Mendudukkan ‘Si Pemberi Testimoni’ ke Kursi Pesakitan
Lipsus Waspada Investasi Ilegal:

Mendudukkan ‘Si Pemberi Testimoni’ ke Kursi Pesakitan

Tak hanya pelaku utama dan pengurus kegiatan investasi ilegal saja yang dapat dijerat hukum. Pihak lainnya yang terkait seperti orang yang mempromosikan kegiatan investasi termasuk peserta dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana.

NANDA NARENDRA PUTRA
Bacaan 2 Menit
BAB V
PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA
 

Pasal 55 
(1)Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

Pasal 56 
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1.    mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2.    mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
 
Penggunaan kedua pasal itu perlu diperhatikan dengan jeli. Pasal 55 KUHP menekankan tindakan seseorang sebagai pihak yang “turut melakukan” sementara Pasal 56 menekankan tindakan seseorang sebagai pihak yang “membantu melakukan”. Dalam bukul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, R. Soesilo menjelaskan penerapan Pasal 55 KUHP sedikit-dikitnya harus ada dua orang, yakni orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana.

Kedua orang itu, melakukan perbuatan pelaksanaan peristiwa tindak pidana itu. Tidak boleh misalnya, hanya melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang sifatnya hanya menolong. Bila seperti itu, orang yang menolong itu tidak masuk sebagai “medepleger” melainkan pelaku dihukum sebagai “membantu melakukan” (medeplichtige) dalam Pasal 56 KUHP.

Bisnis dengan model skema ponzi tidak mudah dibuktikan, tetapi ciri-cirinya yang paling bisa dikenali adalah mengandalkan rekrutmen anggota. Sebab, kalau berhenti maka berhenti pula bisnis itu. UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan pun tegas dilarang skema ini. Pasal 9 undang-undang itu tegas melarang penerapan sistem skema piramida dalam mendistribusikan barang.

Ancamannya berat, pelaku terancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp 10 miliar rupiah.Kecenderungan di lapangan menunjukkan, bisnis skema piramida sulit terendus penegak hukum sepanjang tidak ada korban yang melaporkan ke polisi. Mereka baru akan melaporkan setelah alami kerugian dan biasanya korban yang berpotensi rugi paling besar adalah mereka yang ikut bisnis ini belakangan sementara mereka yang bergabung diawal sempat merasakan untung selangit itu meskipun ujungnya sama-sama berakhir pahit.

Belajar dari kasus KSP Pandawa Mandiri Group, Salman punya bawahan dengan pangkat diamond, gold, hingga silver. Para leader ini yang membantu menarik para investor serta dibantu beberapa anak buah lain yang bertugas sebagai admin. Setiap leader ini masing-masing bisa mendapat ratusan bahkan ribuan investor. Dana yang dihimpun dari para investor kemudian diserahkan kepada Nuryanto. Leader yang berhasil menarik investor mendapatkan fee sebesar 20 persen sesuai dengan klasifikasinya.

Sedangkan para nasabah mendapatkan keuntungan sebesar 10 persen per bulan dari setiap dana yang disetor ke Pandawa Group. Menurut pengakuan Salman kepada Satgas Waspada Invstasi dan Polda Metro Jaya, sebagian uang dari para investor itu dipinjamkan kembali kepada para pedagang skala UMKM di pasar-pasar se Jabodetabek. Mereka membayar bunga 20 persen per bulan dari dana besarnya dana yang dipinjamnya itu.

Karena kredit para pedagang mengalami kemacetan, diduga hal ini mengakibatkan Nuryanto tidak dapat memberikan keuntungan serta modal seperti yang dijanjikan kepada para nasabahnya. Penyidik Polda Metro Jaya juga telah menyita sejumlah aset milik Salam, diantaranya sebidang tanah di beberapa lokasi, ratusan kendaraan, dan rekening senilai Rp 250 miliar dari Salman dan kawan-kawan. Penyidik dalam pengembangannya juga telah mentapkan 19 tersangka yang merupakan leader dan admin per Maret 2017.

Para leader yang dijadikan tersangka yakni Dani Kurniawan (leader), Arif Firmansyah (leader), Moh Soleh (diamond), Anto Wibowo (leader 7), Dedi Susanto (leader 8), Vita Lestari (diamond), Reza Fauzan (leader 8), Abdul Karim (leader 8), Ricky M Kurniawan (leader 8), Tohiron (leader 8), Yeret Meta (leader 8), Roni Santoso (leader 8), Madamin (diamond), Sutaryo (leader 7), dan Subardi (leader 7). Mereka ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.

Terpisah, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Kombes (Pol) Dul Alim mengatakan penanganan kasus investasi ilegal atau bodong akan ditekankan pada upaya pengembalian aset pelaku kepada korban. Dul bilang, pihaknya juga akan fokus mendakwa dan menutut pelaku dengan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Bareskrim menekankan kepada semua jajaran Direktur Reserse di Polda di dalam penanganan investasi bodong jangan hanya berhenti pada tindak pidana asal saja tetapi harus dikejar sampai ke asetnya,” kata Dul di Jakarta awal April.

Dul melanjutkan, bila proses hukum tidak maksimal dalam arti aset pelaku masih ada dan tidak dioptimalkan perampasannya, ada kemungkinan pelaku setelah keluar dari penjara akan kembali mengulangi perbuatan buruknya. Bila asetnya masih ada, mereka akan ‘berhitung’ misalnya biaya untuk membayar pengacara sekian atau bahkan mereka mencoba untuk meringankan hukuman menjadi sekian tahun dengan membayar dari sisa asetnya sehingga putusan yang dijatuhkan tidak maksimal.

“Maka TPPU akan kami gencarkan untuk tangani investasi bodong ini. karena kalau sampai pidana asal saja ini jelas masih banyak menimbulkan celah untuk mereka kembali lagi. Kami berdasarkan putusan pengadilan menyarankan semua aset ditindaklanjuti lagi dengan money laundering-nya,” tutup Dul.


Tags:

Berita Terkait