Mengintip Pengadilan Suku Indian di Washington
Berita

Mengintip Pengadilan Suku Indian di Washington

Hakim menganggap terdakwa sebagai kliennya.

ALI
Bacaan 2 Menit
Suasana Pengadilan Tulalip, Washington. Foto: Ali
Suasana Pengadilan Tulalip, Washington. Foto: Ali

Seorang wanita setengah baya memberikan nasihat agar pemuda yang di hadapannya segera mencari pekerjaan. “Di lingkungan kita ini ada banyak pekerjaan,” ujarnya.

Si pemuda pun mengangguk dan berjanji akan berubah menjadi lebih baik. “Saya akan cari pekerjaan. Saya bukan orang yang malas. Saya suka bekerja,” jawabnya.

Pembicaraan di atas bukan di sebuah ruang konseling atau sekolah, melainkan di sebuah ruang pengadilan suku Indian di negara bagian Washington State, Amerika Serikat. Sang perempuan adalah hakim pada Pengadilan Suku Tulalip, dan si pemuda adalah ‘pesakitan’ yang duduk di kursi terdakwa.

Pengadilan Suku Tulalip ini memang terkenal lebih sering menggunakan pendekatan rehabilitasi, dibanding menghukum, terhadap terdakwa; bahkan, hakim menyebut terdakwa sebagai kliennya.

“Kami tidak suka memasukan orang ke penjara. Kami biasanya memasukkan mereka ke pusat mental counseling atau menyediakan pelatihan kerja dan pendidikan,” ujar Direktur Pengadilan Suku Tulalip Wendy Church, kepada hukumonline, Jumat (16/11). 

Ketua Pengadilan Suku Tulalip Theresa M Pouley menjelaskan bahwa pengadilan yang dipimpinnya ini tidak menggunakan istilah ‘terdakwa’ untuk mereka yang duduk di kursi pesakitan, melainkan menyebut mereka sebagai klien. “Tugas saya adalah menyediakan pelayanan kepada mereka,” ujarnya.

Meski begitu, Theresa mengakui bahwa penggunaan istilah ‘klien-pengadilan’ ini hanya bisa digunakan pada pembicaraan sehari-hari, bukan pada berkas pengadilan seperti putusan. “Karena hukum di Amerika belum mengenal istilah ‘klien-pengadilan’ ini,” tambahnya.

Tags: