Menanti Keseragaman Mekanisme Sidang PKPU dan Kepailitan di Masa Pandemi
Berita

Menanti Keseragaman Mekanisme Sidang PKPU dan Kepailitan di Masa Pandemi

Sudah ada yang menggelar rapat PKPU secara virtual. Masih bergantung pada inisiatif tim kurator atau pengurus.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di ruang sidang. Foto: RES
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di ruang sidang. Foto: RES

Berbeda dengan persidangan perdata yang bisa dilakukan melalui e-Court serta sidang Pidana yang juga bisa dilakukan virtual atas dasar MoU MA-Kejaksaan dan Kemenkumham, penanganan perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) hingga kini belum memiliki acuan hukum yang pasti. Terutama terkait pelaksanaan rapat-rapat kreditur di tengah pandemi Covid-19. Alhasil, belum ada keseragaman bagaimana proses persidangan di lima wilayah Pengadilan Niaga yang ada di Indonesia.

 

Berdasarkan informasi yang diperoleh hukumonline, sudah ada yang melakukan rapat-rapat PKPU secara virtual. Namun sidang secara online ini dilaksanakan atas inisiatif tim kurator atau pengurus yang menangani kasus. Sebagian sidang kasus kepailitan dan PKPU masih dilaksanakan di pengadilan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

 

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya –sebagaimana diubah dengan SEMA No. 2 Tahun 2020—sebenarnya sudah memberikan acuan bagaimana sidang dilaksanakan. Sidang kepailitan adalah perkara yang prosesnya dibatasi jangka waktu tertentu. Dalam konteks ini, SEMA menyebutkan: ‘Terhadap perkara-perkara yang dibatasi jangka waktu pemeriksaannya, hakim dapat menunda pemeriksaan walaupun melampaui tenggat waktu yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Cuma, Panitera harus mencatat dalam Berita Acara Sidang mengenai adanya keadaan luar biasa.

 

Selain itu, disebutkan pula dalam SEMA, jika ada perkara yang tetap harus disidangkan, maka majelis dapat menunda persidangan dan membatasi jumlah pengunjung sidang; deteksi suhu tubuh sebelum sidang dan melarang kontak fisik; dan para peserta sidang dapat menggunakan alat pelindung diri seperti masker dan sarung tangan.

 

Di wilayah Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang, PKPU Duniatex Group dengan nilai tagihan diketahui mencapai Rp22 triliun merupakan salah satu kasus besar yang telah menggelar rapat pembahasan proposal perdamaian bersama para kreditor secara virtual via aplikasi zoom cloud. Usul itu berawal dari inisiatif Tim Pengurus PKPU atas persetujuan Hakim Pengawas. Dengan begitu, adanya travel restriction tak menghalangi para kreditur baik dalam maupun luar negeri untuk ikut serta dalam pembahasan rencana perdamaian.

 

(Baca juga: Sah! Perpanjangan PKPU Tetap Duniatex Diputus 90 Hari)

 

Pengurus PKPU Duniatex Group, Alfin Sulaiman menjelaskan pihaknya akan mencoba melakukan e-voting melalui zoom cloud. Dokumen/formulir pendukung terkait sikap mereka terhadap proposal perdamaian (menyetujui/menolak) juga akan dikirimkan oleh Tim Pengurus kepada kreditor via email. “Ini yang akan kita coba dalam kasus PKPU Duniatex, semoga bisa menjadi acuan setiap proses PKPU ke depan,” tukasnya.

 

Dalam kasus lain yang ditangani Alfin, di wilayah Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat, Hakim Pengawas menghendaki rapat (sidang) tetap dilakukan secara fisik dengan beberapa pembatasan. Misalnya, satu kreditor cukup diwakii satu orang, wajib menggunakan masker dan tim pengurus diminta untuk menyediakan hand sanitizer untuk para kreditor sebelum memasuki ruang verifikasi tagihan.

 

Lain pula dengan kebijakan yang diambil di wilayah hukum Pengadilan Niaga pada PN Surabaya. Dari pengamatan Alfin, Hakim Pengawas ada yang mengambil inisiatif untuk menunda segala bentuk rapat-rapat kreditor tanpa terikat jangka waktu proses PKPU. Padahal, UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) telah menetapkan jangka waktu PKPU Sementara tak lebih dari 45 hari, dan untuk PKPU tetap tak lebih dari 270 hari. “Sehingga secara hukum hal ini dapat dipertanyakan apakah boleh hakim pengawas menyimpangi ketentuan Undang-undang?,” katanya.

