Mengenal Aspek Hukum Masa Tenang Pilkada 2018
Berita

Mengenal Aspek Hukum Masa Tenang Pilkada 2018

Dalam kerangka penegakan hukum pemilu, sudah ada lembaga Badan Pengawas Pemilihan Umum.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Pemetaan Kerawanan TPS

Dalam rangka menjalankan amanat UU No. 7 Tahun 2017, Senin (25/06), Bawaslu meliris hasil pemetaan terhadap kerawanan Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada pilkada 2018. Berdasarkan dokumen yang diperoleh hukumonline, terdapat enam variabel menyangkut kerawanan TPS yaitu, akurasi data pemilih; penggunaan hak pilih/hilangnya hak pilih; politik uang; netralitas KPPS; pemungutan suara; dan kampanye.

 

Variabel Akurasi data pemilih paling rawan potensial terjadi di 91.979 TPS (24 persen), Penggunaan Hak pilih/Hilangnya Hak Pilih terjadi di 80.073 TPS (21 persen), Pemungutan Suara terjadi di 40.574 TPS (10 persen), Politik Uang terjadi di 26.789 TPS (7 persen), Kampanye terjadi di 10735 TPS (3 persen) dan Netralitas KPPS terjadi di 5.810 TPS (1 persen). 

 

Akurasi data pemilih dan penggunaan hak pilih menjadi kerawanan paling tinggi disebabkan oleh faktor perekaman KTP-elektronik yang belum selesai, pemenuhan elemen informasi dalam data pemilih yang kurang lengkap dan keliru, kecilnya jumlah pemilih dan tantangan pelayanan bagi pemilih disabilitas saat pemungutan suara, tidak adanya kepastian ketersediaan dukungan pemungutan suara untuk pemilih di rumah sakit dan lembaga pemasyarakatan serta lokasi TPS yang jangkauannya jauh dari tempat tinggal pemilih.

 

Politik uang tetap menjadi perhatian penting menjelang pemungutan suara karena terdapat 26.860 di sekitar TPS yang terindikasi terdapat aktor dan kelompok yang berpotensi mempengaruhi pemilih dengan pemberian uang dan/atau barang. Ada 15 indikator dalam mengukur kerawanan di tingkat TPS. Tiga indikator paling besar yang menyebabkan kerawanan di TPS seluruhnya terkait data pemilih.

 

Tiga indikator tersebut terjadi dalam pemenuhan hak pilih, keberadaan pemilih disabilitas dan kualitas data pemilih Pilkada. Indikator “Terdapat pemilih yang memenuhi syarat tetapi tidak terdaftar dalam DPT” terjadi di 55.510 TPS (14 persen). Indikator “Keberadaan pemilih disabilitas” terjadi di 53.328 TPS (14 persen) dan Indikator terdapat pemilih yang tidak memenuhi syarat tetapi terdaftar terjadi di 36.469 TPS (9 persen).

 

Pemilih yang memenuhi syarat tidak terdaftar di DPT disebabkan oleh faktor syarat memilih memiliki KTP Elektronik atau Surat Keterangan untuk terdaftar dalam DPT. Sementara keberadaan pemilih disabilitas disebabkan oleh kurang maksimalnya petugas PPDP dalam memberikan informasi jenis disabilitas dalam DPT sehingga menjadi kendala dalam proses pemungutan dan penghitungan suara. Adapun pemilih yang tidak memenuhi syarat tetapi terdaftar di DPT disebabkan oleh proses pencocokan dan penelitian yang dilakukan oleh PPDP tidak dilakukan di setiap rumah.

 

Sementara 12 Indikator lainnya adalah terdapat pemilih yang di daerah dengan daya jangkau yang jauh dengan TPS terjadi di 17.312 TPS (4 persen); ketersediaan dan kendala distribusi logistik Pemilihan terjadi di 17.721 (5 persen); adanya aktor yang berpotensi melakukan politik uang terjadi di 10.169 sekitar TPS (3 persen); Surat Pemberitahuan memilih alias formulir C6 yang tidak terdistribusi secara langsung terjadi di 9.989 TPS (3 persen); adanya pemilih DPTb yang lebih dari 20 pemilih dalam satu TPS ada di 9.367 TPS (2 persen); adanya praktik mempengaruhi pemilih untuk tidak memilih berdasarkan Agama, Suku, Ras dan Antar Golongan terjadi di 7947 TPS (2 persen); adanya relawan bayaran pasangan calon di wilayah TPS terjadi di 8621 TPS (2 persen).

 

Berikutnya adalah adaya indikasi mempengaruhi pemilih dengan pemberian uang atau barang pada masa kampanye terjadi di 7.999 TPS (2 persen), adanya TPS yang berada di dekat posko/rumah tim sukses pasangan calon terjadi di 7.229 TPS (2 persen), adanya petugas KPPS yang mendukung pasangan calon tertentu terdapat di 5.810 TPS (1 persen), adanya Ketua dan seluruh anggota KPPS tidak mengikuti bimbingan teknis ada di 5.635 TPS (1 persen) dan adanya praktik menghina/menghasut di antara pemilih berkualifikasi SARA di sekitar TPS terjadi di 2.778 TPS (1 persen).

Tags:

Berita Terkait