Mengenal Hubungan In House Counsel dan Law Firm dalam Hukum Bisnis
In House Counsel Series

Mengenal Hubungan In House Counsel dan Law Firm dalam Hukum Bisnis

Ada beberapa pertimbangan bagi in house consel dalam menentukan atau memilih jasa law firm.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit
Head of Legal (Vice President) PT Visionet Internasional (OVO), Astrid Abina Carolin, Wakil Presiden Indonesia Corporate Counsel Association (ICCA), Erlangga Gaffar, dan SVP & General Counsel Tiket.com, Lasmaroha Simbolon. Foto: RES
Head of Legal (Vice President) PT Visionet Internasional (OVO), Astrid Abina Carolin, Wakil Presiden Indonesia Corporate Counsel Association (ICCA), Erlangga Gaffar, dan SVP & General Counsel Tiket.com, Lasmaroha Simbolon. Foto: RES

Profesi in house counsel dan lawyer merupakan dua jenis pekerjaan yang menjadi pilihan utama para lulusan sarjana hukum. Perbedaan profesi ini sangat jelas karena in house counsel merupakan bagian dalam atau internal suatu perusahaan sedangkan lawyer berada pada sisi eksternal. Namun dalam praktiknya, kedua profesi ini sering bekerja sama dalam aktvitas perusahaan berkaitan dengan hukum.

Wakil Presiden Indonesia Corporate Counsel Association (ICCA) yang juga Senior Manager Legal Operation and Compliance PT Vale Indonesia Tbk, Erlangga Gaffar mengatakan lawyer eksternal merupakan salah satu mitra dari in house counsel. Dia menjelaskan terdapat berbagai faktor perusahaan tetap menggunakan jasa lawyer eksternal meski memiliki in house counsel.

Pertama, Erlangga mengatakan terdapat kegiatan atau transaksi yang hanya dapat dilakukan oleh lawyer karena in house counsel belum dapat melakukannya. Hal tersebut bisa saja terjadi karena in house counsel belum pernah menangani secara khusus dan belum berpengalaman pada bidang atau transaksi tersebut. “Misalnya arbitrase di SIAC, atau drafting suatu hedging agreement (lindung nilai) yang notabene jarang dilakukan, atau advis hukum untuk hal yang benar-benar baru,” jelas Erlangga.

Hukumonline.com

(Wakil Presiden Indonesia Corporate Counsel Association (ICCA) yang juga Senior Manager Legal Operation and Compliance PT Vale Indonesia Tbk, Erlangga Gaffar)

Kedua, Erlangga menjelaskan penggunaan lawyer eksternal dilakukan karena keterbatasan waktu dan sumber daya internal yang dimiliki oleh in house counsel untuk melakukan transaksi. Dia menjelaskan karena sebagai in-house counsel, daftar pekerjaan dari klien internal sudah padat dan terkadang harus menghadiri rapat internal penting sehingga memakan waktu. Atas kondisi tersebut, perusahaan menunjuk lawyer eksternal untuk membantu perancangan naskah kontrak atau drafting hingga menghadiri persidangan dan pendampingan saat ada panggilan atau pemeriksaan di kepolisian.

Ketiga, penggunaan lawyer eksternal juga dilakukan karena memang keharusan dari suatu peraturan. Erlangga mencontohkan terdapat kebijakan internal perusahaan yang mengharuskan litigasi oleh lawyer eksternal dan juga misalnya untuk penawaran umum yang tentunya melibatkan profesi penunjang pasar modal.  Atau adakalanya terdapat keharusan mendapatkan opini hukum yang bersifat independen untuk suatu transaksi.

Meski demikian, Erlangga menambahkan sudah semakin banyak kegiatan atau transaksi yang dapat dilakukan in house counsel secara mandiri. Hal ini karena sudah tersebarnya berbagai informasi hukum yang dapat menjadi pegangan in house counsel untuk melakukan transaksi tersebut. (Baca: Melihat Peluang Sarjana Hukum Jadi In House Counsel di Perusahaan Startup)

Dalam mencari lawyer eksternal tersebut, Erlangga menjelaskan terdapat kriteria antara lain integritas, biaya jasa hukum, pengalaman, reputasi, kecepatan hingga akurasi jasa hukum. Pemahaman yang mendalam atas kegiatan usaha atau bisnis dari klien serta efektevitas dan kecepatan saran hukum. 

“Nilai tambah adalah lebih dari sekadar hukum tertulis, more than just the law, karena zaman sekarang legal knowledge menurut saya rasa sudah hampir sama, tidak ada hal yang fundamental yang baru dan semua knowledge sudah merata dengan perkembangan teknologi yang ada.  Nilai tambah di sini termasuk juga jaringan dan hubungan baik dengan berbagai pihak.  Apakah misalnya akan dihargai oleh lawyer counterpart, apakah juga misalnya bisa set-up pertemuan dengan kementerian untuk, misalnya, menjelaskan rencana investasi. Pemahaman atas bisnis klien merupakan syarat mutlak, agar tidak repot menjelaskan dari awal apa yang diperlukan,” jelas Erlangga. 

