Mencegah Penggunaan Setoran Dana Haji di Luar Peruntukan
Terbaru

Mencegah Penggunaan Setoran Dana Haji di Luar Peruntukan

Karena beredar informasi setoran dana haji yang tersimpan bakal digunakan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pemerintah perlu menjelaskan secara gamblang kepada masyarakat termasuk menjelaskan kondisi keuangan setoran dana haji milik calon jemaah.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Nampaknya Pemerintah Indonesia sudah bulat tak memberangkatkan calon jemaah haji ke Tanah Suci Mekkah. Namun, beredar informasi bahwa setoran dana haji yang tersimpan bakal digunakan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Untuk itu, calon jemaah haji yang batal berangkat harus diberi keleluasaan untuk menarik kembali setoran dana hajinya.  

Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan mengatakan ketidaksetujuannya bila dana haji digunakan untuk keperluan di luar peruntukan haji. Penegasan ketidaksetujuan tersebut juga disampaikan terhadap wacana pengalihan dana haji untuk keperluan pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Dia melihat wacana penggunaan dana haji untuk pembangunan infrastruktur kembali bergulir setelah Kementerian Agama (Kemenag) resmi mengumumkan pembatalan keberangkatan calon jamaah haji periode 1442 H/2021 M. Akibatnya, kebijakan tersebut mengecewakan banyak pihak, terutama calon jemaah haji.

Anggota Komisi I DPR ini berpendapat keputusan tersebut membuat daftar tunggu (waiting list) calon jemaah haji menjadi lebih lama dan panjang. Daftar tunggu keberangkatan jemaah haji sudah mencapai 5.017.000 orang. Sementara dana calon jamaah haji yang terkumpul telah mencapai Rp150 triliun. Karenanya, pemerintah tak boleh menambah kekecewaan masyarakat dengan menggunakan dana haji untuk keperluan lain.

“Pemerintah harus mampu menjawab informasi pemakaian dana haji untuk keperluan pembangunan infrastruktur yang berkembang di tengah masyarakat,” ujarnya di Komplek Gedung Parlemen, Senin (7/6/2021). (Baca Juga: Batal Berangkat, BPKH Pastikan Dana Calon Jemaah Haji Aman)

Menurutnya, kekecewaan para calon jemaah haji sangat beralasan. Sebab calon jemaah haji telah mengantri dan menabung sejak lama untuk mendapatkan kesempatan berangkat ke Tanah Suci Mekkah. Dia pun mendorong pemerintah melalui Kemenag dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dapat memberikan penjelasan dan konfirmasi secara utuh.

“Pemerintah harus segera menjawab pemberitaan mengenai penggunaan dana haji untuk infrastruktur ini agar tidak menambah kekecewaan masyarakat,” ungkap Syarief Hasan.

Ia juga mendorong Pemerintah untuk melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menyelesaikan persoalan, khususnya yang berkaitan dengan kebijakan keagamaan. “Pemerintah harus melibatkan ulama, MUI, tokoh agama, dan tokoh adat untuk menyelesaikan persoalan yang menyangkut keagamaan, termasuk perihal informasi mengenai penggunaan dana haji yang bukan peruntukannya,” ujar politisi senior Partai Demokrat itu.

Senada, anggota Komisi X Prof Zainuddin Maliki mengatakan BPKH telah manjamin keamanan dana haji serta tidak digunakan bagi kepentingan lain. Ternasuk kepentingan investasi di bidang pembangunan infrastruktur. Namun publik pun tak sedikit yang menyangsikan penjelasan pihak BPKH. Pasalnya BPKH dianggap tidak terlampau transparan menjelaskan arus kas dana haji. Apalagi masyarakat, khususnya calon jemaah haji tak tahu menahu dana setorannya dibelikan  sukuk dan berapa imbalan yang diperoleh dari keuntungan hasil kegiatan investasi tersebut.

“Juga tidak pernah ada laporan neraca tahunan kepada publik sebagaimana yang selalu dilakukan oleh perusahaan yang menjunjung tinggi akuntabilitas keuangannya kepada masyarakat,” bebernya.

