Mendorong Perlunya Prosedur Baku dalam Penerbitan Perppu
Utama

Mendorong Perlunya Prosedur Baku dalam Penerbitan Perppu

Agar ada kepastian syarat, proses penerbitan, kapan sidang pembahasan dan pengesahan Perppu di DPR, termasuk jika Perppu diuji di MK.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Begitu pula ketiadaan batasan waktu berlakunya Perppu. Misalnya, ketika ada pemohon yang mengajukan uji materi atas Perppu, MK dapat mengulur-ulur waktu. Sementara Perppu sudah keburu dibahas DPR dan pemerintah untuk disahkan menjadi UU. Akibatnya, pemohon uji materi kehilangan objek permohonan yang sudah berubah menjadi UU.

 

Sementara pembahasan di DPR secara konstitusional hanya memberikan persetujuan atau tidak atas materi muatan Perppu. Menurutnya, menjadi menarik bila Perppu dapat dibahas seperti halnya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU). Artinya, pembahasan tak hanya sekedar soal pengujian ihwal kegentingan memaksa, namun juga seluruh materi muatan Perppu bisa diuji dan diperdebatkan dalam proses legislasi, sehingga dimungkinkan ada upaya lobi rumusan substansi Perppu.

 

“Bisa dibayangkan Perppu 1/2020, di dalamnya ada pasal-pasal problematik. Kalau bermodalkan kekuatan politik, maka ya disetujui saja,” kata dia.

 

Perlu aturan baku

Dosen Peraturan Perundang-Undangan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Fitriani Ahlan Sjarief berpendapat Perppu memang menjadi kewenangan/hak prerogratif presiden. Namun, bila menelisik Pasal 22 ayat (2) UUD Tahun 1945, Perppu diklasifikasikan sebagai Peraturan Pemerintah. “Boleh disebut PP dalam kelompok materi muatannya sejajar dengan UU,” kata Fitriani dalam kesempatan yang sama.  

 

Menurutnya, Perppu 1/2020 terbilang unik dan menjadi perdebatan karena tiba-tiba melalui Perppu itu mengubah APBN. “Jangan-jangan ke depan kita (bakal sering, red) menemukan Perppu sesuai dengan kebutuhan masyarakat kita,” kata dia.

 

Terlepas dinamika perdebatan penerbitan Perppu setiap era pemerintahan, dia mengusulkan perlu aturan baku dalam setiap penerbitan Perppu. Artinya, perlu ada kepastian mulai syarat, proses penerbitan, kapan sidang pembahasan dan pengesahan Perppu di DPR, termasuk jika Perppu diuji di MK. “Harus ada standar baku tentang Perppu supaya ada kepastian juga. Misalnya, waktu proses, frasa dimaknai tidak disetujui DPR berarti tidak berlaku atau bagaimana?”

 

Sementara mantan Hakim MK I Dewa Gede Palguna menerangkan dalam sistem presidensial, presiden merupakan kepala negara dan kepala pemerintahan. Karenanya, harus bertindak atas dasar hukum positif yakni UU. Karena itu, ketika menghadapi keadaan ketiadaan hukum, atau adanya UU, tapi tidak mencukupi, sementara harus menjalankan pemerintahan, presiden berhak mengeluarkan Perppu, tapi tidak boleh sewenang-wenang.

Tags:

Berita Terkait