Menaker: Kenaikan Upah Minimum 2023 Berdasarkan Kemampuan Daya Beli
Utama

Menaker: Kenaikan Upah Minimum 2023 Berdasarkan Kemampuan Daya Beli

Isi Permenaker No.18 Tahun 2022 meliputi penyempurnaan formula penghitungan upah minimum dan waktu penetapan upah minimum. Kenaikan Upah Minimum 2022, yang mengacu pada PP No.36 Tahun 2022, dinilai tidak seimbang dengan kenaikan harga barang.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Foto: Istimewa
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Foto: Istimewa

Hampir semua daerah di Indonesia masih membahas penetapan upah minimum tahun 2023. Menteri Ketenagakerjaam Ida Fauziyah, mengatakan upah minimum adalah salah satu instrumen mewujudkan hak pekerja/buruh untuk mendapat penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Upah minimum adalah jaring pengaman sosial agar pekerja/buruh tidak jatuh dalam jurang kemiskinan, sehingga berdampak pada kesehatan dan mempengaruhi produktivitas. Ida menjelaskan ada banyak hal yang dipertimbangkan dalam penetapan upah minimum seperti keberlangsungan usaha dan penciptaan lapangan kerja baru.

Sebelum terbit PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, Ida menilai terjadi kesenjangan antar wilayah yang sangat tinggi. Dampaknya tak hanya terhadap iklim usaha dan penciptaan lapangan kerja antar wilayah, tapi juga produktivitas dan kesejahteraan masyarakat.

Baca Juga:

Bagi Ida PP No.36 Tahun 2021 hadir mengurangi kesenjangan tersebut dengan cara mendorong pemerataan besaran upah minimum antar wilayah. Harapannya akan terjadi perluasan dan pemerataan kesempatan kerja yang berkelanjutan untuk jangka waktu menengah dan panjang.

Ida menjelaskan perekonomian secara umum belum pulih akibat dampak pandemi Covid-19. Persoalan itu bertambah berat karena situasi ekonomi global mengalami ketidakpastian, sehingga menekan pemulihan perekonomian nasional. Mayoritas perekonomian nasional ditopang konsumsi masyarakat. Oleh karena itu penting untuk menjaga daya beli masyarakat.

“Penetapan upah minimum melalui formula PP No.36 Tahun 2021 belum dapat mengakomodir dampak sosio-ekonomi masyarakat. Akibatnya kenaikan upah minimum tahun 2022 tidak seimbang dengan kenaikan harga barang, sehingga daya beli pekerja/buruh turun,” kata Ida dalam video yang diunggah Kementerian Ketenagakerjaan, Sabtu (19/11/2022) kemarin.

Ida khawatir penetapan upah minimum tahun 2023 akan memberikan dampak serupa terhadap pekerja/buruh. Guna mengurangi dampak tersebut pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan kebijakan agar penghitungan upah minimum tahun 2023 berdasarkan (disesuaikan, red) pada kemampuan daya beli (masyarakat, red) yang diwakili variabel tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang tercipta dari indikator produktivitas dan perluasan kesempatan kerja.

Menurut Ida, sedikitnya ada 2 hal penting yang diatur dalam Permenaker No.18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Pertama, menyempurnakan formula penghitungan upah minimum. Formula itu digunakan untuk daerah yang sebelumnya sudah memiliki upah minimum. Formula itu yakni UM(t+1)=UM(t) + (Penyesuaian Nilai UM x UM(t)) dengan keterangan UM(t+1) yakni upah minimum yang akan ditetapkan; UM (t) yaitu upah minimum tahun berjalan; Penyesuaian Nilai UM yakni penyesuaian nilai upah minimum yang merupakan penjumlahan antara inflasi dengan perkalian pertumbuhan ekonomi dan α.

Formula untuk menghitung Penyesuaian Nilai UM = Inflasi + (PE x α). Penyesuaian Nilai UM yakni penyesuaian nilai upah minimum yang merupakan penjumlahan antara inflasi dengan perkalian pertumbuhan ekonomi dan α. Inflasi provinsi yang dihitung dari periode September tahun sebelumnya sampai dengan periode September tahun berjalan, serta pertumbuhan ekonomi.

Penentuan nilai α (alpha) mempertimbangkan produktivitas dan perluasan kesempatan kerja. Penyesuaian nilai UM baik provinsi dan kabupaten kota tidak lebih 10 persen,” ujar Ida.

Kedua, waktu penetapan upah minimum. Ida mengatakan PP No.36 Tahun 2021 mengatur penetapan upah minimum provinsi paling lambat 21 November dan kabupaten/kota 30 November. Permenaker No.18 Tahun 2022 memperpanjang batas penetapan upah minimum menjadi 28 November 2022 untuk tingkat provinsi dan 7 Desember 2022 bagi kabupaten/kota.

Dengan penyempurnaan formula penghitungan upah minimum, Ida berharap daya beli dan konsumsi masyarakat tetap terjaga. Sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Kebijakan ini menurutnya sebagai jalan tengah dari dinamika yang berkembang. Menciptakan hubungan industrial yang harmonis sangat penting untuk menghadapi tantangan ekonomi ke depan.

“Kepada kepala daerah kami mengimbau agar dilakukan penghitungan upah minimum tahun 2023 sesuai Permenaker No.18 Tahun 2022,” pintanya.

Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Apindo mengingatkan pemerintah untuk konsisten dalam melaksanakan berbagai ketentuan yang tercantum dalam PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Sebagaimana diketahui beleid itu merupakan turunan dari revisi UU No.13 Tahun 2003 melalui UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Ssebelumnya, Ketua Umum DPN Apindo, Hariyadi B Sukamdani, mengatakan bila pemerintah mengubah substansi PP No.36 Tahun 2021, hal itu menunjukan kegamangan dalam melakukan reformasi struktural perekonomian Indonesia secara mendasar. Penetapan formula baru dalam menghitung kenaikan upah minimum baik kabupaten/kota dan provinsi berarti pemerintah menganulir upaya bersama yang telah dilakukan melalui UU Cipta Kerja.

“Jika hal itu dilakukan (penetapan formula baru menghitung upah minimum, red) maka sektor padat karya, UMKM dan pencari kerja akan dirugikan,” kata Hariyadi dalam keterangannya, Rabu (16/11/2022) lalu.

Perubahan formula penghitungan upah minimum itu menurut Hariyadi menyebabkan industri padat karya, seperti tekstil, garmen, alas kaki dan lainnya kembali mengalami kesulitan untuk memenuhi ketentuan upah minimum karena tidak mampu untuk membayar. Begitu juga sektor UMKM yang memaksanya untuk menjalankan usaha secara informal, sehingga tidak mendapat dukungan program pemerintah dan akses pasar yang terbatas.

Pencari kerja juga akan terkena dampak antara lain semakin sulit mencari kerja dan waktu tunggu untuk mendapat pekerjaan semakin lama. Hal itu terjadi karena penciptaan lapangan kerja jumlahnya sedikit karena sistem pengupahan yang kurang kompetitif.

Guna mendorong Indonesia lebih kompetitif dalam menciptakan lapangan kerja, Hariyadi mengusulkan pemerintah untuk konsisten menggunakan PP No.36 Tahun 2021 dalam penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan upah minimum provinsi (UMP). “Yaitu dengan mengikuti formula, variabel, dan sumber data pemerintah,” usulnya.

Tags:

Berita Terkait