Meneropong Perlindungan Konsumen Jasa Finansial di Tahun Tikus Logam
Perlindungan Konsumen 2020

Meneropong Perlindungan Konsumen Jasa Finansial di Tahun Tikus Logam

Pengaduan konsumen industri jasa keuangan di tahun 2019 sangat mendominasi. Bagaimana di tahun 2020?

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Pertengahan Januari lalu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) merilis jumlah pengaduan konsumen pada 2019 dengan total 1.871 pengaduan konsumen. Terdapat dua kategori pengaduan, yaitu pengaduan individual sebanyak 563 kasus dan pengaduan kelompok/kolektif sebanyak 1.308 kasus.

 

Dari pengaduan yang diterima YLKI, industri jasa keuangan cukup mendominasi. Bila diurutkan per komoditas dalam skala 10 besar, perbankan menempati peringkat pertama dengan 106 kasus. Kemudian pinjaman online 96 kasus, perumahan 81 kasus, belanja online 34 kasus, leasing 32 kasus, transportasi 26 kasus, kelistrikan 24 kasus, telekomunikasi 23 kasus, asuransi 21 kasus, dan pelayanan publik 15 kasus. 

 

Hukumonline.com

 

Secara persentase pengaduan konsumen produk jasa finansial sangat dominan, yakni 46,9 persen yang meliputi 5 komoditas, yakni bank, uang elektronik, asuransi, leasing, dan pinjaman online. Kemudian rating kedua disusul oleh sektor perumahan sebesar  14,4 persen, sektor e-commerce 6,3 persen, sektoral ketenagalistrikan 4,2 persen dan sektor telekomunikasi 4,1 persen.

 

Hukumonline.com

 

YLKI mencatat sejak 2012 pengaduan produk jasa keuangan menduduki rating yang sangat dominan, selalu pada rating pertama. Bisa dikatakan dengan dominannya pengaduan yang dominan, itu literasi finansial konsumen di bidang jasa keuangan masih rendah, sehingga tidak memahami secara detail apa yang diperjanjikan atau hal-hal teknis dalam produk jasa finansial tersebut.

 

Apalagi saat ini maraknya pinjaman online, semakin masif pelanggaran hak-hak konsumen di bidang jasa finansial,” kata Ketua Harian YLKI Tulus Abadi ketika mempresentasikan jumlah pengaduan yang diterima YLKI sepanjang 2019.

 

Hukumonline.com

Sumber: YLKI

 

Hal lain yang menyebabkan tingginya aduan konsumen jasa finansial adalah minimnya edukasi dan pemberdayaan konsumen yang dilakukan oleh operator. Operator jasa finansial hanya piawai memasarkan produknya, namun malas memberikan edukasi dan pemberdayaan pada konsumennya.

 

Padahal hal tersebut sangat penting agar konsumen mengetahui Product Knowledge dari produk finansial tersebut,” ujar Tulus.

 

Pengawasan regulator juga menjadi perhatian tersendiri. Pengawasan yang lemah, khususnya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat pengaduan produk jasa finansial marak dan menjadi indikator bahwa OJK belum melakukan pengawasan yang sungguh sungguh pada operator. Atas dasar itu, timbul dugaan masih lemahnya pengawasan terhadap industri finansial dikarenakan OJK tidak mempunyai kemerdekaan finansial dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

 

Jadi pertanyaan sendiri, bagaimana prospek perlindungan konsumen jasa keuangan di tahun 2020 ini? Setidaknya, ada tiga isu di sektor jasa keuangan yang bisa menjadi perhatian masyarakat ke depan. Salah satunya adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019. Putusan MK ini terkait hubungan hukum antara konsumen dengan perusahaan pembiayaan atau leasing.  

 

(Baca: Sepakat Cidera Janji Debitur Terhadap Jaminan Fidusia, Begini Penjelasannya)

 

Isu kedua adalah financial technology (fintech). Berkembangnya teknologi tak bisa dilepaskan dari segala aspek kehidupan tak terkecuali industri jasa keuangan, di mana masyarakat dimudahkan dalam setiap melakukan transaksi. Bahkan untuk meminjam uang, masyarakat tidak perlu pergi ke bank yang normalnya membutuhkan waktu atau birokrasi yang cukup lama.

 

Isu ketiga adalah e-comerce. Menjamurnya perdagangan dengan platform onlinejelas memudahkan masyarakat untuk memenuhi segala kebutuhan. Tanpa melihat langsung barang yang diinginkan dan tidak bertatap mata langsung dengan penjual, masyarakat bisa melakukan transaksi jual beli.   

 

(Baca: PP E-Commerce Dikritik Pelaku Usaha)

 

Namun di balik kemudahan itu sudah pasti ada risiko yang perlu diketahui, salah satunya adalah perlindungan data pribadi. Oleh sebab itu, perlindungan data pribadi merupakan satu hal yang harus menjadi perhatian pemerintah di era digital seperti sekarang ini.

 

Seperti dikatakan oleh Kepala BPKN Ardiansyah Parman bahwa salah satu kendala yang tengah dihadapi pemerintah adalah regulasi. Menurutnya, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sudah tidak relevan dengan dinamika masyarakat.

 

“Masyarakat konsumen berhadapan dengan lahirnya internet, berlanjut dengan e-commerce. Hal ini dibarengi oleh berkembang pesatnya otomatisasi dan teknologi robot,” ujar Ardiansyah beberapa waktu lalu.

 

Pada dasarnya, UU Perlindungan Konsumen memberikan jaminan bahwa setiap konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Namun alih-alih mendapatkan jaminan keamanan dan kenyamanan, konsumen acapkali dihadapkan pada persoalan-persoalan mendasar yang mengesampingkan hak-haknya.

 

Tags:

Berita Terkait