Mengapa Kepala Daerah “Gemar” Korupsi? Ini Kajian KPK
Berita

Mengapa Kepala Daerah “Gemar” Korupsi? Ini Kajian KPK

Biaya politik mahal dan ketidakmampuan calon kepada daerah menutup biaya politik jadi salah satu penyebab banyaknya kepala daerah korupsi.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

Menurut laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) politik uang masih kerap terjadi pada penyelenggaraan pilkada. Saat kampanye, terjadi politik uang di 21 kabupaten pada 10 provinsi. Saat masa tenang, sebanyak 311 kasus money politik di 25 Kab/kota pada 16 Provinsi. Saat pemilihan, terjadi 90 kasus money politik  di 22 Kabupaten pada 12 provinsi.

 

“Laporan Bawaslu menunjukkan, money politic terjadi pada proses pencalonan, terdapat proses penyerahan uang saat menjelang pendaftaran calon dan pemberian uang mahar. Tingginya biaya pencalonan dan kampanye  yang dikeluarkan oleh kepala daerah ini tidak sebanding dengan harta kekayaan yang dimiliki calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yaitu LHKPN.

 

(Baca juga: Baca juga: Bupati Lampung Selatan Ditetapkan Sebagai Tersangka Suap)

 

Data LHKPN menunjukkan rata-rata harta cakada/cawakada hanya Rp8,9 miliar (tidak termasuk data outliers yaitu harta 1 orang yang memiliki harta Rp3.9 triliun), sedangkan rata-rata harta kas sebesar Rp971 Juta (tidak termasuk harta kas 1 orang yang memiliki harta kas Rp416 miliar). Selain itu, terdapat cakada dengan harta Rp 0 sebanyak 4 orang dan calon kepala daerah dengan harta minus sebanyak 2 orang.

 

Pada 2016, total harta kekayaan cakada/cawakada hanya Rp6,7 miliar, dengan 3 orang memiliki harta Rp0, dan 18 orang harta minus. “Adanya kesenjangan antara kemampuan keuangan para calon Kepala Daerah (cakada) dan biaya yang harus dikeluarkan membuka peluang cakada untuk mencari dan menerima dana tambahan. Dana tambahan dari donatur ini diduga akan menimbulkan potensi korupsi pada saat kandidat menjabat nantinya,” tulis kajian tersebut.

Tags:

Berita Terkait