Menanti Nasib Lili Pintauli Paska Pemecatan Robin
Terbaru

Menanti Nasib Lili Pintauli Paska Pemecatan Robin

Dewas akan segera meminta keterangan Lili.

Aji Prasetyo
Bacaan 4 Menit
AKP Stepanus Robin Pattuju. Foto: RES
AKP Stepanus Robin Pattuju. Foto: RES

Dewan Pengawas (Dewaas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan AKP Stepanus Robin Pattuju bersalah melakukan pelanggaran berat kode etik dan pedoman perilaku. Robin adalah penyidik KPK yang berasal dari instansi kepolisian yang diduga menerima uang suap berkaitan dengan perkara Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial terkait dengan pengurusan perkara korupsi.

Ketua Dewas Tumpak Panggabean menyatakan setidaknya ada tiga kesalahan utama yang dilakukan Robin. Pertama berhubungan langsung dan tidak langsung dengan tersangka terpidana dan pihak lain yang berperkara yang ditangani oleh KPK. Kedua menyalahgunakan pengaruh selaku penyidik untuk kepentingan pribadi dan ketiga menyalahgunakan tanda pengenal insan KPK sebagaimana diatur dalam pasal 4 huruf a b dan c Peraturan Dewas Nomor 2 tahun 2020 tentang penindakan kode etik dan pedoman perilaku.

“Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai KPK,” ujar Tumpak dalam putusannya, Senin (31/5).

Albertina Ho, salah satu anggota Dewas menambahkan setidaknya ada dua pertimbangan memberatkan dalam putusan ini, dan sama sekali tidak ada pertimbangan meringankan. Pertama Robin selaku terperiksa telah menikmati hasil dari perbuatannya berupa uang kurang lebih sejumlah Rp1,697,5 miliar yang diduga diberikan oleh M Syahrial.

“Terperiksa juga telah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh Pimpinan instanasi asal sebagai pegawai negeri yang dipekerjakan KPK,” terangnya.

Robin sendiri menyampaikan permintaan maaf kepada lembaga antirasuah. Namun, maaf yang paling dalam disampaikan Robin kepada institusi Polri tempatnya berasal. "Saya minta maaf kepada institusi KPK, saya minta maaf sedalam-dalamnya kepada institusi asal saya Polri," kata Robin usai menjalani putusan sidang etik yang diselenggarakan Dewan Pengawas (Dewas) KPK di ACLC, Jakarta Selatan, Senin (31/5).

Alumnus Akademi Kepolisian (Akpol) 2009 itu mengaku akan menjalani kasus yang tengah dihadapinya. Termasuk putusan pemecatan dengan tidak hormat (PDTH) yang diberikan Dewas KPK kepada Robin. “Saya bisa menerima, saya bisa mempertanggungjawabkan apa yang sudah saya lakukan,” sambungnya.

Nasib Lili

Kepada wartawan dalam konferensi pers, Tumpak menyatakan pihaknya belum bisa berbicara banyak mengenai apakah ada pegawai lain yang juga diduga ikut terlibat dalam perkara ini. Ia meminta masyarakat menunggu proses hukum dugaan tindak pidana suap terhadap Robin yang penyidikannya sedang dilakukan KPK.

Namun Tumpak memberikan tanggapan berbeda saat ditanya tentang dugaan keterlibatan salah satu Komisioner KPK Lili Pintaui Siregar. Menurut pria yang berlatar belakang jaksa ini, pihaknya akan segera melakukan pemanggilan terhadap Lili atas dugaan pelanggaran etik yang dilaporkan Masyarakat Anti Korupsi atau MAKI karena diduga berhubungan dengan Syahrial terkait dengan perkara ini.

“Sudah kami lakukan pengumpulan bahan keterangan tentu gak lama lagi akan kami periksa. Kalau benar pelanggaran etik atau kalau apa yang diinformasikan itu benar tentu akan kita lakukan pemeriksaan sampai tuntas,” pungkasnya.

Syahrial bukan hanya menjalin komunikasi dengan Robin, tetapi juga sempat beberapa kali melakukan percakapan dengan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Meski KPK tidak menemukan bukti percakapan tersebut, bekas Ketua DPRD Tanjungbalai itu mengaku sempat berkomunikasi dengan Lili beberapa kali.

Salah satunya terjadi pada pertengahan 2020, sebelum Pilkada Tanjungbalai digelar. Dalam pesan melalui WhatsApp, Lili memberi tahu Syahrial tentang perkembangan kasus jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Tanjungbalai. Kala itu KPK dalam proses penyelidikan terbuka terhadap dugaan kasus korupsi tersebut, yang diduga melibatkan Syahrial. Penyelidikan terbuka adalah metode untuk mencari tindak pidana, salah satunya dengan proses wawancara. 

Namun dalam konferensi pers kepada wartawan, Lili membantah hal tersebut. "Saya tidak pernah menjalin komunikasi dengan tersangka MS terkait penanganan perkara yang bersangkutan, apalagi membantu dalam penanganan perkara yang sedang ditangani oleh KPK," ujar Lili dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (30/4).

Kontroversi kembali terjadi setelah adanya informasi jika Ketua KPK melalui ajudannya ingin menutupi keterlibatan Lili dengan meminta berkas penyidikan kepada salah satu penyidik. Sayangnya, penyidik tersebut enggan memberikan karena berkas perkara termasuk dalam kategori rahasia, ia akhirnya memberikan berkas tersebut kepada atasannya.

Lagi-lagi informasi ini dibantah oleh KPK dengan menyebut hal itu hanyalah kesalahpahaman belaka. Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan, permintaan ini terjadi pada 5 Mei lalu. Saat itu, pimpinan menggelar rapat terkait dugaan korupsi jual beli jabatan di Kota Tanjungbalai dan meminta berita acara hasil kesimpulan gelar perkara atau ekspose pimpinan terdahulu.

“Saat pimpinan sedang menggelar rapat pada tanggal 5 Mei 2021 dan meminta berita acara hasil kesimpulan ekspose pimpinan terdahulu dan bukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) mengenai penanganan perkara jual beli jabatan di kota Tanjungbalai,” kata Ali, (24/5).

Permintaan ini dimaksudkan untuk memperkuat penjelasan jika ekspose terkait perkara jual beli jabatan oleh M Syahrial telah digelar oleh pimpinan KPK pada periode sebelumnya. Adapun berita acara hasil ekspose yang diminta berisi notulensi rapat proses penanganan perkara. Menurutnya berita hasil pemeriksaan perkara ini diminta oleh semua pimpinan dan tidak hanya atas permintaan ketua KPK.

Hanya saja, terjadi salah paham antara sekretaris Ketua KPK saat meminta berita acara ekspose kepada kepala satuan tugas (kasatgas) penyidikan yang menangani dugaan korupsi ini. “Yang kemudian Kasatgas mengirimkan email kepada Direktur Penyidikan yang berisi BAP Perkara. Karena yang diminta berita acara ekspose maka email tersebut diabaikan,” ungkap Ali.

Selanjutnya, karena kesalahpahaman ini, sekretaris ketua melalui sekretariat penyidikan meminta kembali meminta berkas yang dimaksud. Ali mengklaim pihaknya menjalankan semua pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Tags:

Berita Terkait