Mencermati Persoalan Aturan Main Uang Elektronik
Utama

Mencermati Persoalan Aturan Main Uang Elektronik

Meski diklaim PBI 20/2018 sudah cukup komperehensif, tetapi BI akan mengeluarkan PADG sebagai acuan bagi penerbit uang elektronik dan para pemangku kepentingan terkait perizinan, kegiatan transaksinya, dan pengawasannya.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Para narasumber diskusi bertajuk “Perkembangan Hukum, Bisnis dan Layanan Industri Fintech dan Ketentuan Uang Elektronik” yang diselenggarakan Hukumonline di Jakarta, Selasa (14/8). Foto: RES
Para narasumber diskusi bertajuk “Perkembangan Hukum, Bisnis dan Layanan Industri Fintech dan Ketentuan Uang Elektronik” yang diselenggarakan Hukumonline di Jakarta, Selasa (14/8). Foto: RES

Transaksi uang elektronik atau e-payment di Indonesia berkembang sangat pesat. Sebut saja nama yang sudah familiar di masyarakat seperti Go-Pay (Go-Jek), E-Money (Bank Mandiri), Flazz (Bank BCA), Tap Cash (Bank BNI) maupun Brizzi (Bank BRI). Hal ini bisa dilihat dari transaksi e-payment yang tercatat di Bank Indonesia (BI) yang transaksinya telah menembus Rp 4 miliar per Juli 2018. Tak hanya itu, pertumbuhan penyelenggara atau perusahaan penerbit e-payment pun jumlahnya meningkat menjadi 29 penerbit.

 

Regulasi mengenai e-payment ini juga telah diatur oleh BI sebagai lembaga pengawas melalui Peraturan BI Nomor 20 Tahun 2018 tentang Uang Elektronik. Regulasi tersebut merupakan penyempurnaan dari peraturan sebelumnya yang telah BI terbitkan pada 2016 silam.

 

Meski telah direvisi, ternyata aturan baru e-payment tersebut masih mendapat kritik dari pelaku usaha hingga hingga lawyer karena masih terdapat ketidakjelasan ketentuan dalam regulasi tersebut. Salah satunya, ketentuan mengenai jangka waktu dan dokumen perizinan yang dibutuhkan penyelenggara atau penerbit uang elektronik ini.  

 

Perihal ini disampaikan salah seorang Partner dari Kantor Hukum Arfidea Kadri Sahetapy-Engel Tisnadisastra (AKSET), Abadi Abi Tisnadisastra saat menjadi pembicara dalam acara Diskusi Hukumonline 2018 bertajuk “Perkembangan Hukum, Bisnis dan Layanan Industri Fintech dan Ketentuan Uang Elektronik” di Jakarta, Selasa (14/8/2018).

 

“Sering jadi pertanyaan mengenai mengenai spesifik time line (perizinan). Ada enggak spesifik time line-nya? Faktanya, paling tidak more than a year license itu keluar,” kata Abi juga yang berpengalaman menangani klien perusahaan jasa keuangan berbasis teknologi atau financial technology (fintech).

 

Menurut Abi, kejelasan jangka waktu perizinan untuk menerbitkan uang elektronik ini merupakan salah satu aspek yang paling diperlukan penerbit uang elektronik. Pasalnya, kejelasan jangka waktu penerbitan izin ini diperlukan untuk memberi kepastian investasi bagi penerbit uang elektronik.

 

Selain jangka waktu perizinan, Abi juga mengangkat belum detailnya syarat dokumen yang diperlukan bagi investor untuk mendapatkan perizinan menerbitkan uang elektronik. Karena itu, Abi berharap agar regulator dalam hal BI, segera menerbitkan aturan turunan dari PBI No. 20/2018 yang menjelaskan lebih lanjut jangka waktu dan kelengkapan dokumen perizinan uang elektronik ini.

