Menghambat Pembangunan Pemerintah Adalah Makar
Berita

Menghambat Pembangunan Pemerintah Adalah Makar

Dua kubu di gedung parlemen diharap bisa saling bersinergi dan berjalan beriringan untuk membangun Indonesia.

RED/ANT
Bacaan 2 Menit
Jokowi-JK. Foto: RES
Jokowi-JK. Foto: RES
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) diprediksi akan menemukan banyak hambatan dalam mengimplementasikan kebijakan pembangunan. Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andi Djemma, Palopo, Sulawesi Selatan, Lauddin Marsunni, mengatakan siapapun orangnya dan organisasi manapun yang menghambat pembangunan pemerintah adalah perbuatan makar.

"Kemungkinan ada sebagian elit politik yang ingin menghambat program pembangunan pemerintahan baru melalui lembaga DPR dan MPR," katanya, di Jakarta, Jumat (10/10).

Dia menjelaskan, menghambat program pembangunan lembaga kepresidenan melalui lembaga DPR dan MPR adalah inkonstitusional, sedang DPR dan MPR tidak diberi tugas serta wewenang untuk menghambat pemerintahan negara.

Ia mengatakan, sebagai pengelola negara dan perspektif kelembagaan negara, tidak benar dan tidak dibenarkan secara konstitusional satu lembaga negara menghambat kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Soalnya, cara demikian adalah perbuatan makar.

"Tindakan makar terhadap negara adalah inkonstitusional, dan pasti rakyat akan bangkit untuk membumi hanguskan pelaku makar tersebut, karena rakyat saat ini sudah pintar dan tidak bisa dibodohi lagi," tutur pria yang juga Kepala Pusat Studi Hukum Konstitusi, FH Universitas Andi Djemma, itu.

Dia mengatakan, masyarakat berharap setiap elit politik yang berasal dari dua kubu di gedung parlemen bisa saling bersinergi, dan berjalan beriringan untuk membangun Indonesia maju.

Menurutnya, pemeritahan yang baru nanti bukan untuk kepentingan perorangan, kelompok ataupun partai, melainkan untuk kepentingan rakyat Indonesia. "Dengan bersatunya kita maka Indonesia akan bisa terus maju dan berkembang, hilangkan rasa untuk saling menghambat, dan munculkan rasa saling memiliki terhadap bangsa ini," ujarnya.

Seperti diketahui, komposisi parlemen saat ini didominasi oleh Koalisi Merah Putih (KMP) yang merupakan partai-partai oposisi pemerintahan. Jumlah kursi KMP di parlemen lebih banyak dibanding Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang diisi oleh partai-partai pendukung pemerintahan Jokowi-JK. Bukan tidak mungkin, jumlah kekuatan di parlemen bisa menghambat program-program pembangunan Jokowi-JK ke depan.

Keteladanan Pemimpin
Sementara itu, praktisi hukum Tommy Sihotang menilai revolusi mental dalam aspek hukum bisa tercapai dengan keteladanan yang ditunjukkan oleh para pemimpin. "Berbicara revolusi mental berhubungan dengan hukum, ubah mentalitas pejabat negara lalu revolusi itu baru bisa berjalan," kata Tommy.

Dia menilai selama ini mentalitas pejabat yang dibangun sudah salah, yakni seorang menjadi pejabat negara maka harus kaya.

Menurut dia, revolusi mentalitas pejabat negara itu harus dilakukan terlebih dahulu baru bisa melakukan revolusi peraturan dan revolusi mental yang menjadi agenda presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla.

"Dunia hukum Indonesia sudah hancur-hancuran, pejabat penegak hukum banyak yang menumpuk kekayaan. Pak Jokowi mencontohkan adanya perubahan mentalitas pejabat Indonesia," ujarnya.

Tim pengacara Jokowi-JK, Teguh Samudera, menilai rakyat mencontoh apa yang dilakukan pejabat negara. Hal itu, menurut dia, apabila pejabat melakukan korupsi, maka rakyat melakukan hal yang sama sehingga bersifat sistemik.

"Pengusaha tidak akan memberikan suap kalau pejabat negara tidak meminta. Misalnya kewajiban pajak yang seharusnya dibayarkan, maka itu harus dilakukan," katanya.

Menurut dia, diperlukan perubahan spektakuler yang harus dilakukan pemimpin bangsa untuk mengubah perspektif tersebut.

Divisi Penelitian dan Pengembangan KPK, Wahyu Dewantara, menilai dalam Sistem Integritas Nasional yang diciptakan lembaganya diperlukan dukungan dari berbagai pihak termasuk partai politik. Sistem itu menurut dia untuk mencapai integritas individu dan integritas organisasi.

"Ada nilai yang harus dimiliki yaitu kejujuran, keadilan, dan akuntabilitas yang semuanya bisa masuk dalam individu dan organisasi," katanya.

Wahyu juga menekankan diperlukan adanya keteladanan dari para pemimpin untuk mewujudkan tiga nilai tersebut terimplementasikan serta diperlukan kerjasama antar lembaga agar berhasil.
Tags:

Berita Terkait