Mengenal Metode “Omnibus Law”
Utama

Mengenal Metode “Omnibus Law”

Teknik penyusunan perundang-undangan menggunakan metode omnibus law dapat mengatasi problem obesitas dan disharmoni regulasi. Tetapi jika menjalankannya tidak semudah yang dibayangkan.

Muhammad Yasin
Bacaan 6 Menit

Menurut Glen S Krutz (Getting Around Gridlock: the Effect of Omnibus Utilization on Legislative Productivity, 2000: 533), omnibus legislating adalah the practice of Combining numerous measures from disparate policy areas in on massive bill. Dalam tulisannya yang lain (Tactical Maneuvering on Omnibus Bill in Congress, 2000: 214), Glen mendefinisikan omnibus bill sebagai ‘a piece of major legislation that (a) spans three or more major topic policy areas or ten or more subtopic policy areas; and (b) is greater than the mean plus one standar deviatkion of major bills in size. (Baca: Jimly: Ada Untung Rugi Terapkan Metode Omnibus Law)

Karakteristik

Ahmad Redi (2020) menyebutkan lima watak atau ciri omnibus law. Pertama, multisektor dan terdiri dari banyak materi muatan dengan tema yang sama. Ada beberapa sektor terkait yang menjadi substansi omnibus law dengan materi muatan yang banyak. Misalnya, satu RUU yang hendak disusun berkaitan dengan sector pemerintahan daerah, sector penanaman modal. Administrasi pemerintahan, sector lingkungan hidup, dan lain-lain. RUU Cipta Kerja yang sedang dibahas Pemerintah dan DPR mencerminkan banyaknya sector yang harus dikaitkan.

Kedua, terdiri dari banyak pasal akibat banyak sektor yang dicakup. Metode omnibus law akan menyebabkan ‘pembengkakan’ pasal-pasal karena banyaknya sector yang terkait. RUU Cipta Kerja, misalnya, memuat sekitar 1.203 pasal sebagai konsekuensi keterkaitannnya dengan 79 Undang-Undang.

Ketiga, terdiri atas banyak peraturan perundang-undangan yang dikumpulkan dalam satu perundang-undangan baru. Sebagai akibat banyaknya peraturan yang diperbaiki, baik melalui reformulasi norma(membuat rumusan ulang), maupun menegasikan norma yang ada, dan menciptakan norma baru, maka jumlah undang-undang yang tercakup dalam suatu omnibus law pasti banyak. Di Australia misalnya ada Act on Implementation of United States Free Trade Agreement –perjanjian dagang Australia dan AS—yang berisi 9 undang-undang mulai dari bea cukai sampai hak cipta. Krutz menyebutnya sebagai ‘one massive bill’.

Keempat, mandiri, berdiri sendiri, dan tanpa terikat atau minimum terikat dengan peraturan lain. Salah satu watak omnibus law adalah sifatnya yang mandiri sehingga tidak terikat pada peraturan lain yang selevel dan sejenis.  Dalam penyusunan perundang-undangan dengan tenis omnibus law, pembentuk undang-undang menutup mata terhadap substansi yang ada pada undang-undang lain sehingga rumusan norma berubah sangat drastic sesuai politik hukum yang dianut.

Kelima, mereformulasikan, menegasikan, atau mencabut sebagian atau keseluruhan peraturan lain. Teknis omnibus dipakai untuk menyelesaikan berbagai persoalan norma yang tersebar dalam peraturan perundang-undangan. Tumpang tindih, disharmoni, obesitas, atau ketidaksinkronan menjadi bagian penting yang diubah, dinormakan ulang, atau dihapuskan sama sekali melalui omnibus law. Hal ini dapat menyebabkan perubahan paradigma dalam perundang-undangan.

Tujuan dan Manfaat

Perubahan lewat pembahasan bersama DPR dan Presiden (plus DPD untuk isu daerah), dan lewat putusan Mahkamah Konstitusi, adalah dua jalan yang dapat ditempuh untuk mengubah Undang-Undang. Peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang dapat diuji Mahkamah Agung. Namun, ketiga jalan itu dipandang sudah tidak memadai untuk mengatasi obesitas dan disharmoni peraturan perundang-undangan di Indonesia. Mengubah satu persatu undang-undang yang dinilai menghambat investasi tidak efektif.

Tags:

Berita Terkait