 

Tak Semua Bisa Online

Walaupun PKPU Duniatex digelar secara virtual, namun Alfin tak menampik jika memang ada jenis perkara tertentu dalam PKPU yang sangat sulit dilakukan tanpa adanya pertemuan fisik, misalnya ketika tim pengurus perlu memverifikasi keabsahan dan keaslian dokumen pengajuan tagihan kreditor. Di situ, pertemuan tatap muka masih sangat diperlukan dengan pihak kreditor.

 

Sejauh proses yang sudah ditempuh, Alfin tak menampik adanya persoalan yang muncul. Memastikan keabsahan dokumen sulit dilakukan dalam sidang daring, kecuali sudah ada acuan tim pengurus untuk bersikap terkait keabsahan suatu dokumen digital. Di luar persoalan keabsahan dokumen itu, penerimaan tagihan bisa diakomodasi via email terlebih dahulu dan pembahasan proposal dapat dilakukan via aplikasi online meeting yang tersedia.

 

“Harusnya bisa dilakukan MoU Bersama dengan Organisasi Kurator & Pengurus dengan MA dan Kemenkumham (Dirjen AHU), atau setidaknya MA mengeluarkan Perma, sehingga ada acuan bagi Pengurus, Kurator dan Hakim Pengawas,” harapnya.

 

Advokat sekaligus pakar di bidang Kepailitan dan PKPU, James Purba menyebut Pengurus kini banyak diminta untuk mengirimkan penerimaan tagihan secara online (via email), untuk dokumen tagihan dengan lampiran yang banyak, bisa dikirimkan lewat kurir. Namun ia juga mencatat tak semua proses penyelesaian perkara dalam PKPU bisa dilakukan secara virtual, utamanya terkait rapat verifikasi utang/tagihan.

 

“Ada hal-hal yang memang tak bisa dilakukan melalui virtual meeting. Yang Namanya verifikasi tagihan kan harus dilihat dokumennya, jadi agak susah. Lain dengan meeting-meeting yang pembuktiannya kurang signifikan. Itu bisa dilakukan virtual,” terang James.

 

Plus Minus PKPU Online

Kuasa hukum kreditur Bank ING Group NV (sebuah Bank yang bermarkas di Amsterdam) untuk PKPU Duniatex Group, Bilal Anwari dari firma hukum ABNR, mengapresiasi terobosan yang dilakukan tim pengurus PKPU Duniatex. Mengingat PKPU Duniatex melibatkan banyak kreditur baik dalam dan luar negeri, maka opsi virtual meeting, kata Bilal, merupakan upaya terbaik untuk meminimalisasi penyebaran Covid-19. Kendati demikian, koneksi yang masih kurang stabil ketika pemaparan presentasi secara virtual menjadi tantangan tersendiri. “Mode video dan voice kadang dibuat dalam mode silent (mute) agar jaringan tidak berat dan down,” katanya.

 

Selain itu, waktu rapat juga sangat terbatas dalam meeting virtual ini. Apabila platform fee admission habis maka layanan bisa terputus. Ia mencontohkan aplikasi zoom misalnya yang hanya memiliki waktu free 40 menit. Bahkan dalam pertemuan virtual sebelumnya, katanya, kreditur belum bisa melakukan tanya jawab, sehingga diskusi masih searah. Hal ini tentu sangat berbeda dengan rapat kreditur yang dijalankan secara tatap muka. Bahkan bila rapat kreditur digelar di pengadilan, waktu pelaksanaannya bisa sampai jam tutup pengadilan.

 

Namun ia tak menampik bila pelaksanaan rapat kreditur via online platform ini lebih efektif, efisien dan berbiaya ringan ketimbang harus digelar secara fisik di pengadilan. Disamping bahaya risiko penyebaran Covid-19, waktu dan biaya yang harus dikeluarkan untuk transport dan akomodasi ke Pengadilan juga dipandangnya lebih mahal dan tidak efektif. Selain itu, ia juga turut mengapresiasi upaya tim pengurus untuk menyampaikan email secara bilingual. “Sangat membantu tim kuasa hukum kreditur luar negeri yang perlu menyampaikan report kepada kliennya masing-masing,” tukasnya.

 

 

Simak Informasi Penting Covid-19 Lainnya:

 

Tags:

Berita Terkait