Mengintip Praktik Persidangan Pengujian UU di MK
Berita

Mengintip Praktik Persidangan Pengujian UU di MK

Hakim Konstitusi Saldi Isra mengulas kewenangan praktik pengujian UU terhadap UUD 1945.

Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit

“Normalnya, semua hakim panel sudah membaca permohonan yang dibacakan Pemohon saat sidang pendahuluan. Dalam sidang pendahuluam, biasanya Pemohon akan mendapat nasihat hakim atas permohonan yang dibacakan,” kata Saldi kepada 117 mahasiswa yang tergabung dalam HKPSI.

Sistematika permohonan

Saldi menjelaskan secara sederhana mengenai sistematika permohonan. Pertama, berupa identitas Pemohon, penjelasan mengenai kewenangan Mahkamah memeriksa dan mengadili perkara. Hal ini diperlukan untuk memberi bukti bahwa Mahkamah berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, berwenang mengadili perkara tersebut. Pada bagian ini, jelas Saldi, tidak perlu dilakukan elaboratif, namun cukup mengutip norma-norma yang terkait kewenangan MK mengadili perkara yang dimohonkan pengujian. 

Kedua, kedudukan hukum Pemohon. Hal ini harus dijelaskan karena uraiannya akan memberikan keyakinan pada Mahkamah jika pemohon memiliki alas hak berupa kerugian konstitusional baik yang bersifat faktual maupun potensial. Terdapat ketentuan tertentu yang berhubungan dengan kedudukan hukum ini, mulai dari sebagai perseorangan warga negara, kelompok masyarakat hukum adat, lembaga negara, atau badan hukum. 

“Jika Pemohon tidak dapat menjelaskan kedudukan hukumnya, akan ada alasan bagi Mahkamah menyatakan permohonan tersebut NO (Niet Ontvankelijk Verklaard). Kedudukan hukum ini sebuah kunci untuk masuk ke rumah, sehingga harus dikonstruksikan sedemikian rupa dengan memberi contoh konkret yang dialami Pemohon atas hilangnya hak konstitusional yang merugikannya,” terang Saldi. 

Ketiga, alasan permohonan. Uraian permohonan harus berbasis penjelasan mengapa norma tertentu tersebut bertentangan dengan UUD Tahun 1945. Menurut Saldi, bagian ini persis seperti membuat karya ilmiah, sehingga Pemohon harus mencarikan justifikasi akademik, teoretis, pengalaman perbandingan, atau sinkronisasi norma untuk menjelaskan pertentangannya dengan UUD 1945. “Pada titik tertentu akan terlihat jabaran pertentangan yang dimaksudkan.”  

Persidangan 

Kemudian Mahkamah menggelar sidang permohonan perkara secara terbuka dan dapat disaksikan masyarakat. Pada sidang pendahuluan, usai mendapatkan nasihat dari Hakim Panel, Pemohon diberikan waktu 14 hari untuk menyempurnakan permohonan. Sebelum menutup sidang, hakim panel mengesahkan alat bukti. Berkaitan dengan hal ini, hakim sangat mengharapkan agar Pemohon dapat menyerahkan alat bukti semaksimal mungkin untuk memperkuat dalil permohonan. 

Selanjutnya hakim panel akan melakukan rapat singkat mendiskusikan kelanjutan pernohonan. Umumnya dalam rapat yang diagendakan sekitar satu sampai dua hari setelah sidang pendahuluan, kemudian hasilnya dilaporkan pada rapat permusyawaratan hakim (RPH). Barulah pada RPH ini, para hakim panel menyampaikan ketentuan yang diujikan termasuk mengenai kedudukan hukum Pemohon yang akan dibahas tuntas. 

Tahap selanjutnya sidang pembuktian, yang jumlahnya berbeda-beda, bergantung pada keseriusan Pemohon dalam mengajukan ahli, saksi, dan alat pembuktian lainnya. Setelah persidangan dinilai cukup, maka masing-masing hakim akan menyusun pendapat hukum untuk dikemukakan lebih lanjut dalam RPH. 

“Jadi, terhadap 1 perkara adakalanya 9 macam pendapat sesuai jumlah hakim, sehingga akan dilakukan pendalaman hingga akhirnya mengerucut pada posisi final, menolak atau mengabulkan. Setelah komposisi terlihat akan ditunjuk hakim yang membuat draf hasil keputusan,” lanjutnya.

“Ada juga Panitera Pengganti yang merupakan pihak yang terlibat sedari awal hingga akhir untuk mempersiapkan putusan. Hakim yang ditunjuk sebagai drafter ini adalah hakim panel yang bersangkuan terhadap perkara yang dimohonkankan.”

Tags:

Berita Terkait