Menakar Efektivitas UU Cipta Kerja Terhadap Kemudahan Usaha
Utama

Menakar Efektivitas UU Cipta Kerja Terhadap Kemudahan Usaha

Kemudahan akses permodalan merupakan poin penting dalam memunculkan investasi baru dan pemerataan ekonomi.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Secara keseluruhan terhadap UU Cipta Kerja, Teddy menilai efektivitasnya terhadap kemudahan berusaha belum jelas. Dia mengatakan Indonesia sebetulnya sudah menjadi negara sasaran investasi luar negeri. Hanya saja, Teddy mengatakan kepercayaan investor asing seperti Jepang terhadap Indonesia mulai tergeser dengan negara lain di ASEAN seperti Vietnam.

Teddy menjelaskan salah satu penyebab sulitnya berinvestasi di Indonesia adalah korupsi dan birokrasi. Dia menjelaskan peringkat ICOR yang masih tinggi pada level 6,4 salah satunya menandakan dampak investasi terhadap perekonomian.

“Penyebab efesiensi investasi rendah karena korupsi, birokrasi jalan lambat karena bersih beda lambat karena korupsi,” jelasnya.

Sementara itu, Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengatakan UU Cipta Kerja hanya fokus terhadap ekonomi dan meminggirkan kepentingan lain seperti lingkungan dan sosial. Menurutnya, perubahan paradigma perizinan usaha menjadi berbasis risiko memiliki peluang kegagalan tinggi. Hal ini karena Indonesia belum siap dari sisi infrastruktur kelembagaan dan masih sering terjadi penyalahgunaan kewenangan.

Bagaimana risk base approach ini punya potensi kegagalan yang tinggi di Indonesia dari sisi infrastruktur dan penyalahgunaan wewenang,” jelas Bivitri.

Kemudian, dia mengatakan UU Cipta Kerja tidak memperbaiki inti permasalahan kemudahan berusaha. “Kritik saya paradigma law development ini akan meminggirkan root of the problem.  Analisis kebijakan zaman sekarang yang dicari root of the problem-nya bukan symptom-nya. Ternyata yang disasar UU Cipta Kerja ini baru gejalanya. Saya setuju semua seperti tumpang tindih regulasi dan pemberdayaan UMKM. Namun, akar permasalahan utama yaitu korupsi dan kapasitas kelembagaan, governance,” jelas Bivitri.

Deputi Bidang Kerjasama Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Riyatno mengatakan urgensi UU Cipta Kerja menaikkan kemudahan berusaha dari peringkat 73 pada 2020 menjadi ke posisi 40 pada 2025. Kemudian, UU Cipta Kerja juga mengatasi tumpang tindih kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait