Menerka Pergerakan Ekonomi 2021 dari Sudut Pandang Pemerintah dan Pelaku Usaha
Berita

Menerka Pergerakan Ekonomi 2021 dari Sudut Pandang Pemerintah dan Pelaku Usaha

Keberlangsungan ekonomi Indonesia bergantung pada program vaksinasi.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartanto. Foto: RES
Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartanto. Foto: RES

Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartanto, mengatakan bahwa pemerintah mengapresiasi dan optimis dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dihadirkan berbagai lembaga dunia. Optimisme tersebut didukung oleh berbagai kebijakan Pemerintah dalam upaya penganganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional yang dimulai tahun lalu.

“Hampir seluruh lembaga menilai bahwa pertumbuhan kita di tahun 2020 terkontraksi lebih kecil dari berbagai negara lain, tentu kita akan melihat bahwa di tahun 2021 pertumbuhan kita akan ada di sekitar 4,5-5,5 persen,” tutur Airlangga dalam sambutan pembuka pada acara Bisnis Indonesia: Business Challenges 2021, Selasa (26/1), di Jakarta.

Optimisme juga didorong oleh program vaksinasi tahap pertama yang sedang berjalan saat ini. Vaksinasi perdana yang dilakukan Presiden Joko Widodo pada 13 Januari lalu kini tengah diteruskan kepada tenaga kesehatan dan pelayanan publik.

“Pemerintah sudah membuat jadwal di mana jadwal ini Presiden meminta bahwa vaksinasi akan diselesaikan di bulan Desember. Diharapkan vaksinasi ini dapat mencapai target. Sekarang sekitar 179 ribu orang telah divaksinasi,” imbuhnya. (Baca: Dilema Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19)

Menurut Airlangga, berdasarkan arahan Presiden tersebut, masyarakat yang direncanakan akan divaksinasi Januari-Maret 2022 akan ditarik maju menjadi lebih awal. Dia mengimbau agar program vaksinasi dapat diawasi bersama. Ia juga mengimbau agar masyarakat senantiasa terus menjaga kedisiplinan dalam mencegah penyebaran Covid-19 dengan melakukan 3M, yakni Mencuci Tangan, Memakai Masker, dan Menjaga Jarak.

“Selain itu, program Testing, Tracing, dan Treatment (3T) tetap harus dijalankan dan diikuti dengan ketersediaan obat. Diharapkan rumah sakit dapat menangani secara baik,” ujar Airlangga.

Optimisme juga hadir dari indeks keyakinan konsumen yang mulai menunjukkan pemulihan tingkat kepercayaan dalam melakukan konsumsi. Hal ini tercermin dari peningkatan indeks keyakinan konsumen yang membaik ke level 96,5 di bulan Desember 2020. Menko Airlangga berharap indeks ini dapat cross ke 100, sehingga kontribusinya dapat lebih meningkatkan optimisme. Dunia usaha juga mulai bangkit, aktivitas manufaktur telah memasuki fase ekspansi (51,3) di bulan Desember 2020.

“Impor barang baku dan barang modal sudah meningkat,” ujar Airlangga.

Permintaan akan Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Airlangga pun mengungkapkan bahwa tahun lalu realisasi KUR mencapai target 100 persen. “Penggunaan dari financial technology (fintech) juga sudah baik, angkanya sudah mencapai Rp140 triliun. Fintech adalah proxy untuk kegiatan Usaha Kecil dan Mikro (UKM),” ucap Menko Airlangga.

Ketahanan sektor eksternal juga masih terjaga dengan baik. Hal ini didukung oleh neraca perdagangan yang telah mengalami surplus selama 8 bulan berturut-turut hingga sepanjang tahun 2020, serta surplus secara kumulatif mencapai 21,74 miliar USD. Menurutnya, angka tersebut menunjukkan bahwa ekspor Indonesia masih bergerak.

