Mengenal Penerapan Digital Signature dalam Perjanjian Kredit
Utama

Mengenal Penerapan Digital Signature dalam Perjanjian Kredit

Penerapan digital signature atau tanda tangan digital mempermudah dan menghemat biaya dalam suatu perjanjian atau kontrak. Dan, keaslian tanda tangan digital tersebut sudah dapat dibuktikan dan berkekuatan hukum.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pandemi Covid-19 mendorong aktivitas masyarakat termasuk kegiatan bisnis dilakukan secara digital. Perubahan menjadi serba digital tersebut juga terjadi pada penandatanganan dokumen kontrak bisnis seperti perjanjian kredit. Tanda tangan digital atau digital signature mulai lumrah diterapkan pada industri jasa keuangan seperti perbankan. Sehingga, dokumen tersebut memiliki kekuatan hukum yang mengikat antara perbankan dan nasabah.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan dan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Heru Kristiyana, mengatakan secara teknologi industri perbankan nasional siap menerapkan tanda tangan digital tersebut. Menurutnya, penerapan tanda tangan digital dapat mengurangi tatap muka secara fisik antara bank dan nasabah pada masa pandemi Covid-19.

Sebagai regulator, Heru menyatakan OJK akan mendukung melalui kebijakan-kebijakan yang mengarah pada digitalisasi perbankan. Di sisi lain, dia menjelaskan penerapan tanda tangan digital tersebut harus diimbangi dengan keamanan agar terhindar dari kebocoran atau pencurian data.

“Kami terus dukung dengan membuat regulasi-regulasi memudahkan banker dengan memberi layanan digital. Namun ada trade off dari sisi keamanan digital banking. Regulator beri perhatian lebih terhadap keamanan transaksi digital mengenai percobaan dari hacker,” kata Heru dalam webinar “Digital Signature pada Perjanjian Kredit dan Pembiayaan”, Kamis (16/7).

Dia menjelaskan pemanfaatan tanda tangan digital ini dapat diterapkan pada transaksi perbankan seperti restrukturisasi kredit hingga pembukaan rekening nasabah. “Pembukaan rekening, permintaan kredit nasabah tidak perlu datang ke bank,” jelas Heru. (Baca: Mengenal Ragam Regulasi Jenis-jenis Fintech)

Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Mariam F Barata menjelaskan penerapan tanda tangan digital terus meningkat dalam dua tahun terakhir. Dia menjelaskan sudah 2,58 juta lebih sertifikat elektronik yang diterbitkan penyelenggara sertifikasi elektronik Indonesia (PSrE) sejak 2018. Industri jasa keuangan merupakan sektor paling tinggi penggunaannya mencapai 76 persen.

Dia menjelaskan tanda tangan digital menggantikan fungsi tanda tangan basah pada dokumen elektronik. Sebab, tanda tangan basah tidak dapat memberi kekuatan hukum pada dokumen elektronik. Sementara, tanda tangan digital memiliki kekuatan hukum yang setara tanda tangan basah pada dokumen kertas. Mariam menambahkan tanda tangan digital memiliki kekuatan pembuktian paling tinggi karena dapat diuji keasliannya melalui aplikasi verifikasi dokumen yang disediakan pemerintah.

Secara khusus, ekosistem tanda tangan digital ini harus melalui PSre yang terdaftar di Kemenkominfo. Terdapat enam PSrE publik dan swasta di Indonesia yang mendapat pengakuan Kemenkominfo. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) pasal 53 dan 54, PSrE terbagi menjadi dua yaitu lokal dan asing. Untuk PSrE lokal wajib mendapatkan pengakuan dari Menteri dengan berinduk kepada PSrE induk yang diselenggarakan oleh Menteri. Sementara, PSrE asing harus terdaftar di Indonesia dan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri.

Namun, penerapan tanda tangan digital ini masih terbatas pada dokumen-dokumen tertentu. Pasal 5 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menyatakan tanda tangan digital tidak berlaku untuk dokumen atau surat yang berdasarkan perundang-undangan lain harus dibuat dalam bentuk tertulis. Tanda tangan digital juga tidak berlaku untuk dokumen yang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat pejabat pembuat akta. Dia mencontohkan akta pernikahan dan akta notaris yang belum dapat menerapkan tanda tangan digital.

Atas hal tersebut, Mariam menjelaskan pemerintah melalui RUU Omnibus Law dapat menerapkan tanda tangan digital pada setiap dokumen. “Mendorong penerapan tanda tangan elektronik pada layanan manual melalui Omnibus Law untuk bertransformasi digital sehingga dapat menggantikan tanda tangan basah pada setiap dokumen,” jelas Mariam.

Dia juga berharap pemahaman masyarakat mengenai legalitas dan penerapan tanda tangan digital ini semakin meningkat. Sehingga, penerapannya dapat lebih luas dan menggantikan tanda tangan basah. “Kekuatan hukum tanda tangan elektronik ini dilindungi Pasal 11 UU ITE sejak 2008. Yang perlu dibangun adalah mekanisme agar tanda tangan elektronik dapat dipercaya swasta, pemerintah dan sistem peradilan nasional,” jelas Mariam.

Ketua Bidang Hukum dan Pengaturan Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas), Fransiska Oei mengatakan tanda tangan digital memudahkan transaksi-transaksi perbankan. Dia mengatakan penerapan tanda tangan digital ini dikembalikan pada masing-masing perbankan. Dia menjelaskan sudah ada perbankan yang siap secara penuh dan sebagian saja menerapkan tanda tangan digital.

“Masih ada keragu-raguan pembuktian dan lain-lain kembali ke bank masing-masing beraninya sampai mana. Karena ini (tanda tangan digital) belum diuji di pengadilan sehingga masih ada keragu-raguan apakah ada yang penerapannya langsung ke loan agreement atau perpanjangannya saja dalam bentuk digital. Jadi ini kembali masing-masing bank kesiapannya,” jelas Fransiska.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Edmon Makarim mengatakan penerapan tanda tangan digital merupakan keniscayaan khususnya dunia usaha. Dia juga mengatakan legalitas tanda tangan digital sudah diakui dalam perundang-undangan. Dia menyarankan perlu perubahan UU yang membatasi penerapan tanda tangan digital tersebut seperti Pasal 5 Ayat 4 UU ITE, UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan UU No 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (JN).

“Sesuai kode etik JN di mana harus mengikuti ilmu pengetahuan. Maka selayaknya notaris dan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) sebagai pejabat umum harus sadar TIK (teknologi informasi dan komunikasi) dan berperan sebagai T3P (thrusted third party) dalam ekonomi digital,” jelas Edmon.

Chief Executive Officer PrivyID, Marshall Pribadi menerangkan tanda tangan digital merupakan salah satu bentuk dari tanda tangan elektronik. Namun, tanda tangan digital memiliki keamanan dan dapat dibuktikan otentiknya secara hukum. Tanda tangan digital menggunakan teknologi enkripsi sehingga hanya dapat diakses oleh pengguna atau pemilik tanda tangan tersebut. Selain itu, penerapan tanda tangan digital ini dapat mendeteksi melalui teknologi verifikasi milik pemerintah saat dokumen tersebut diubah oleh salah satu pihak.

“Tanda tangan digital itu ada private key dan public key. Tolong dibuang jauh-jauh pemahaman tanda tangan digital itu ada goretan, bukan itu. Jangan nanti tanya mana nih goret-goretannya. Tanda tangan digital itu kalau bisa kebuka dokumennya maka itulah digital signature,” jelas Marshall.

Tags:

Berita Terkait