 

Perlunya regulasi yang jelas dalam mengatur uang elektronik juga diutarakan Vice President Legal and Public Policy PT Dompet Karya Anak Bangsa (Go-Pay), Denise Lioe. Dalam kesempatan ini, Denise menyampaikan terdapat beberapa tantangan bagi penerbit uang elektronik sesuai aturan PBI 20/2018.

 

Dia mencontohkan salah satunya terdapat dalam Pasal 16 dan 17 PBI 20/2018 mengenai kewajiban bagi penyelenggara elektronik melaporkan setiap pengembangan produk dan/atau aktivitas uang elektronik serta kerja sama dengan pihak lain. Menurutnya, ketentuan tersebut satu sisi memberi perlindungan bagi konsumen, namun sisi lain dikhawatirkan dapat menghambat/mengganggu kegiatan bisnis penyelenggara.

 

Denise juga mempersoalkan mengenai mekanisme pengawasan yang dilakukan regulator serta kewajiban laporan harian rutin bagi penerbit uang elektronik seperti yang tercantum dalam Pasal 66 dan Pasal 68 PBI 20/2018. Karenanya, Denise berharap BI segera menerbitkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) untuk memberi kejelasan bagi penerbit uang elektronik, khususnya dalam tata cara pelaporan dan mekanisme pengawasan. “Saat ini, kami masih menunggu PADG-nya,” harapnya.

 

Akan diatur PADG

Sementara itu, Kepala Divisi Pengaturan Sistem Pembayaran BI, Sally M Hutapea mengatakan rincian dari PBI 20/2018 akan diatur segera dalam bentuk PADG. Dia menjelaskan pihaknya akan menerbitkan PADG tersebut pada Agustus ini. Menurutnya, PADG tersebut dapat menjadi acuan teknis bagi penerbit uang elektronik dan para pemangku kepentingan terkait perizinan, kegiatan transaksinya, dan pengawasannya. “Semoga Agustus ini bisa keluar PADG-nya,” kata Sally.

 

Meski demikian, Sally menyampaikan PBI 20/2018 tersebut sudah cukup komperehensif mengatur kegiatan penerbitan uang elektronik. Menurut dia, aturan tersebut sudah menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian seperti antisipasi risiko sistemik, pengelolaan keuangan yang sehat, perlindungan konsumen, bermanfaat bagi perekonomian, dan pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.

 

Pengaturan tersebut dapat terlihat dari beberapa kewajiban dalam proses dan syarat perizinan dan transaksinya, seperti pembatasan maksimal nilai atau saldo uang elektronik, batasan kepemilikan, kecukupan modal, pengelolaan dana hingga pengawasan secara rutin terhadap penerbit uang elektronik. “BI Perketat Izin Penerbitan Uang Elektronik, Begini Isinya”.

 

Sally mengakui selama ini ada hubungan antara penerbit uang elektronik dan penyelenggaraan kegiatan bisnis lain yang makin erat dan kompleks. Hal tersebut terlihat semakin banyaknya perusahaan e-commerce yang menggunakan uang elektronik dalam transaksinya. Sehingga, Sally menilai perlu ada penguatan pengawasan terintegrasi terhadap penerbit uang elektronik dan pihak terafiliasi yang berpotensi mempengaruhi kelangsungan penyelenggaraan uang elektronik ini.

 

“Penyelenggaran uang elektronik ini didasakan pada kondisi keuangan yang baik agar memberi manfaat bagi perekonomian dan mengedepankan perlindungan konsumen, pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta minimalisasi risiko sistemik. Kemudian, keterkaitan antara penyelenggaraan kegiatan uang elektronik dan penyelenggaraan kegiatan bisnis lain yang makin erat dan kompleks, khususnya yang dilakukan dalam satu entitas atau kelompok bisnis yang sama, menuntut penguatan pelaksanaan pengawasan secara terintegrasi,” katanya.

Tags:

Berita Terkait