Kode etik dan perilaku hakim konstitusi di Indonesia dideklarasikan dan ditandatangani oleh sembilan hakim konstitusi pada 17 Oktober 2005. Kode etik dan perilaku hakim konstitusi ini kemudian disempurnakan pada 1 Desember 2006 dan diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi yang dikenal juga dengan sebutan Sapta Karsa Hutama.
Kode etik dan perilaku hakim konstitusi di Indonesia atau Sapta Karsa Hutama ini menerapkan The Bangalore Principles. Sekilas tentang The Bangalore Principles, sebagaimana disarikan dari MK-KY Sepakat Gunakan Bangalore Principles untuk Pedoman Kode Etik, diterangkan bahwa The Bangalore Principles adalah prinsip yang disusun oleh para hakim dari beberapa negara di dunia sebagai standar kode etik hakim. Prinsip tersebut disusun untuk memberikan panduan dalam menyusun kode etik para hakim di seluruh dunia.
Prinsip-prinsip yang diterapkan dalam peraturan kode etik dan perilaku hakim konstitusi di Indonesia adalah prinsip independensi, ketakberpihakan, integritas, kepantasan dan kesopanan, kesetaraan, kecakapan dan keseksamaan, serta nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat indonesia (yaitu prinsip kearifan dan kebijaksanaan). Berikut ulasan tiap-tiap prinsipnya.
Baca juga:
- Ini Penyebab Hakim Konstitusi Arief Hidayat Disanksi Teguran Lisan dan Tertulis
- Dissenting Opinion ‘Penuh Emosi’, Saldi Isra dan Arief Hidayat Tak Langgar Kode Etik
- Prinsip Sapta Karsa Hutama dalam Amar Putusan MKMK atas Pelanggaran Kode Etik Ketua MK
Prinsip Independensi (independence)
Independensi merupakan prasyarat agar terwujudnya negara hukum dan jaminan akan tegaknya hukum serta keadilan. Prinsip ini harus tercermin dalam proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan tiap perkara karena berkaitan erat dengan independensi Mahkamah Konstitusi sebagai institusi peradilan yang berwibawa, bermartabat, dan terpercaya.
Lebih lanjut, penerapan prinsip independensi oleh hakim konstitusi, antara lain:
- Hakim konstitusi harus menjalankan fungsi yudisialnya secara independen atas dasar penilaian terhadap fakta-fakta, menolak pengaruh dari luar, sesuai dengan penguasaannya yang seksama atas hukum.
- Hakim konstitusi harus bersikap independen dari tekanan siapapun dalam suatu sengketa yang harus diadilinya.
- Hakim konstitusi harus menjaga independensi dari pengaruh lembaga negara, baik eksekutif, legislatif, atau lembaga lain.
- Dalam melaksanakan tugas peradilan, yakni dalam pengambilan keputusan, hakim konstitusi harus independen dari pengaruh rekan sejawat.
- Hakim konstitusi harus mendorong, menegakkan, dan meningkatkan jaminan independensi dalam pelaksanaan tugas peradilan, baik perorangan maupun kelembagaan.
- Hakim konstitusi harus menjaga dan menunjukkan citra independen juga memajukan standar perilaku tinggi guna meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Prinsip Ketakberpihakan (impartiality)
Ketakberpihakan mencakup sikap netral dan penghayatan akan pentingnya keseimbangan antar-kepentingan dalam suatu perkara. Prinsip ketakberpihakan harus tercermin dalam tahapan proses pemeriksaan perkara hingga ke tahap pengambilan keputusan, sehingga putusan dapat diterima sebagai solusi hukum yang adil bagi semua pihak dan masyarakat pada umumnya.