Menaker Minta Serikat Buruh Pikirkan Ulang Aksi Mogok Nasional
Utama

Menaker Minta Serikat Buruh Pikirkan Ulang Aksi Mogok Nasional

Menaker mengklaim telah mengakomodir aspirasi buruh dalam RUU Cipta Kerja. Serikat buruh menyebut ini basa-basi.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Mereka merasa hak-hak buruh dikurangi, seperti hak tidak bekerja dengan tetap menerima upah. Misalnya, pekerja yang melangsungkan perkawinan, anak disunat/baptis, menjalankan ibadah haji dan sebagainya dimana ketentuan ini dalam UU No.13 Tahun 2003 tetap dibayar upahnya. Kalangan pengusaha juga mengeluhkan ketentuan ini karena dinilai merugikan dan tidak masuk logika.

Kemudian kalangan pengusaha juga mengeluhkan adanya kewajiban sweetener yang harus dibayar kepada pekerja dengan masa kerja mulai 0 tahun dengan batas threshold sebesar Rp20 juta maksimal 5 kali upah atau tidak lebih dari Rp100 juta. Karena itu, Ike berpendapat tidak ada regulasi yang sempurna termasuk RUU Cipta Kerja.

Dia meminta masyarakat juga harus menganalisa isu yang beredar karena banyak berita yang tidak tepat mengabarkan isi UU Cipta Kerja, misalnya ada yang menyebut upah minimum dihapus. “Jika nanti setelah disahkan ternyata memang melanggar konstitusi, pekerja maupun pengusaha bisa mengambil langkah hukum sesuai jalurnya. Mogok dan unjuk rasa, terlebih dalam kondisi perekonomian Indonesia di depan resesi akan memperburuk kondisi Indonesia,” kata Ike.

Tidak bijak

Sekjen OPSI, Timboel Siregar, menilai surat tersebut bagian dari upaya Menaker untuk mengajak seluruh buruh untuk menerima UU Cipta Kerja yang telah disahkan rapat paripurna DPR. Tapi surat itu tidak bijak “mempertentangkan” antara pekerja dan pengangguran. Sebab, belum tentu UU Cipta Kerja mampu menyerap pengangguran dan bahkan berpotensi menciptakan pengangguran.

Mengenai dialog yang disebut Menaker, Timboel menilai itu hanya pembicaraan satu arah sepihak dari pemerintah kepada serikat buruh. Jika serius ingin dialog, seharusnya ada masukan buruh yang diadopsi pemerintah. Menaker harus menunjukan pasal mana saja yang merupakan aspirasi buruh yang diakomodir pemerintah. Soal PKWT, outsourcing, dan syarat PHK yang disebut masih mengacu UU Ketenagakerjaan, Timboel mengusulkan agar dibaca kembali ketentuan yang ada dalam UU Cipta Kerja.

“Saya kira pernyataan Menaker yang menyebut ‘banyak sekali aspirasi teman teman yang kami akomodir’ adalah kebohongan publik yang tidak perlu disampaikan ke publik,” kata Timboel ketika dihubungi, Selasa (6/10/2020).

Timboel menilai cara berpikir UU Cipta Kerja menyuburkan konflik hubungan industrial. Tentu ini kontra produktif dengan semangat mengundang investor ke Indonesia. Sekalipun investor diberi karpet merah, tapi jika konflik hubungan industrial malah semakin banyak investor akan berpikir ulang untuk datang ke Indonesia. “Buat apa Menaker mengajak duduk bareng serikat buruh ketika UU Cipta Kerja sudah disahkan? Saya kira itu sekadar basa-basi. UU Cipta Kerja membuat hubungan industrial makin redup,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait