Mengintip Perbedaan Penghasilan dari Polemik Gaji Alih Status Pegawai KPK Menjadi ASN
Utama

Mengintip Perbedaan Penghasilan dari Polemik Gaji Alih Status Pegawai KPK Menjadi ASN

​​​​​​​Ada perubahan sistem dari single salary menjadi gaji sesuai aturan ASN.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pegawai KPK saat jam pulang kerja. Foto: RES
Ilustrasi pegawai KPK saat jam pulang kerja. Foto: RES

Pernyataan mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif yang menyebut alih fungsi pegawai KPK menjadi Aparatur SIpil Negara (ASN) mempengaruhi independensi karena adanya perbedaan sistem penggajian menjadi ramai diperbincangkan. Bahkan Nurul Ghufron, Wakil Ketua KPK yang saat ini menjabat sampai memberikan komentarnya.

Menurut Ghufron, independensi tidak bisa dinilai dengan besaran gaji. Ia menyatakan sistem penggajian KPK setelah beralih menjadi ASN berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) jika hanya dinilai dengan gaji justru menggerus independensi dan meruntuhkan moral pegawai KPK. Sebab independensi tidak bisa dinilai dengan gaji, tapi karena terlahir dari semangat dan pemahaman bahwa independensi sangat penting dalam penegakan hukum.

“Independensi Pegawai KPK sebagai penegak hukum terlahir dari spirit dan pemahaman bahwa KPK adalah penegak hukum dan karenanya independensi adalah hal yang utama dalam menegakkan hukum. Independensi KPK terlahir karena penanaman kecintaan insan KPK pada republik Indonesia yang ditanam sejak proses rekrutmen sampai dengan pembinaan dan kode etik KPK,” terang Ghufron dalam pesan singkatnya yang diterima Hukumonline.

Dalam diskusi daring dengan tema “Proyeksi Masa Depan Pemberantasan Korupsi” Syarif menilai pola penggajian pegawai KPK yang mengikuti aturan ASN dinilai merusak sistem penggajian tunggal (single salary) yang sudah ada saat ini. Pola tersebut seperti adanya gaji, tunjangan dan juga tunjangan khusus yang nantinya akan diterima pegawai KPK setelah menjadi ASN.

Dalam, PP No. 41/2020 yang diundangkan pada tanggal 27 Juli 2020, pada Pasal 9 Ayat (1) PP 41/2020 disebutkan, bahwa pegawai KPK yang sudah menjadi pegawai ASN diberikan gaji dan tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, pada Pasal 9 Ayat (2) tertulis dalam hal terjadi penurunan penghasilan, kepada pegawai KPK selain gaji dan tunjangan juga dapat diberikan tunjangan khusus yang ditetapkan dalam peraturan presiden.

Dengan sistem tersebut, dapat memicu pegawai KPK untuk mengikuti berbagai kegiatan, misalnya kepanitiaan untuk mendapatkan imbalan honor dan tunjangan. Dan hal-hal seperti itu menurutnya justru harus dihilangkan, bukannya malah diterapkan kepada pegawai KPK. “Bukannya mengikuti sistem penggajian yang sudah benar, melainkan yang sudah bagus jadi diubah ke yang bermasalah akuntabilitasnya,” kata Laode.

Hal tersebut, menurut Laode, mempertegas pelemahan KPK berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang revisi UU KPK. “Akhirnya saya ingin menyampaikan bahwa PP ini mempertegas kenyataan bahwa mulai dari proses sampai substansi proses sudah melanggar pembentukan UU, dari sisi substansi UU No. 19/2019 bukannya menguatkan, melainkan melemahkan,” terangnya. (Baca: 4 Potensi Masalah Alih Status Pegawai KPK Jadi ASN)

Perbandingan pendapatan

Memang tidak semua orang berpendapat jika perubahan gaji pegawai KPK berpengaruh pada independensi, namun tak ada salahnya mengetahui perbandingan sistem penggajian tunggal yang ada di KPK sebelumnya dengan gaji pegawai KPK sebagai ASN yang mengikuti peraturan perundang-undangan yang ada.

