Menanti Akhir Cerita Berburu Harun Masiku
Feature

Menanti Akhir Cerita Berburu Harun Masiku

Ada dugaan sponsor yang bantu Harun Masiku selama pelarian.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Jika ada salah satu buronan paling dicari di Indonesia, nama Harun Masiku menjadi daftar paling atas. Sejak Januari 2020, Harun yang merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini masuk sebagai daftar pencarian orang (DPO) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia tersangkut kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan penetapan anggota DPR RI Terpilih 2019-2024.

Kasus ini bermula saat Harun mencalonkan diri sebagai Daftar Calon Tetap (DCT) sebagai anggota DPR RI dari PDIP untuk Daerah Pemilihan Sumatera Selatan 1 (Dapil Sumsel 1) pada Pemilu 2019 silam. Harun diduga memberi sejumlah uang kepada Wahyu Setiawan Komisioner KPU melalui salah seorang staf di DPP PDIP sebesar Rp 850 juta. Uang ini diduga untuk membantunya menjadi Anggota DPR RI Pengganti Antar Waktu menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal sebelum Pemilu 2019 dilakukan.

Baca Juga:

Atas hal tersebut, Harun disangkakan melakukan dugaan tindak pidana Korupsi karena memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. Hal ini sesuai dengan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selama masa buron, keberadaan Harun pun tidak ada kejelasan. Harun sempat melarikan diri ke Singapura. Lalu, ada informasi dia berada di Indonesia. Yang jelas, hingga saat ini, Harun masih belum jelas keberadaannya.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya menyampaikan pemburuan buron koruptor sebenarnya bukan barang baru di Indonesia. Sebelumnya, ada kasus penangkapan eks bendahara Partai Demokrat, Nazaruddin di Kolombia oleh KPK. Hanya saja, Diky menyampaikan komitmen penegak hukum untuk menangkap Harun dipertanyakan.

“Persoalannya balik lagi bukan bisa tidak bisa tapi mau tidak mau. Kalau sudah tahu lokasi di Jakarta, mereka (KPK) bisa mengerahkan tim dan bekerja sama dengan kepolisian atau aparat penegak hukum lain mengejar Harun Masiku,” ungkap Diky, Senin (22/7).

Diky menyampaikan pengungkapan kasus Harun secara mendalam penting dilakukan. Hal ini diperlukan untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam rantai kasus Harun.

“Pertanyaan lebih lanjut, siapa Harun yang bisa akses ke Wakil Ketua KPU. Dan kasih uang sebesar Rp 1,2 miliar secara berjenjang. Ini menimbulkan syak wasangka di masyarakat. Pasti ada yang mensponsori dan bantu pelarian, ketika Harun ditangkap ada pejabat teras partai yang terlibat. Ini yang perlu dibongkar KPK,” ungkap Diky.

ICW juga menduga terdapat keganjilan penanganan perkara ini yang sebenarnya sudah tampak sejak awal. Beberapa catatan ICW yaitu pembiaran dari Pimpinan KPK terhadap pegawai yang diduga disekap di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian pada 2020 lalu. Kemudian, pemulangan paksa penyidik kompol Rossa Purbo Bekti ke Kepolisian yang dilakukan oleh Pimpinan KPK. Selain itu, gagalnya penyegelan Kantor DPP PDIP hingga pimpinan KPK memberhentikan pegawai yang menangani perkara Masiku melalui Tes Wawasan Kebangsaan.

“Kalau KPK dulu bisa menangkap Nazaruddin hingga Kolombia, ini kenapa susah sekali. Sebetulnya kalau memang serius untuk komisioner KPK periode ini maka penangkapan Harun Masiku hingga sponsor di baliknya maka jadi pertaruhan terakhir mengembalikan marwah KPK,” tegas Diky.

Maju Mundur Kasus Harun Masiku

Angin segar perkembangan kasus Harun di KPK sebenarnya berhembus saat Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menjanjikan menangkap tersangka dalam 7 hari pada awal Juni lalu. Namun, hingga saat ini, KPK belum juga menangkap Harun.

“Memang tidak mudah, tapi kami meyakini bahwa cepat atau lambat nanti pasti akan ketemu juga," ungkap Alex pada Selasa (9/7) lalu.

Meski demikian, proses pemeriksaan kasus Harun masih berjalan di KPK hingga saat ini. Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto sempat menjalani pemeriksaan di KPK pada Juni lalu. Dalam pemeriksaan tersebut, KPK menyita HP milik Hasto untuk kepentingan penyidikan.

Nama Hasto terjerat dalam pusaran kasus Harun karena dalam proses persidangan kasus Wahyu Setiawan yang sudah menjadi tersangka sebelumnya. Hasto meminta KPU mengalihkan suara Nazarudin Kiemas, Nomor urut 1, Dapil Sumsel I, suara sahnya dialihkan kepada calon atas nama Harun. Sehingga, Harun yang melenggang ke Senayan menggantikan Riezky Aprilia caleg nomor urut 2 Dapil Sumsel 1.

Perlu diketahui, proses pengalihan suara Nazaruddin ke Harun tidak sesuai dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam Pasal 426 ayat 3, peralihan suara pada caleg yang telah meninggal diberikan kepada calon terbanyak berikutnya yaitu Riezky Aprilia. Namun, PDIP meminta KPU menjalankan putusan Mahkamah Agung Nomor 57 P/HUM/2019 yang pada pokoknya meminta calon yang telah meninggal dunia atas nama Nazarudin Kiemas, Nomor urut 1, Dapil Sumsel I, suara sahnya dialihkan kepada calon atas nama Harun.

Terbaru, KPK seharusnya memeriksa Hasto kembali pada Jumat (9/7). Namun, pemeriksaan tersebut dalam perkara berbeda. Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Hasto dipanggil dalam kapasitasnya sebagai konsultan.

Dalam keterangannya kepada wartawan, Hasto sendiri tidak dapat memenuhi panggilan tersebut karena berada di Jogja. Hasto memastikan dirinya akan memenuhi panggilan KPK berikutnya. "Kami akan hadir, karena kami sejak awal punya komitmen yang sangat besar, terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi," ucap Hasto seperti dikutip dari Antaranews.

Tags:

Berita Terkait