Mengendus Transaksi Mencurigakan di Lingkungan DJP Kemenkeu
Terbaru

Mengendus Transaksi Mencurigakan di Lingkungan DJP Kemenkeu

Bila ditelusuri secara mendalam bakal ditemukan banyak transaksi mencurigkan. PPATK menjadi keharusan membongkar transaksi tersebut dengan menyodorkan data ke aparat penegak hukum seperti KPK, agar tak lagi ada pegawai pajak yang melakukan penyelewenangan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ketua MPR Bambang Soesatyo.Foto: Istimewa
Ketua MPR Bambang Soesatyo.Foto: Istimewa

Informasi adanya transaksi mencurigakan dengan nilai triliunan rupiah di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buntut dari kepemilikan aset Rafael Alun Trisambodo di luar Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang dilaporkan. Tak tanggung-tanggung, transaksi mencurigakan mencapai angka Rp300 triliun berdasarkan 160 laporan sepanjang 2009 sampai 2023 dengan melibatkan 460 orang.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo  meminta pemerintah dalam hal ini Kemenkeu menjelaskan dan membongkar laporan tersebut. Serta mempertanggungjawabkan transaksi keuangan yang mencurigakan tersebut. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga anti rasuah di garda terdepan dalam pemberantasan korupsi mesti segera melakukan pemeriksaan satu per satu terhadap pegawai Kemenkeu yang diduga terkait dengan tindak pidana pencucian uang tersebut.

“Dan memberikan sanksi sesuai peraturan perundangan yang berlaku kepada pihak yang terbukti terlibat,” ujarnya melalui keterangannya, Kamis (9/3/2023).

Baca juga:

Selain itu, Kemenkeu sebagai instansi pemerintah yang mengatur dan mengelola keuangan negara mesti segera menyelesaikan permasalahan tersebut. Sebab kasus tersebut bakal berdampak besar ke masyarakat, salah satunya dapat memicu masyarakat enggan membayar pajak ataupun cukai. Pemerintah melalui Kemenkeu pun mesti memastikan transaksi tersebut tidak berdampak pada penerimaan negara yang tidak mencapai target.

“Dikarenakan sebelumnya pemerintah sudah mematok nilai belanja dengan jumlah tertentu,” ujar politisi Partai Golkar itu.

Anggota Komisi III DPR Santoso, meminta Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) agar mengendus dan membongkar secara utuh transaksi keuangan mencurigakan pegawai di  Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Dampak dari kekayaan aset yang tak wajar Rafael Alun Trisambodo yang notabene dipecat dari pegawai DJP Kemenkeu itu membuka potensi adanya transaksi keuangan yang mencurigakan di internal kementerian tersebut.

Dia yakin, bila ditelusuri dan diteliti secara mendalam bakal banyak ditemukan transaksi mencurigkan. Nah, PPATK menjadi keharusan membongkar transaksi tersebut dengan menyodorkan data ke aparat penegak hukum seperti KPK. Boleh jadi, tak saja Rafael yang perlu dilacak asal usul aset kekayaanya, tapi pula pegawai DJP Kemenkeu lainnya.

“PPATK yang selama ini tidak bersuara bahwa banyak transaksi mencurigakan dari oknum pegawai pajak sudah saatnya membuka apa yang sebenarnya terjadi, atas transaksi keuangan mencurigakan yang dilakukan oleh pegawai pajak salah satunya Rafael Alun,” ujarnya.

Politisi Partai Demookrat itu menilai, membongkar secara menyeluruh dan gamblang menjadi penting dilakukan agar tak lagi ada pegawai pajak yang melakukan penyelewenangan. Pasalnya tak saja merusak nama baik DJP Kemenkeu, tapi pula berpotensi merugikan keuangan negara apabila terdapat perilaku koruptif.

Dia menilai, kasus Rafael Alun menjadi momentum PPATK dalam membongkar dugaan penyimpangan yang dilakukan banyak pegawai DJP Kemenkeu dengan transaksi mencurigakan. Setidaknya menelisik rekening pegawai DJP Kemenkeu lainnya. Atas dasar itulah Menteri Keuangan Sri Mulyani mesti mendukung penuh upaya bersih-bersih di lingkungan kementerian yang dipimpinnya tersebut.

Tapi begitu, Kemenkeu mesti memberi sanksi tegas terhadap pegawai DJP Kemenkeu yang terbukti menyalahi jabatannya untuk memperkaya diri sendiri. Sebaliknya, kata Santoso, bila tak ditindak pegawainya yang terbukti mencuri uang pajak, Menkeu Sri Mulyani mesti mundur. “Memberhentikan pegawai yang tidak jujur itu lebih baik, dari mempertahankan mereka meski berkinerja baik dalam sisi administrasi,” ujarnya.

Miliki saham di ratusan perusahaan

Sementara Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, menyebut pihaknya telah melakukan analisa laporan LHKPN. Hasilnya, menemukan adanya 134 pegawai DJP Kemenkeu  yang memiliki saham di 280 perusahaan. KPK pun melakukan pendalaman terhadap data-data laporan LHKPN, khususnya pegawai DJP Kemenkeu.

“Tercatat 134 pegawai pajak ternyata punya saham di 280 perusahaan,” ujarnya sebagaimana dikutip dari Antara.

Mengacu Peraturan Pemerintah (PP) No.53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pahala mengakui tak ada larangan bagi PNS untuk berusaha mendapatkan kekayaan dan aset. Tapi dengan catatan, mengedepankan etika dan tidak berhubungan dengan pekerjaanya sebagai PNS.

Menjadi soal dan berisiko bila usahanya di bidang jasa konsultan pajak. Sementara pekerjaan pokok pemilik konsultan adalah pegawai pajak di DJP Kemenkeu. Nah, konflik kepentingan tersebut menjadi tidak beretika. Temuan tersebut selanjutnya bakal disodorkan ke Kemenkeu agar dilakukan pendalaman terkait perusahaan tersebut.

Pahala melanjutkan, KPK bakal mempelajari profil dari pegawai DJP Kemenkeu serta memeriksa apakah harta kekayaan yang dilaporkan dalam LHKPN sesuai dengan profilnya. Soal kepemilikan saham para wajib lapor LHKPN, menurut Pahala bakal menjadi perhatian KPK karena dalam LHKPN hanya dicantumkan nilai sahamnya saja.


“Padahal perusahaan ini bisa punya aset besar, penghasilan besar, utang besar, ini tidak tercatat di LHKPN,” pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Moh Mahfud MD menuturkan adanya transaksi mencurigakan di Kemenkeu senilai Rp300 triliun yang notabene akumulasi sejak 2009  hingga 2022 dengan melibatkan 460 orang. Transaksi tersebut berdasarkan 160 laporan lebih.

“Sehingga akumulasi terhadap transaksi yang mencurigakan itu bergerak di sekitar Rp300 triliun,” ujarnya di Yogyakarta.

Dia menuturkan, laporan sejak 2009 terkait transaksi janggal itu tidak segera mendapat respons hingga akhirnya menumpuk. Sepertihalnlya kasus mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, menurut Mahfud terkadang respons baru diberikan dan dibuka ke publik sesudah mencuat kasus di permukaan.


Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, hal serupa juga pernah terjadi pada kasus tindak pidana pencucian Uang (TPPU) yang menjerat mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji dengan nilai ratusan miliar rupiah. Kendati demikian, Mahfud mengapresiasi upaya yang telah dilakukan Menkeu Sri Mulyani yang bergerak cepat melakukan pembersihan dugaan pencucian uang di kementerian itu.



Tags:

Berita Terkait