Mengenal Flight Information Region: Permasalahan Tiga Dimensi
Kolom

Mengenal Flight Information Region: Permasalahan Tiga Dimensi

Perjanjian FIR tahun 2022 yang telah ditandatangani tersebut sebenarnya telah menjadi bukti bahwa Indonesia tetap berdaulat pada wilayah udaranya sendiri.

Bacaan 5 Menit

Sebenarnya, derogasi kedaulatan Indonesia di ruang udara di atas Riau dan Kepulauan Riau tersebut bukanlah pada pengelolaan oleh Singapura. Derogasi akan terjadi ketika Singapura melarang penerbangan militer Indonesia atau penerbangan lain yang telah diberikan izin dari Indonesia, di atas wilayah Indonesia sendiri, yang pengelolaan ruang udaranya dilakukan oleh Singapura. Sedangkan Annex 11 Konvensi Chicago telah menjelaskan bahwa pemberian izin terbang atau melintas bukanlah tugas pokok dari negara yang mengontrol suatu FIR.

Dimensi ketiga adalah Dimensi Teknis. Salah satu poin perjanjian yang dilakukan tahun 2022 adalah pembuatan suatu framework untuk menjamin adanya civil-military cooperation ATC di wilayah FIR Singapura. Framework ini ditujukan untuk menjamin adanya jalur komunikasi antara ATC militer Indonesia pada wilayah tersebut, dan ATC Sipil Singapura pada wilayah FIR Singapura.

Selain merupakan bentuk kerja sama untuk menjamin pengamanan wilayah udara Indonesia terhadap pelanggar wilayah udara, seharusnya framework ini juga mengatur prioritas penerbangan militer Indonesia pada wilayah Indonesia yang didelegasikan pengelolaannya ke Singapura, sesuai dengan konsep Block-clearance yang telah disetujui pada RAN Meeting tahun 1948.

Selain itu, framework lainnya yang akan disusun untuk pendelegasian ini harus juga menjamin bahwa pengelolaan yang dilakukan Singapura, harus benar–benar sebatas pengelolaan. Indonesia harus tetap memegang kuasa untuk mengeluarkan izin–izin terbang (Diplomatic Clearance, Security Clearance, dan Flight Clearance) bagi pesawat udara yang akan menggunakan rute udara Indonesia yang tercakup dalam FIR Singapura di ketinggian 0–37.000 kaki dan radius 90 nm tersebut.

Perjanjian FIR tahun 2022 yang telah ditandatangani tersebut sebenarnya telah menjadi bukti bahwa Indonesia tetap berdaulat pada wilayah udaranya sendiri. Bukti ini harus segera diperkuat dengan penyusunan frameworks yang membahas penerbangan militer dan pemberian izin–izin penerbangan sipil pada FIR Singapura. Dengan kedua framework tersebut, diharapkan Singapura dapat mengelola Sebagian wilayah udara Indonesia, tanpa mengurangi kedaulatan Indonesia di wilayah udaranya sendiri.

*)Alif Nurfakhri Muhammad, Dosen Hukum Internasional Publik di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang merupakan lulusan Advanced Master in Air and Space Law (LL.M) Universiteit Leiden. Penulis juga merupakan seorang peneliti senior bidang hukum udara dan angkasa pada Center for International Law Studies Universitas Indonesia.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait