Menelusuri Rekam Jejak Plt Dirjen AHU yang baru
Berita

Menelusuri Rekam Jejak Plt Dirjen AHU yang baru

Plt Dirjen AHU telah berganti dari sebelumnya Freddy Harris ke Cahyo Rahardian Muhzar. Serah terima jabatan akan dilaksanakan lusa, Rabu (7/2).

CR-25
Bacaan 2 Menit
Cahyo Rahardian Muhzar. Sumber: djahu.kemenkumham.go.id
Cahyo Rahardian Muhzar. Sumber: djahu.kemenkumham.go.id

Kabar hangat datang dari Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen AHU Kemenkumham). Pasalnya, posisi Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen AHU yang sebelumnya dijabat oleh Freddy Harris digantikan oleh Cahyo Rahadian Muhzar. Berita ini memang belum tersebar luas, bahkan pada laman resmi portal AHU masih tertulis Freddy Haris sebagai Plt Dirjen AHU.

 

Kabar ini dibenarkan oleh Kepala Bagian Humas dan TU Ditjen AHU, Delmawati. Ia mengatakan, serah terima jabatan (sertijab) dari Freddy Harris kepada Cahyo Rahardian akan dilaksanakan pada Rabu (7/2). “Pak Cahyo baru diangkat jadi Plt Dirjen AHU, sertijabnya akan dilaksanakan Rabu,” katanya kepada hukumonline.

 

Penelusuran hukumonline, saat baru menjabat sebagai Plt Dirjen AHU, Cahyo langsung membuat gebrakan baru terkait reformasi sistem perizinan berbasis online di lingkungan Ditjen AHU. Pada Kamis (1/2) lalu, Cahyo selaku Plt Dirjen AHU bersama Freddy Harris Dirjen Kekayaan Intelektual (DJKI) menandatangani kerja sama dengan Perkumpulan Pengelola Nama Domain Internet (PANDI) di Jakarta.

 

Sebagaimana dikutip dari laman resmi Ditjen AHU, kerja sama ini merupakan single submission pertama di Indonesia, atau pengajuan tunggal yang dibuat untuk memudahkan masyarakat dalam hal pengajuan badan hukum, sekaligus dapat mendaftarkan logo dan merek. Melalui kerjasama ini Cahyo berharap integrasi data antara Ditjen AHU dan DJKI akan mendapat kepastian usaha dan bisnis yang lebih baik.

 

Penelusuran hukumonline, Cahyo merupakan pejabat Karier dari lingkungan Ditjen AHU. Sebelum menjadi Plt Dirjen AHU, Cahyo merupakan Direktur Otoritas Pusat Hukum Internasional (OPHI) pada Ditjen AHU Kemenkumham. Serangkaian terobosan dilakukan Cahyo saat menjabat Direktur OPHI.

 

Salah satunya dalam upacara memperingati Hari Bhakti Imigrasi (HBI) ke 68, Cahyo yang masih menjabat sebagai Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional menyerahkan e-KTP card reader kepada Ditjen imigrasi melalui Direktur Lalu Lintas Keimigrasian. Alat ini berfungsi untuk mengetahui keaslian dari data kependudukan.

 

Baca:

 

Terobosan lainnya menandatangani Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik (Mutual Legal Assistance -MLA- Treaty) dengan Swiss Agustus tahun lalu. Saat itu, Cahyo menuturkan alasan Indonesia memilih Swiss untuk melakukan perjanjian MLA lantaran berbagai hal. Misalnya pada 2015 lalu ada skandal yang menghebohkan negara dan dunia perbankan.

 

Diketahui ternyata salah satu bank internasional membuat rekening di Swiss untuk kepentingan kejahatan internasional, pengusaha, politisi, hingga selebriti dengan tujuan menghidari kewajiban pembayaran pajak bahkan menyimpan aset hasil korupsi. Atas dasar itu, pentingnya kerjasama dengan Swiss ini.

 

Cahyo menilai begitu pentingnya dilakukan kerjasama dengan Swiss “karena cukup banyak kasus-kasus yang mana hasil tindak pidananya diduga berada di Swiss”, ujar Cahyo kepada hukumonline (12/9/2017). Inilah salah satu realisasi Direktorat Otoritas Pusat dan Hukum Internasional dalam upaya memulangkan kembali aset yang dicuri (korupsi) maupun yang hilang (pajak).

 

Pria lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia angkatan 1987 itu sempat mengikuti DIKLATPIM TK II angkatan pertama di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan nomor registrasi:00001445/DIKLATPIM TK.II/013/3276/LAN/2016.

 

Kariernya di Ditjen AHU juga terlihat dari pengalamannya mengekstradisi seorang anak gembong mafia dari Palermo, Sisilia, Italia pada 2013 silam. Bahkan, Cahyo juga tercatat pernah ikut mengambil tindakan atas permohonan Jaksa Agung terkait MLA in Criminal Matters ke pemerintah Singapura untuk melokalisir keberadaan Djoko Tjandra yang saat itu berstatus buron kasus BLBI dan tidak dapat dilakukan langkah eksekusi berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 12 PK/PID.SUS/2009.

Tags:

Berita Terkait