Meneg BUMN Rombak Direksi Askrindo
Berita

Meneg BUMN Rombak Direksi Askrindo

Terkait kasus penempatan dana investasi ilegal di sejumlah perusahaan manajer investasi.

Yoz
Bacaan 2 Menit
Menteri BUMN Mustafa Abubakar memutuskan memberhentikan anggota-anggota direksi Askrindo. Foto: SGP
Menteri BUMN Mustafa Abubakar memutuskan memberhentikan anggota-anggota direksi Askrindo. Foto: SGP

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merombak direksi PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) Persero. Melalui Keputusan Menteri Negara BUMN No. KEP-199/MBU/2011 tanggal 15 Agustus 2011, Menteri BUMN Mustafa Abubakar memutuskan memberhentikan anggota-anggota direksi Askrindo, diantaranya Direktur Utama Chairul Bahri dan Direktur Pemasaran dan Pertanggungan Hartono.

 

Kasus penempatan dana investasi ilegal berujung pada perombakan direksi Askrindo. Selasa (23/8), Menteri BUMN yang diwakili Deputi Bidang Usaha Jasa Kementerian BUMN, Parikesit Suprapto, melantik sejumlah pejabat baru Askrindo. Direktur Utama perseroan kini dijabat Antonius Chandra S. Napitupulu. Didiet Sandjoto Pamungkas sebagai Direktur Teknik dan Operasional, T Widya Kuntarto sebagai Direktur Keuangan, Investasi dan TI, dan Singgih Hardjanto sebagai Direktur SDM dan Umum.

 

Parikesit mengatakan, perombakan direksi yang dilakukan merupakan sebuah langkah korporasi. Terkait kasus yang melibatkan Direktur Keuangan serta Kepala Divisi Keuangan perseroan, ia menyatakan kasus tersebut tetap berjalan. “Walaupun berhenti, direktur lama tetap bertanggung jawab sebagai individu untuk memberikan keterangan kepada pihak berwajib,” ujarnya.

 

Untuk diketahui, Direktur Keuangan Askrindo berinisial ZL dan Kepala Divisi Keuangan berinisial RS sudah ditahan polisi sejak Jumat, 19 Agustus lalu. Penahanan dilakukan setelah keduanya sempat menjalani pemeriksaan. Kedua pejabat BUMN ini diduga merekayasa laporan keuangan perusahaan.

 

Bersama empat pejabat perusahaan manajemen investasi (MI), mereka menyalurkan dana investasi Askrindo kepada enam perusahaan. Para tersangka dianggap melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a UU No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

 

Dalam jumpa pers pada 5 Agustus lalu, Ketua Bapepam-LK Nurhaida menjelaskan penempatan dana investasi ilegal Askrindo pada lima lembaga keuangan mencapai Rp439 miliar. Jumlah ini terdiri dari investasi Kontrak Pengelolaan Dana (KPD), Repurchase Agreement (Repo), surat utang korporasi, dan surat utang negara (SUN). Semua terbagi dalam beberapa investasi di tiga MI, satu broker dan satu perusahaan financial services.

 

Berikut catatan Bapepam-LK, penempatan investasi Askrindo kepada kelima MI tersebut. I) Jakarta Investment – Investasi KPD sebesar Rp41 miliar dan Repo Rp132 miliar. II) Harvestindo Asset Management – Investasi KPD dan Repo sebesar Rp80 miliar. III) Reliance Asset Management – Investasi KPD dan Repo sebesar Rp93,32 miliar, serta reksa dana Rp17,82 miliar. IV) Batavia Prosperindo Financial Services – Investasi Repo Rp6,3 miliar. V) Jakarta Securities – Investasi Repo Rp20 miliar, dan obligasi negara serta korporasi Rp66,11 miliar.

 

Menurut Nurhaida, penempatan investasi tersebut telah dilakukan Askrindo sejak 2005, sedangkan Repo mulai dilakukan sejak 2008. Padahal berdasarkan aturan pasar modal V.G.6, perusahaan asuransi dilarang menempatkan investasi dalam bentuk kontrak bilateral atau KPD, dan Repo.

 

“Awal penempatan investasi ini berawal dari upaya Askrindo sejak 2002 untuk mencegah pembayaran klaim penjaminan. Beberapa nasabah produk penjaminan diperkirakan tidak mampu memenuhi kewajibannya yang kemudian mengakibatkan Askrindo harus membayar klaim. Untuk itu, Askrindo mengupayakan skema dukungan pendanaan agar nasabah tersebut mampu memenuhi kewajibannya,” terangnya.

 

Waktu berlaku hingga 2004, dimana skema dukungan pendanaan melibatkan pihak lain termasuk MI dan broker. Dan pada pelaksanaannya, skema dukungan pendanaan menjadi bermasalah karena tidak prudent dan tidak didukung dengan good governance.

 

Namun meski sudah terjadi sejak 2002, Bapepam-LK baru mampu mengindentikasi di 2010 pada laporan keuangan Astrindo 2009 audited. Karena sudah diketahui, Bapepam-LK telah mengenakan sanksi peringatan kepada Askrindo dan meminta menghentikan transaksi Repo serta melaporkan secara berkala perkembangan penyelesaian KPD dan Repo mereka.

 

Dalam laporan keuangan di 2010 Askrindo terdapat laporan investasi berupa obligasi dan reksa dana. Padahal dalam pemeriksaan Bapepam-LK, mereka tidak dapat membuktikan kepemilikan beberapa investasi tersebut. “Atas temuan ini, Bapepam meminta kepada pihak-pihak yang dirugikan untuk menyelesaikan permasalahan Askrindo melalui kontrak,” tambah Nurhaida.

 

Sebelumnya, LSM Laskar Empati Pembela Bangsa (LEPAS) menyambangi Komisi XI DPR, Kamis (21/7). Mereka melaporkan dugaan penyelewengan jabatan dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Kepala Biro Pengelolaan Investasi Bapepam-LK, Djoko Hendarto dan Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam-LK, Sardjito terkait skandal korupsi di Askrindo.

 

Panglima Besar LEPAS, Eggy Sudjana mengatakan sehubungan dengan sejumlah skandal Askrindo yang sudah dilaporkan dan ditangani secara bersama-sama oleh Unit Tipikor Direktorat Kriminal Khusus dan Unit Harda Bangtah Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya serta KPK, dimana Zulfan Lubis (mantan Direktur Askrindo) dan Kepala Divisi Investasi Askrindo, Noviar, telah ditetapkan tersangka, namun kasus tersebut belum menyentuh Djoko dan Sardjito. 

 

Eggy menduga Djoko dan Sardjito melindungi transaksi penempatan dana secara fiktif atau rekayasa keuangan (window dressing) sekitar Rp500 miliar yang dilakukan Askrindo sejak 2005-2011. Menurutnya, tindakan itu bisa menyebabkan rush sekitar Rp150 triliun.

 

“Negara juga menanggung bailout sekitar Rp2 triliun melalui persekongkolan dengan sejumlah perusahaan sekuritas yang walaupun telah berulang kali dilaporkan ke Bapepam-LK, namun kedua oknum Bapepam-LK tersebut dengan sengaja tidak melakukan proses hukum apapun juga,” ujarnya.

Tags: