Mendorong Pembentukan Pansus Jiwasraya Demi Kepastian Nasabah
Berita

Mendorong Pembentukan Pansus Jiwasraya Demi Kepastian Nasabah

Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta masyarakat bersabar dan terus memantau perkembangan kasus ini di Kejaksaan Agung, hingga ada penetapan tersangka saat yang tepat setelah mengantongi alat bukti yang cukup.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Proses hukum kasus dugaan gagal bayar polis PT Asuransi Jiwasraya terus diselidiki Kejaksaan Agung. Sementara proses politik di DPR mulai digulirkan wacana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Jiwasraya oleh beberapa orang anggota dewan. Tentunya, tujuan utamanya membongkar atau membuat terang perkara tersebut agar ada kepastian bagi para nasabah polis PT Jiwasraya.    

 

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Syarifuddin Hasan mendukung jika DPR membentuk Pansus Jiwasraya. Selain membuat terang kasus ini, hasil Pansus nantinya bisa membantu penegak hukum membongkar kasus yang ditaksir Kejaksaan Agung merugikan keuangan negara sebesar Rp13,7 triliun.

 

“Idenya bentuk pansus kita setuju, apa yang sebenarnya terjadi dengan kasus Jiwasraya ini agar terbuka kepada masyarakat,” ujar Syarifuddin Hasan di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (8/1/2020). Baca Juga: Usut Tuntas Skandal Jiwasraya

 

Syarif meminta Kejaksaan Agung serius memproses kasus ini dan menyeret pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab hingga ke pengadilan. Sementara DPR bisa menunggu hasil kerja Kejaksaan Agung atau tetap membentuk Pansus terutama jika hasil penyelidikan/penyidikan Kejaksaan Agung tak memuaskan. “Pada prinsipnya, kita dukung pembentukan Pansus dan hasilnya harus dibuka secara transparan, apa yang terjadi dalam Jiwasraya tidak boleh ada yang ditutupi,” tegas politisi Partai Demokrat itu.

 

Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan menilai kasus gagal bayar klaim polis nasabah Jiwasraya harus diungkap secara transparan. Selain proses hukumnya berjalan, keberadaan Pansus mendesak untuk dibentuk demi membuat terang kasus ini agar ada kepastian bagi nasabah yang mengalami kerugian.  

 

“DPR dapat mengurai secara detil skandal gagal bayar klaim polis nasabah itu dengan memanggil sejumlah pihak,” kata Heri Gunawan.

 

Dia mengakui dinamika wacana pembentukan Pansus terus bergulir karena opini masyarakat atas kasus ini semakin liar. “Saya yakin pembentukan Pansus bisa memberi solusi kemelut Jiwasraya dan diskursus (di masyarakat) tidak produktif harus dihentikan,” kata dia.

 

Politisi Partai Gerindra itu menilai Jiwasraya mulai bermasalah mengalami gagal bayar sebesar Rp802 miliar sejak Oktober 2018. Hingga Oktober-November 2019 angka tersebut membengkak menjadi Rp12,4 triliun. Ironisnya, hingga kini sekitar 5,5 juta pemegang polis menunggu kejelasan pembayaran polis dan siapa pihak paling bertanggung jawab. “Kejaksaan Agung telah mencegah 10 orang dan telah memeriksa 98 orang saksi,” lanjutnya.

 

Dia menerangkan Jiwasraya memilih berinvestasi dengan risiko tinggi demi mengejar keuntungan besar yakni menempatkan 22,4 persen aset keuangannya atau senilai Rp 5,7 triliun pada saham dengan kinerja buruk. Selain itu, ada investasi reksadana sebanyak 59,1 persen atau Rp 14,9 triliun dari aset finansialnya dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk.

 

“Sudah saatnya DPR membentuk Pansus Jiwasraya untuk menjalankan fungsi pengawasan. Pansus bisa memanggil dan mengorek keterangan dari siapapun dan pihak-pihak terkait,” katanya.

 

Anggota Komisi XI DPR lain, A Junaidi Auly menilai ada urgensi dibentuknya Pansus Jiwasraya. Permasalahan Jiwasraya menambah deretan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan tata kelola buruk. Menurutnya, masalah yang merudung Jiwasraya, bermula dari kegagalan produk bancassurance bernama JS Proteksi Plan milik perusahaan berplat merah itu.

 

JS Proteksi Plan merupakan produk bancassurance yang memberi manfaat asuransi jiwa berupa santunan meninggal dunia, bukan dan atau karena kecelakaan atau cacat tetap total karena kecelakaan. Sementara premi, minimal Rp50 juta dan maksimal Rp5 miliar.  Premi tersebut memang terbilang angka yang besar.

 

Junaidi menerangkan sebagian  besar dana yang dikumpulkan dari program JS Proteksi Plan diinvestasi ke pasar saham (repo saham) dan reksadana. Menurutnya, repo saham (repurchase agreement) merupakan pinjaman yang diberikan jaminan atau agunan berupa saham. Kemudian suku bunga yang cukup tinggi, sehingga resikonya pun tinggi. “Kondisi pasar yang fluktuatif menyebabkan return saham cenderung menurun dan menyebabkan kondisi keuangan Jiwasraya tertekan,” katanya.

 

Beresiko sistemik

Terpisah, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna berpendapat persoalan pengelolaan keuangan di tubuh PT Asuransi Jiwasraya bersifat masif dan berpotensi berisiko sistemik. Sebagai lembaga auditor negara, kata Agung, BPK telah mengaudit Jiwasraya sebanyak dua kali melalui pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Kemudian audit investigatif kurun waktu 2010 hingga 2019. 

 

“Hasilnya, masalah keuangan Jiwasraya amat besar dan ‘kesalahan yang sama’ diduga dilakukan berulangkali. Ini bisa saya sebut masalah yang gigantic dan beresiko sistemik,” ujarnya sebagaimana dikutip dari laman Antara.

 

Menurutnya, BPK terus berupaya merampungkan audit investigatif terhadap perusahaan asuransi plat merah itu. BPK bersama Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pun sedang melacak aliran uang dari premi produk Jiwasraya Saving Plan. Produk investasi ini berbalut asuransi JS Plan dinilai bermasalah karena penawarkan bunga tinggi, namun tidak berbanding lurus dengan kemampuan Jiwasraya.

 

Sementara Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan setidaknya terdapat 5.000 transaksi investasi yang berasal dari dana premi Jiwasraya. Ribuan transaksi itu bakal diteliti, tim Kejaksaan Agung untuk membongkar kasus PT Jiwasraya secara utuh. Karena itulah, Kejaksaan Agung enggan terburu-buru menaikan kasus ini (ke tahap penyidikan) dengan menetapkan status pihak tertentu sebagai tersangka. “Jangan sampai nantinya salah menetapkan tersangka,” kata Burhanuddin.

 

Burhanuddin meminta masyarakat bersabar dan terus memantau perkembangan kasus ini di Kejaksaan Agung, hingga ada penetapan tersangka saat yang tepat setelah mengantongi alat bukti yang cukup. Dia mengaku penyelidikan kasus Jiwasraya bukan perkara mudah. Dia memperkirakan penyelidikan kasus Jiwasraya ini bisa memakan waktu dua bulan terutama untuk mendalami ribuan transaksi tersebut.

 

“Kami perlu waktu (untuk mendapati) mana transaksi bodong, mana transaksi digoreng, mana transaksi yang benar. Kita tidak ingin gegabah karena akibatnya bisa tidak baik,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait