Mengenal Tentang G20 dan Presidensi Indonesia
Terbaru

Mengenal Tentang G20 dan Presidensi Indonesia

Periode Presidensi Indonesia berlangsung selama satu tahun, mulai 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022. Puncak Presidensi G20 Indonesia adalah KTT Bali yang dijadwalkan berlangsung pada 15-16 November 2022

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit

Pada pelaksanaannya, terdapat dua pilar pembahasan di G20 yang terdiri atas Finance Track atau pilar keuangan dan Sherpa Track untuk membahas isu ekonomi dan pembangunan non-keuangan. Dari kedua pilar tersebut memiliki kelompok kerja (Working Groups). Disamping kedua pilar, dijumpai pula Engagement Group yang terdiri atas 10 kelompok komunitas berbagai kalangan profesional dengan mengangkat ragam topik pembahasan.

Lebih dari 180 rangkaian kegiatan utama telah dijadwalkan. Di dalamnya termasuk pertemuan Engagement Groups, Pertemuan Working Groups, Pertemuan Tingkat Deputies atau Sherpa, Pertemuan Tingkat Menteri, hingga Pertemuan Tingkat Kepala Negara (KTT) di Bali mendatang.

“Rangkaian kegiatan Presidensi Indonesia akan tersebar di lebih dari 20 kota di Indonesia. 1st Sherpa Meeting di Jakarta pada tanggal 7-8 Desember 2021 menjadi pertemuan perdana pada Presidensi G20 Indonesia. Puncak dari Presidensi G20 Indonesia ialah KTT Bali yang berdasarkan rencana digelar pada tanggal 15-16 November 2022.”

Perkuat perlindungan buruh migran

Sebagai informasi, sebelumnya Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengatakan sedikitnya terdapat 3 manfaat presidensi G20 bagi Indonesia. Pertama, Presidensi G20 diharapkan berdampak langsung terhadap perekonomian melalui peningkatan devisa negara. Kedua, Indonesia sebagai Ketua G20 dapat mendorong kerja sama dan menginisiasi hasil konkrit pada sektor prioritas dan strategis bagi pemulihan. Ketiga, di bidang pembangunan ekonomi dan sosial berkelanjutan, presidensi Indonesia di G20 bisa menjadi momentum untuk menunjukkan bahwa Indonesia terbuka untuk bisnis dan investasi.

“Diharapkan hal ini berpeluang menciptakan lapangan pekerjaan baru dan multiplier effect bagi perekonomian karena berkontribusi bagi banyak sektor,” harap Ida dalam keterangan tertulis, Selasa (22/3/2022) kemarin.

Adapun terhadap Presidensi Indonesia pada G20, Jaringan Buruh Migran (JBM) berharap perlindungan bagi pekerja migran Indonesia dapat didorong. Berdasarkan catatan Sekretariat Nasional JBM (Seknas JBM), Savitri Wisnuwardhani, sudah berulang kali buruh migran Indonesia yang bekerja di luar negeri berakhir divonis hukuman mati.

Diantara kasus terbaru dialami buruh migran yang bekerja di Arab Saudi atas nama Agus Ahmad Arwas alias Iwan Irawan Empud Arwas dan Nawali Hasal Ihsan alias Ato Suparto bin Data yang dieksekusi otoritas setempat pada 17 Maret 2022 lalu. Meski pihak Kementerian Luar Negeri Indonesia telah berupaya meringankan hukuman terhadap Agus dan Nawali melalui langkah diplomatik sampai melayangkan nota diplomat.

“Hukuman mati terhadap kelompok migran secara umum mencederai semangat the Global Compact for Migration (GCM) yang telah didukung oleh Arab Saudi. Penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) terhadap kelompok migran merupakan elemen kunci dari GCM,” kata Savitri di Jakarta, Selasa (22/3/2022).

Bukan hanya Agus dan Nawali, sedikitnya terdapat 205 warga negara Indonesia termasuk buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati di berbagai negara. Untuk itu, Savitri mengusulkan pemerintah Indonesia dan Arab Saudi sebagai pendukung GCM dan anggota G20 berkomitmen untuk melindungi kelompok migran dan melakukan perubahan terhadap kebijakan migrasi ketenagakerjaan. Selain itu, berupaya lebih serius serta mencari alternatif penyelesaian masalah secara diplomatik antara kedua negara untuk menghapus praktik eksekusi mati pekerja migran.

Tags:

Berita Terkait