Prestasi ini, lanjut Airlangga, didukung oleh beberapa produk manufaktur seperti CPO dan turunannya, batu bara, logam, elektronik, perhiasan, dan industri kertas. Sektor tersebut merupakan beberapa sektor yang bisa menopang perekonomian nasional.

Airlangga juga menuturkan bahwa IHSG dan nilai tukar Rupiah tengah membaik. Rupiah mencatat penguatan tertinggi sejak Maret 2020. “Indonesia adalah salah satu negara yang mampu menjaga pergerakan nilai tukar dibandingkan dengan negara-negara lain,” terangnya.

Pemerintah pun berkomitmen untuk mendukung program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN). “Angka terkait dengan alokasi pemulihan ekonomi di tahun 2021 besarnya 553 triliun, yang bila dibandingkan dengan tahun 2020 realisasinya adalah 579,78 triliun. Artinya Pemerintah sudah melihat bahwa pemulihan ekonomi di tahun 2021 ini memerlukan support yang sama dengan tahun 2020,” ucap Airlangga.

Efek Stimulus Covid-19

Keberadaan Covid-19 yang menyebar hampir ke seluruh dunia memukul ekonomi global. Indonesia adalah salah satu negara yang cukup merasakan hantaman Covid-19 dari sisi ekonomi dan kesehatan. Sepanjang tahun 2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi yang cukup dalam di mana pada Kuartal III pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar minus 3,49 persen.

Demi menyelamatkan perekonomian dalam negeri, pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan seperti memberikan stimulus bagi dunia usaha yakni pengurangan pajak, restrukturisasi utang, mempermudah pemberian kredit, bantuan sosial, diskon listrik, dan stimulus-stimulus lainnya. Pemerintah menempatkan anggaran yang cukup besar di sektor ini, mencapai Rp677 triliun.

Namun persoalannya apakah stimulus-stimulus tersebut tepat sasaran dan memberikan dampak kepada dunia usaha? Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyampaikan bahwa efek dorong dari stimulus tersebut masih minim dirasakan kalangan pengusaha, di mana beban pengusaha masih begitu besar.

“Stimulus yang kita lihat sekarang ini memang jumlah besar tapi dampaknya, efek dorong masih kurang. Kita harus melihat secara tajam sebetulnya tepat saran atau tidak karena dalam berbagai kesempatan saya lihat dampaknya kurang seperti apa yang kita harapkan. Dengan stimulus ini diharapkan berbagi beban antar pelaku usaha dan pemerintah dan masyarakat, sementara ini beban masih banyak ditanggung dunia usaha. Bargain sharing sama-sama, penyelesaian gotong royong secara nasional berbagi beban, kalau di krisis tahun 1998 beban ada Rp600 triliun, lalu dibuat semacam obligasi jangka panjang dan perlu pikirkan bagaimana dan saat ini beban masih di pelaku usaha” katanya di acara yang sama.

Selain itu, Hariyadi mempertanyakan realisasi restrukturisasi kredit yang dinilai cukup sulit saat di lapangan. Pemerintah mengklaim realisasi restrukturisasi kredit hampir mencapai target yakni 18 persen dari target 25 persen, namun bagaimana dengan selisihnya sebesar 7 persen yang belum tercapai?

“Kedua kredit, rasanya baik-baik saja seperti yang dijelaskan Pak Wimboh, apakah seperti itu atau bagaimana karena kenyataan di lapangan tidak seperti itu. Pak Wimboh bilang restrukturisasi 18 persen padahal target 25 persen, sudah tercapai 18, pertanyaannya apakah sisanya baik-baik saja? Karena kenyataan di lapangan tidak seperti itu,” imbuhnya.

Kendati demikian, Hariyadi mengaku dirinya optimis menatap perekonomian di tahun 2021, terutama setelah melihat realisasi investasi sebesar Rp826,3 triliun, yang melebihi target investasi sebesar Rp817,2 triliun target. Keberlangsungan ekonomi Indonesia juga sangat bergantung kepada program vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini.

Tags:

Berita Terkait