Mengenal Sextortion, Modus Korupsi Baru di Negara Maju
Terbaru

Mengenal Sextortion, Modus Korupsi Baru di Negara Maju

Sextortion berbeda dengan gratifikasi maupun pemberian suap melalui aktivitas seksual.

Aji Prasetyo
Bacaan 3 Menit
Acara diskusi bertema Perempuan Menggugat Korupsi yang diadakan di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Sabtu (11/3). Foto: AJI
Acara diskusi bertema Perempuan Menggugat Korupsi yang diadakan di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Sabtu (11/3). Foto: AJI

Korupsi merupakan tindak pidana luar biasa yang berakibat cukup luas pada kelompok sosial masyarakat di berbagai tingkatan yang berbeda termasuk juga pada kaum perempuan. Adanya ketimpangan gender dalam akses dan menyuarakan pendapatnya mengakibatkan perbedaan kesempatan untuk berpartisipasi dalam diskursus seputar anti korupsi dan pemerintahan.

Menurut temuan dari Transparency International, perempuan merupakan kelompok yang paling rentan dalam mengakses layanan publik, seperti membayar suap untuk mengakses layanan kesehatan serta mengakses dokumen publik. Lebih dari itu, perempuan juga dihadapkan pada sextortion.

Namun pemerasan seksual atau sextortion belum banyak dibahas atau pun didiskusikan di ranah publik. Istilah sextortion sebagai jenis korupsi pertama kali dicetuskan pada tahun 2008 oleh International Association of Women Judges (IAWJ). Istilah ini merujuk pada suatu fenomena yang terjadi ketika mereka yang dipercayakan atau memiliki kekuasaan menggunakannya untuk mengeksploitasi secara seksual kepada mereka yang bergantung pada kekuasaan itu.

Baca Juga:

"Perempuan paling rentan dan banyak jadi korban sextortion, walaupun laki-laki juga ada yang jadi korban. Pelecehan seksual dan korupsi seperti berdiri sendiri padahal satu bentuk korupsi adalah sextortion, imbalannya aktivitas seksual," kata Izza Akbarani, peneliti Transparansi International Indonesia (TII), dalam diskusi "Perempuan Menggugat Korupsi" yang diadakan di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Sabtu (11/3).

Menurut Izza, setidaknya ada tiga unsur sextortion, pertama penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pihak yang mempunyai kuasa, kedua pelaku mendapatkan imbalan dari apa yang dilakukannya dengan mendapatkan aktivitas seksual dan terakhir pemaksaan psikologis kepada korban sextortion. Tiga unsur ini harus ada kalau berbicara sextortion.

Dalam kasus korupsi, sextortion dianggap identik dengan gratifikasi seksual, namun jangan salah, ada perbedaan mendasar antar keduanya. Pertama adanya hubungan konsensual antara pelaku atau pihak terlibat. Jadi ketika pihak yang terlibat tidak ada hubungan konsensual maka tidak bisa disebut sextortion.

"Karena harus ada pemaksaan, kalau suap/gratifikasi ada hubungan konsensual dan bukan sextortion. Kalau melibatkan pemaksaan atau akses ke layanan publik itu sextortion," terangnya.

Jihan Fauziah Hamdi, perwakilan LBH Jakarta dalam kesempatan yang sama mengatakan ada yang belum terpotret dan berhubungan langsung dengan mekanisme pelaporan. Misalnya, pada beberapa tahun lalu ada kasus sextortion, pertama melibatkan hakim dia maksa layanan aktivitas seksual tiap Kamis malam, lalu pada 2016 ada oknum polisi pelajar yg langgar lalu lintas itu diperas sextortion agar tidak diproses.

"Lalu di 2022 mahasiswa diminta berhubungan seksual ketika berhubungan dengan dosen. Ini sebenarnya banyak sekali dan belum terpotret ke publik," kata Jihan.

Maria Kresentia, perwakilan Saya Perempuan Antikorupsi (SPAK) menyatakan salah satu hal utama yang harus diperhatikan adalah pendidikan antikorupsi dan kaitan korupsi dengan gender. Hasil penelusuran SPAK di suatu daerah yaitu para perempuan tidak merasa apa yg mereka lakukan itu suap, karena demikian sulitnya akses ke publik jadi ketika ada yang menawarkan jasa hal itu dianggap sebagai rasa terima kasih.

"Kedua aktivis perempuan juga perlu beri pemahaman soal ini, ada aspek yg belum dibahas. Perempuan sulit mengadukan perlu adanya dorongan partisipasi publik untuk pencegahan," pungkasnya.

Sextortion merupakan bentuk korupsi gender yang terjadi di negara maju dan berkembang, mempengaruhi anak-anak dan orang dewasa, individu yang rentan (seperti migran tidak berdokumen yang melintasi perbatasan) dan profesional.

Data dari Global Corruption Barometer (GCB) 2020 yang dirilis Transparency International menunjukkan bahwa lebih dari setengah korban pemerasan seksual yang mengakses layanan publik adalah perempuan. Data ini memperkuat bukti bahwa perempuan ditargetkan secara tidak proporsional. Artinya, sextortion dapat dilakukan oleh semua gender pun sama halnya dengan penyintas atau korbannya.

Tags:

Berita Terkait