Dia menilai spekulasi penggunaan dana haji di luar peruntukannya semakin menguat di tengah-tengah isu pemerintah kesulitan pendanaan pembangunan. Sumber pajak pun tak mencapai target yang diharapkan. Sementara sumber dana pinjaman luar negeri menurut laporan BPS hutang negara per April 2021 sudah mencapai Rp 6.527,29 triliun yang berarti mencapai 41,18 persen rasio hutang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut pun meningkat dari awal tahun 2021 di angka 38,68 persen.

Prematur

Prof Zainuddin Maliki melanjutkan soal keputusan pemerintah tak memberangkatkan calon jamaah haji pun dinilai prematur, bahkan terburu-buru tanpa melihat terlebih dahulu perkembangan dari Pemerintah Arab Saudi. “Pembatalan haji yang diumumkan pemerintah terlalu prematur dan tidak clear,” ujarnya.

Pemerintah sejatinya masih dapat memastikan agar mendapat kuota jemaah haji ke pemerintah Arab Saudi tahun 1442 H. Namun lagi-lagi keputusan pemerintah melalui Kementerian Agama justru malah mengecewakan banyak calon jemaah. Ibarat pepatah, pembatalan keberangkatan ibadah calon jemaah haji menjadi pil pahit. Maklum, sejak terjadinya wabah Covid-19, kali kedua calon jamaah Indonesia tak dapat melaksanakan ibadah haji.

Keputusan pembatalan keberangkatan jemaah Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 660 Tahun 2021 yang ditetapkan pada 3 Juni 2021. Dia khawatir keputusan yang tidak terang benderang itu menimbulkan spekulasi bagi masyarakat. Kepercayaan terhadap pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin pun maupun penyelenggara ibadah haji bisa merosot.

Pelaksana Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama (Kemenag) Khoirizi menampik tudingan keputusan diambil terburu-buru dan prematur. Menurutnya, keputusan tersebut diambil setelah melakukan kajian mendalam dari aspek kesehatan, pelaksanaan ibadah, hingga waktu persiapan. “Tidak benar kalau dikatakan terburu-buru,” kata Khoirizi.

Menurutnya, pemerintah telah melakukan serangkaian pembahasan dalam rapat kerja, hingga rapat panitia kerja (Panja) Haji dengan Komiisi VIII DPR. Meski berharap adanya penyelenggaraan haji pada 1442 H, namun tak dapat memaksakan akibat situasi wabah Covid-19 yang tak kunjung mereda. Bahkan, Kemenag telah melakukan serangkaian persiapan hingga merumuskan mitigasinya sejak Desember 2020. Beragam skenario telah disusun mulai kuota normal, hingga pembatasan kuota 50 persen, 30 persen, sampai 5 persen.

Membangun komunikasi dengan Duta Besar Arab Saudi pun telah dilakukan. Boleh dibilang, berbagai upaya telah ditempuh, kendati faktanya hingga 23 Syawal 1442 H, pemerintah Arab Saudi belum pula mengundang pemerintah Indonesia membahas maupun menandatangani nota kesepahaman persiapan penyelenggaraan ibadah haji 1442H/2021 M.

“Ini bahkan tidak hanya Indonesia, tapi semua negara. Jadi sampai saat ini belum ada negara yang mendapat kuota, karena penandatanganan nota kesepahaman memang belum dilakukan,” katanya.

Sebelumnya, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Angggito Abimanyu menilai dana jemaah haji yang sudah terbayarkan lunas tetap berada dalam pengelolaan lembaga yang dipimpinnya. Dia memastikan dana jamaah haji yang dikelola dalam keadaan aman. Sebab, dana jamaah haji itu tersimpan di Bank Syariah.

“Perlu kami jelaskan, bahwa seluruh dana yang kami kelola aman,” ujar Anggito Abimanyu dalam konfrensi pers di Gedung Kementerian Agama, Kamis (3/6/2021).

Pelaksanaan pengelolaan keuangan haji oleh BPKH diatur dengan UU No.34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Aturan pelaksananya diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.5 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan UU No.34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Terhadap pembatalan keberangkatan calon jemaah haji periode 1442 H/2021 M, BPKH bakal mengelola dana jamaah haji sesuai aturan dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) No.660/2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji 1442 H/2021 M.

Tags:

Berita Terkait