Mendorong Penerapan Transportasi Jakarta “Smart City” Melalui Perbaikan Regulasi
Berita

Mendorong Penerapan Transportasi Jakarta “Smart City” Melalui Perbaikan Regulasi

Berbagai permasalahan Jakarta yang terjadi saat ini akibat kebijakan pembangunan kota berjalan sendiri-sendiri.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Diskusi online ‘Dialog Kebijakan: Menuju Seamless and Sustainable Mobility di Jakarta’, Rabu (14/4).
Diskusi online ‘Dialog Kebijakan: Menuju Seamless and Sustainable Mobility di Jakarta’, Rabu (14/4).

Provinsi DKI Jakarta mengusung program “Smart City” untuk menciptakan daerah yang ramah lingkungan sekaligus menjadikan kota cerdas, pintar, inovatif menggunakan teknologi informasi. Program ini diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan kota Jakarta seperti kemacetan, polusi udara dan sebagainya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup.

Program tersebut dikukuhkan melalui Pergub DKI Jakarta Nomor 306 Tahun 2016 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Jakarta Smart City. Program Smart City ini diharapkan dapat membantu masyarakat beraktivitas apapun secara pintar di Jakarta. Salah satunya di sektor transportasi, dengan tawaran model konsep mobilitas transportasi Jakarta yang Smart, Seamless dan Sustainable.

Untuk menerapkan program Jakarta “Smart City” tersebut perlu perbaikan kebijakan. sehingga pembangunan kota dapat berjalan terencana. Berbagai permasalahan Jakarta yang terjadi saat ini akibat kebijakan pembangunan kota berjalan sendiri-sendiri.

Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Rudy Saptari, menyampaikan tantangan pembangunan Jakarta belum mengoptimalkan kepadatan kota dan masih berorientasi pada mobilitas kendaraan pribadi. (Baca: Pentingnya Data Faktual untuk Ciptakan Mobilitas Transportasi Jakarta yang Lebih Baik)

“Konsekuensinya jadi macet, ketidaksetaraan, degradasi lingkungan, peningkatan harga properti dan nilai tanah. Hal ini menyebabkan jarak rumah menjadi jauh bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” jelas Rudy dalam diskusi online “Dialog Kebijakan: Menuju Seamless and Sustainable Mobility di Jakarta”, Rabu (14/4).

Dengan berbagai tantangan tersebut, Rudy menjelaskan Pemprov DKI Jakarta mengubah kebijakan dari car-oriented development menjadi transit oriented development dan digital oriented development. Perubahan orientasi tersebut menjadi pembangunan yang mengoptimalkan kepadatan kota dengan pembangunan hunian vertikal dan terintegrasi transportasi.

Kemudian, pemprov juga memprioritaskan mobilitas ramah lingkungan seperti pejalan kaki, kendaraan ramah lingkungan dan angkutan umum. Bagi kendaraan pribadi, pemprov menyiapkan kebijakan disinsentif sehingga masyarakat beralih menggunakan transportasi umum.

Hingga 2030, pemprov merencanakan pengembangan transportasi umum seperti Transjakarta, MRT, LRT dan transportasi angkutan kota. Selain itu, pemprov juga membenahi sektor-sektor lain seperti pemukiman, air bersih, air limbah dan revitalisasi bis kecil.

Sementara itu, Direktur Prasarana Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek, Kementerian Perhubungan, Edy Nursalam, mengatakan pembangunan Jakarta dengan konsep seamless and sustainable merupakan hal mutlak. Dia menyampaikan terdapat kebijakan kontradiktif pada pembangunan DKI Jakarta selama ini.

“Ada yang dukung bangunan apartemen besar tapi tidak didukung transportasi masal. Sehingga, mereka naik kendaraan pribadi. Ini tidak ada perencanaan pembangunan. Banyak sekali program pembangunan tanpa didukung jaringan transportasi masal. Lalu, pemprov tidak ingin car oriented tapi diizinkan bangunan jalan tol. Dibiarkan kendaraan pribadi tumbuh besar tanpa ada sedikit pun kebijakan membatasi,” jelas Edy.

Legal Research and Analysis Manager Hukumonline, Christina Desy menyampaikan masih terdapat kesenjangan aturan pada penerapan dalam sistem transportasi Jakarta yang lancar dan berkelanjutan. Meski terdapat Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi dan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek namun penerapannya belum optimal.

Dia juga menyoroti dominasi transportasi ojek online yang justru menjadi salah satu mobilitas utama masyarakat di Jakarta. Padahal, berdasarkan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sepeda motor tidak termasuk transportasi umum.

“Keberadaan ojek online sangat mendominasi untuk perpindahan masyarakat dari titik ke titik lainnya. Perlu dijelaskan karena kendaraan bermotor roda dua  belum terakomodir dengan baik pada peraturan yang ada di tingkat nasional dan daerah bahkan kontradikitif dengan UU 22/2009 yang menyatakan kendaraan sepeda motor bukan termasuk dalam moda transportasi umum,” jelas Desy.

Smart City adalah kota cerdas atau pintar yang inovatif menggunakan teknologi informasi dan komunikasi berkelanjutan membantu masyarakat kota mengelola sumber daya yang ada dengan bijaksana dan efisien, memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat dan lembaga dalam rangka meningkatkan kualitas hidup, efisiensi operasi perkotaan, jasa dan daya saing sambil memastikan dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan masa depan melalui tata pemerintahan yang partisipatif.

Tags:

Berita Terkait