di bawahnya.

 

Selain itu, hakim agung ditunjuk oleh Kabinet dan Kaisar setelah melewati uji kelayakan setiap 10 tahun dan akan pensiun pada usia 70 tahun. Hakim di Jepang ditunjuk oleh kabinet diawali dengan posisi sebagai asisten hakim selama 10 tahun. Masa jabatan hakim di Jepang 10 tahun dan bisa dipilih kembali, dan pensiun di usia 65 tahun.

 

“Proses rekrutmen hakim di Jepang sangat panjang prosesnya. Setelah lulus masuk Legal Training dan Research of Judges (LTRJ). Lulus dari LTRJ mendapat sertifikat dapat diusulkan dan ditunjuk menjadi asisten hakim,” kata Nasir.

 

MA di Turki, lanjut Natsir, merupakan lembaga independen, yang tidak boleh diintervensi lembaga lain. MA di Turki hanya bertugas melaksanakan tugas teknis peradilan, sementara tugas manajemen hakim (non yudisial) dilaksanakan lembaga lain.  

 

“Berkaitan dengan manajemen hakim, seperti rekrutmen, penempatan, promosi, mutasi, mengawasi dan penjatuhan sanksi disiplin dilaksanakan lembaga lain yang disebut The High Council of Judges and Presecutors (HCJP) atau disebut Dewan Tinggi Hakim dan Jaksa Turki. MA dan HCJP berada dalam bab yang sama dalam konstitusi Turki,” lanjutnya.

 

HCJP juga mengadopsi lembaga sejenis Dewan Yudisial, seperti KY Indonesia, yang fungsinya sebagai penyeimbang independensi dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman. HCJP diberi tugas merekrut, mengatur penempatan, promosi, mutasi, pengawasan, dan penjatuhan sanksi disiplin hakim.

 

Pada mulanya, lembaga ini seolah tidak independen karena ketuanya berasal dari Departemen Kehakiman. Gedung, anggaran, dan sekretariatnya pun berada di Departemen Kehakiman. Namun, seiring berjalannya waktu, demi penegakan prinsip independensi dilakukan perubahan kewenangan HCJP.

 

Kini, HCJP lebih independen, karena gedung, anggaran dan sekretariatnya telah terpisah dari Departemen Kehakiman. HCJP bukanlah lembaga yang dianggap dapat melemahkan independensi MA, melainkan memperkuat independensi MA Turki agar tidak mudah diintervensi oleh lembaga lain, khususnya eksekutif.

Tags:

Berita Terkait