Mendorong Pendidikan Inklusif Menuju Education for All Tanpa Diskriminatif
Terbaru

Mendorong Pendidikan Inklusif Menuju Education for All Tanpa Diskriminatif

Pijakan utama pendidikan inklusif jelas tak terlepas dari Deklarasi Universal HAM (DUHAM) yang jelas menegaskan hak setiap orang atas Pendidikan dan UUD 1945 telah menggariskan hak setiap orang untuk mendapat pendidikan.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Ketua Program Studi S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti Maya Indrasti Notoprayitno (bawah) dalam Hukumonline Academy #31 bertajuk ‘Implementasi Pendidikan Inklusif: Menuju Praktik Pendidikan yang Berkeadilan’, Kamis (28/3/2024).
Ketua Program Studi S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti Maya Indrasti Notoprayitno (bawah) dalam Hukumonline Academy #31 bertajuk ‘Implementasi Pendidikan Inklusif: Menuju Praktik Pendidikan yang Berkeadilan’, Kamis (28/3/2024).

Pasal 10 huruf a UU No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU Penyandang Disabilitas) berbunyi, “Hak pendidikan untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak: a. mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus”. Pendidikan inklusif di jenjang pendidikan tinggi juga menjadi atensi pemerintah.

“Menarik kita dalami, giatnya pemerintah dalam pendidikan inklusif. Sebelumnya saya coba jelaskan dulu pendidikan berkeadilan itu dimaksudkan tentu pendidikan yang dikaitkan dengan pemenuhan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia,” ujar Ketua Program Studi S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti (FH Trisakti) Maya Indrasti Notoprayitno dalam Hukumonline Academy #31 bertajuk “Implementasi Pendidikan Inklusif: Menuju Praktik Pendidikan yang Berkeadilan”, Kamis (28/3/2024).

Baca Juga:

Prinsip hak asasi manusia (HAM) sendiri terdiri atas universal, tidak terbagi, saling bergantung, saling terkait, kesetaraan, tidak diskriminatif, dan masih banyak lagi prinsip HAM lainnya. “Yang paling penting kenapa pemerintah giat sekali dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif ini? Karena memang ada tanggung jawab. Ada state responsibility dari negara untuk memenuhi dan melindungi hak-hak tersebut,” kata dia.

Pada intinya, pendidikan inklusif ialah individu dapat memperoleh pendidikan tanpa adanya hambatan. Penjelasan Pasal 10 huruf a UU Penyandang Disabilitas menyebutkan pendidikan secara inklusif sebagai pendidikan bagi peserta didik Penyandang Disabilitas untuk belajar bersama dengan peserta didik bukan Penyandang Disabilitas di sekolah reguler atau perguruan tinggi.

“Tanpa ada hambatan, tanpa ada kendala. Jadi edukasi untuk semua seperti dikatakan oleh UNESCO. Sekali lagi, pendidikan inklusif itu secara umum adalah pendidikan tanpa hambatan dan tanpa diskriminasi. Tapi orang memang meorientasikannya pendidikan bagi penyandang disabilitas (seperti Penjelasan UU Penyandang Disabilitas). Itu tidak salah, itu juga benar, karena intinya pendidikan untuk anak yang termarjinalkan.”

Maya menerangkan pijakan utama pendidikan inklusif jelas tak terlepas dari Deklarasi Universal HAM (DUHAM) yang jelas menegaskan hak setiap orang atas pendidikan. Lalu turunannya dituangkan dalam Pasal 13 Economic Social and Cultural Rights (ESCR) yang menjelaskan pendidikan menjadi syarat mutlak dalam menikmati hak-hak sipil politik.

Di level nasional, konstitusi bangsa melalui UUD 1945 pun telah menggariskan hak setiap orang untuk mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. 

Lebih lanjut, Akademisi FH Trisakti itu juga merujuk pada Pasal 4 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang dengan tegas menyatakan pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

“Perlu dilihat pula dalam Pasal 32 UU Sisdiknas, ada pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus. Untuk pendidikan khusus itu bagi anak-anak yang memiliki kelainan atau potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Kalau pendidikan layanan khusus itu tadi bagi anak dari daerah terpencil, di perbatasan, anak dari suku minoritas. Jadi semua sudah terjamin (secara hukum),” ungkapnya.

Bila mewujudkan pendidikan untuk semua atau education for all betul-betul diaktualisasikan, Maya menilai sekolah reguler dengan orientasi inklusif menjadi cara paling efektif untuk memerangi sikap diskriminatif. Dengan tujuan dapat menciptakan masyarakat yang ramah dan membangun masyarakat yang inklusif.

“Sekarang kita sudah lihat kebijakan pemerintah itu ada namanya sekolah reguler menjadi sekolah inklusif. Apa dimaksud dengan itu? Adalah sekolah yang bisa menerima keberadaan dari para penyandang disabilitas. Jadi peserta didik tidak hanya dari reguler, tetapi juga di dalamnya ada peserta didik disabilitas. Kita inklusifkan, tidak lagi eksklusif. Tetapi kita jadikan satu supaya tidak ada barrier.”

Sebagai informasi, sebelum terbitnya UU Penyandang Disabilitas, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Beleid itu mengatur penyediaan fasilitas sekolah mulai tingkat dasar hingga atas untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif.

Selanjutnya, terdapat PP No. 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas. Yang terbaru, sudah diterbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 48 Tahun 2023 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas pada Satuan Pendidikan Anak Usia Dini Formal, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi.

Tags:

Berita Terkait