Dari penelusuran Hukumonline, sistem penggajian di KPK sesuai dengan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 6 Tahun 2016 tentang Sistem Penggajian Penasihat dan Pegawai KPK. Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkannya. “Benar,” kata Ali.

Namun Ali enggan mengomentari lebih lanjut mengenai hal tersebut termasuk mengenai hal tentang tabel yang dalam peraturan memuat daftar gaji pegawab KPK. Dalam tabel yang dimaksud, gaji pegawai KPK dimulai dari golongan 5 dengan nilai Rp4,6 hingga Rp5 juta. Kemudian naik lagi ke golongan 6,7,8 hingga tertinggi golongan 22 dengan jumlah gaji Rp51,7 juta hingga Rp62,9 juta.

Seperti yang dijelaskan di atas, sistem penggajian ini adalah tunggal, sehingga pegawai KPK tidak lagi memperoleh pendapatan lain termasuk adanya honor jika nantinya mengisi atau menjadi pembicara dalam acara tertentu. (Baca: Pengalihan Pegawai Jadi ASN, ICW: Rusak Independensi KPK)

Sementara ketika menjadi ASN, besaran gaji pokok yang mereka terima diatur berdasarkan PP Nomor 15 Tahun 2019 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. Untuk pegawai KPK sendiri nantinya lulusan Stata I akan dimulai dari golongan IIIA, kemudian untuk jabatan strategis bakal disamakan dengan eselon yang ada di ASN. Penentuan gaji pokok ini berjenjang berdasarkan golongan dan masa kerja, yang diatur secara rinci sebagai berikut:

Hukumonline.com

Adapun enam tunjangan lain meliputi tunjangan kinerja, tunjangan suami/istri, tunjangan makan, tunjangan jabatan, dan perjalanan dinas. Besaran tunjangan kinerja berbeda-beda tergantung kelas jabatan maupun instansi tempat ASN itu bekerja, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Sedangkan tunjangan suami/istri diatur berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1977.

Suami/istri berhak menerima tunjangan sebesar 5 persen dari gaji pokok suami/istrinya. Namun, jika keduanya berprofesi sebagai ASN, maka tunjangan hanya diberikan kepada salah satunya dengan mengacu pada gaji pokok tertinggi. Adapun besaran tunjangan anak yang ditetapkan yaitu 2 persen dari gaji pokok untuk setiap anak, dengan batasan hanya berlaku untuk tiga orang anak.

Sementara itu, tunjangan makan diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 32/PMK.02/2018 tentang Standar Biaya Masukan TA 2019. ASN Golongan I dan II mendapat uang makan Rp35.000 per hari, Golongan III mendapat Rp37.000 per hari, dan Golongan IV Rp41.000 per hari. Sedangkan untuk tunjangan jabatan, besarannya diatur berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan Struktural. Jenis tunjangan ini hanya diterima untuk ASN yang menjabat posisi tertentu atau mereka yang berada di jenjang eselon. Untuk eselon VA besarannya Rp360.000 per bulan. Sedangkan untuk eselon IVB sebesar Rp490.000 per bulan, eselon IVA sebesar Rp540.000, eselon IIIA Rp1.260.000 per bulan dan tertinggi eselon IA Rp5.500.000.

Sementara untuk perjalanan dinas, ASN akan diberikan uang saku berupa Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) sesuai dengan Permenkeu Nomor 07/PMK.05/2008. Komponen SPPD itu meliputi uang harian yang terdiri dari uang makan, uang saku, dan uang transport lokal. selanjutnya biaya transportasi, biaya penginapan, dan biaya sewa kendaraan.

Lantas, berapa nantinya penghasilan yang akan diterima pegawai Komisi Antirasuah setelah menjadi ASN? Pasal 9 ayat (2) PP 41/2020 menyebutkan bahwa "Dalam hal terjadi penurunan penghasilan, kepada Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi selain gaji dan tunjangan juga dapat diberikan tunjangan khusus yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden," bunyi pasal tersebut.

Tags:

Berita Terkait