Kemudian, dia menjelaskan efektivitas dan kecepatan saran menjadi faktor penting.  Hal ini terkait dengan penyajian informasi. Masalah integritas dan kepercayaan serta kecepatan tentunya sudah menjadi prasyarat.

“Jangan sampai klien dipaksa membaca saran hukum lebih dari sekian menit untuk pertanyaan yang sifatnya dan jawabannya bisa atau tidak. Kita semua ingin tidur nyenyak di malam hari mengetahui bahwa law firm tidak akan melakukan hal yang tidak diamanahkan,” jelasnya.

Sementara itu, Head of Legal (Vice President) PT Visionet Internasional (OVO), Astrid Abina Carolin,  mengungkapkan penggunaan law firm tetap dibutuhkan apabila beban pekerjaan sudah melebihi kapasitas tim in house counsel serta jenis pekerjaan bersifat sangat spesifik sehingga membutuhkan advokat yang memang memiliki spesialisasi di bidang tersebut. Sedangkan, untuk beberapa jenis pekerjaan yang memang membutuhkan penelitian mendalam maka pekerjaan juga dapat dialokasikan kepada law firm agar dapat dilakukan secara lebih leluasa.

Dia menambahkan terdapat variasi jenis transaksi yang membutuhkan kerjasama dengan law firm dengan mempertimbangkan kompleksitas transaksi dan kapasitas dari tim in house counsel. “Biasanya untuk jenis pekerjaan yang memiliki kompleksitas tertentu kami akan bekerjasama dengan external counsel dengan tujuan agar load pekerjaan dapat terbagi dan kapasitas tim in house counsel dalam menjalankan pekerjaan business as usual tidak terlalu tergganggu,” jelas Astrid.

Hukumonline.com

(Head of Legal (Vice President) PT Visionet Internasional (OVO), Astrid Abina Carolin)

Sehubungan dengan biaya jasa law firm, Astrid mengatakan pihaknya mempertimbangkan jenis pekerjaan yang diserahkan kepada law firm. Namun, dia menyatakan pihaknya cenderung menghindari upah per jam atau hourly engagement karena tidak bisa atau sulit untuk mengontrol budget. Sementara, untuk kemudahan memanage budget kami lebih memilih untuk meminta batasan atau lumpsum fee.

Tidak ada kriteria khusus karena masing-masing law firm mempunyai spesialisasi atau pengalaman pada bidangnya. Bagi Astrid, hal yang sangat penting yaitu respons dan manajemen waktu dari law firm tersebut saat bekerja sama dengan in house counsel. “Bagi saya pemenuhan hasil pekerjaan sesuai dengan waktu yang dijanjikan sangat penting dalam bekerjasama dengan law firm, tentu saja dengan memperhatikan kualitas pekerjaan. Di masa pandemi seperti ini, price competitiveness juga sangat penting,” jelas Astrid.

Sementara, SVP & General Counsel Tiket.com, Lasmaroha Simbolon, berpendapat ada beberapa kriteria law firm yang disukai in house counsel, antara lain memiliki lawyer yang kompeten, chemistry yang cocok, dapat diandalkan, memiliki integritas, memiliki spesialisasi sesuai dengan kebutuhan, harga affordable, service level yang baik, komunikasi yang lancar dan jelas.

“Yang paling utama adalah chemistry dan capability. Keduanya harus berimbang. Bisa saja lawyernya capable tapi nggak ada chemistry dan juga sebaliknya. Jika keduanya tidak berimbang, saya biasanya tidak meneruskan hubungan Kerjasama,” katanya.

Hukumonline.com

(SVP & General Counsel Tiket.com, Lasmaroha Simbolon)

Di samping itu, pengalaman juga memainkan peran penting, tapi itu tergantung kasus yang ditangani. “Harga juga penting, tapi menurut saya itu negotiable. Kalau chemistry dan capability sudah cocok, harga dapat di-justify,” katanya. Menurut Lasmaroha, dalam mencari law firm, in house counsel akan melakukan berbagai cara. “Dari mouth to mouth, berdasarkan referensi, bisa juga melalui google search,” katanya.

Lantas, hal apa yang di-handle internal dan apa yang ditugaskan ke law firm? Lasmaroha menjelaskan yang dihandle internal biasanya yang sekitar business as usual alias pekerjaan harian. Jika load mulai berat atau ada pertanyaan/pekerjaan di mana in house ingin mendapat kepastian atau meminta view lain dari segi legal, in house baru berkonsultasi ke law firm.

“Tentunya juga pekerjaan terkait Intellectual Property serta Litigasi diserahkan kepada law firm,” katanya. 

Tags:

Berita Terkait