Mendorong Penguatan Wewenang Advokat dalam RKUHAP-RUU Advokat
Utama

Mendorong Penguatan Wewenang Advokat dalam RKUHAP-RUU Advokat

Agar ada kesetaraan atau keseimbangan dengan aparat penegak hukum lain saat menjalankan tugasnya masing-masing.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Suasana diskusi panel bertajuk 'Kewenangan Advokat dalam Sistem Peradilan' di sela Rakernas KAI 2022 di Bali, Senin (30/5/2022). Foto: Humas KAI
Suasana diskusi panel bertajuk 'Kewenangan Advokat dalam Sistem Peradilan' di sela Rakernas KAI 2022 di Bali, Senin (30/5/2022). Foto: Humas KAI

Sejatinya kewenangan dan posisi advokat dalam UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat, setara dengan aparat penegak hukum lain, seperti polisi, jaksa dan hakim. Tapi faktanya, profesi advokat dalam menjalankan tugas menangani perkara, posisinya tak setara/sejajar dengan aparat penegak hukum lain. Mulai di tingkat penyidikan sampai di persidangan. Karena itu, perlu penguatan kewenangan advokat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dan atau dalam perubahan UU Advokat.

Wakil Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) Prof Denny Indrayana mengatakan salah satu kewenangan profesi advokat diatur dalam Pasal 17 UU Advokat. Beleid ini menyebutkan dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Sayangnya karena terbatas kewenangan menjalankan tugas profesi advokat, di lapangan untuk mendapatkan hak itu kerap mengalami kendala,” kata Denny Indrayana dalam diskusi panel bertajuk “Kewenangan Advokat dalam Sistem Peradilan” di sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) KAI 2022 di Bali, Senin (30/5/2022) kemarin. 

Untuk itu, menurutnya perlu merumuskan dan merancang sejumlah kewenangan advokat apa saja agar dapat masuk dalam revisi UU Advokat atau RKUHAP yang saat ini mulai diusulkan DPR agar masuk dalam Prolegnas Prioritas. “Apa saja kewenangan kita yang mendasar masuk dalam revisi UU Advokat dan menjadi bargaining dengan aparat penegak hukum lain terkait kesetaraan,” ujar Denny. 

Baca Juga:

Wakil Presiden KAI TM Luthfi Yazid melihat kewenangan advokat di Indonesia berbeda dengan kewenangan advokat di negara lain. Seperti Jepang misalnya, kewenangan advokat di Jepang setara dengan polisi, jaksa, ataupun hakim dalam penanganan perkara. Sebab, pintu masuk menjadi aparat penegak hukum di negeri itu melalui satu pintu pendidikan (pendidikan hukum terpadu). Karenanya, advokat di Jepang menjadi setara dengan profesi penegak hukum lain dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.

Dia berharap Indonesia bisa meniru Jepang agar ada kesetaraan profesi penegak hukum. Hanya saja memang perlu diperjuangkan melalui legislative review RKUHAP dan RUU Advokat agar profesi advokat memiliki posisi tawar dengan penegak hukum lain dan organisasi advokat jauh lebih memiliki wibawa.

Usul perbaikan RKUHAP

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Abraham Todo Napitupulu mengatakan ruh profesi advokat berada di KUHAP. Kewenangan advokat (penasihat hukum) semuanya diatur dalam KUHAP. Apalagi, KUHAP sudah berlaku 40 tahun yang penerapannya terdapat masalah. Karenanya, perlu mendorong nilai dasar pembaharuan KUHAP.

Untuk itu, dia mengusulkan beberapa perbaikan RKUHAP. Pertama, rekodifikasi terhadap pengaturan hukum acara yang tersebar di banyak pengaturan lain, termasuk di peraturan di level lembaga. Kedua, berorientasi pada due process model, alih-alih mempertahankan fitur political order model warisan rezim militer Orde Baru (Orba). Ketiga, fitur otoritarian ala Orba, khususnya prinsip diferensiasi fungsional yang meminimalisir pengawasan terhadap upaya paksa pada tahapan pra ajudikasi haruslah diubah.

Keempat, jaminan Hak Asasi Manusia (HAM) perlu dipertegas dalam RKUHAP yakni menempatkan fitur-fitur due process dalam RKUHAP beserta konsekuensi hukum terhadap pelanggaran terhadap pengaturan due process ini. Kelima, mekanisme dan saluran untuk menguji/komplain atas keabsahan upaya paksa ataupun alat bukti sejak tahap penyidikan harus diperkuat.

Seperti adanya hakim pemeriksaan pendahuluan, sehingga sebelum masuk dalam tahap persidangan, proses hukum yang dilakukan penyidikan dapat diuji terlebih dahulu. Keenam, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM harus aktif merespons perubahan Hukum Acara Pidana dalam UU secara regular untuk menghindari menjamurnya peraturan parsial yang dikeluarkan lembaga.

Menurutnya, penguatan kewenangana advokat sebagai bagian dari sistem peradilan pidana (criminal justice system). Seperti kesetaraan akses yang sama sesama penegak hukum, akses penuh pendampingan klien sejak tahap awal saat dimulainya proses penyelidikan. Kemudian, advokat berwenang mengakses dan memberikan pandangannya pada dokumen, khususnya berita acara pemeriksaan (BAP).

Selanjutnya soal pengawasan pengadilan dalam hal adanya pelepasan hak tersangka, penguatan perlindungan kerahasiaan advokat dengan klien. Bahkan, soal pengaturan secara detil mekanisme syarat dan challenge upaya paksa serta prosedural dari aparat penegak hukum serta konsekuensi yuridis terkait pembatasan kewenangan advokat.

Bagaimana penguatan kewenangan advokat? Karenanya, perlu perubahan konsep kewenangan advokat. Kita harus berjuang kesetaraan antar penegak hukum. Kita tidak bela penjahat, tapi membela hak asasi manusia karenanya kita officium nobile,” katanya.

Selama satu hari penuh ini, KAI menggelar Rakernas dengan sejumlah agenda. Antara lain penandatangan nota kesepahaman antara KAI dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Hukumonline. Kemudian diskusi panel, pengesahan kuorum Rakernas, pengesahan jadwal dan tata tertib, serta penyampaian laporan kerja dan rencana kerja DPP KAI menuju Kongres KAI mendatang. Rakernas KAI dihadiri oleh para pimpinan Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Daerah (DPD), dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) KAI dari seluruh Indonesia.

Tags:

Berita Terkait