Menakar Efektivitas Perpres Satu Data Mendukung Kebijakan Pemerintah
Berita

Menakar Efektivitas Perpres Satu Data Mendukung Kebijakan Pemerintah

Kesimpangsiuran data menyebabkan kebijakan yang diambil pemerintah tidak efektif. Ampuhkan perpres ini menjawab persoalan tersebut?

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Kesimpangsiuran data merupakan persoalan paling disoroti dalam setiap kebijakan yang diambil pemerintah. Mulai dari data lahan, produksi pertanian, ketenagakerjaan hingga jumlah penduduk miskin sering kali menjadi perdebatan bahkan di internal pemerintah atau antar kementerian dan lembaga. Tidak jelasnya data tersebut berdampak terhadap kurang efektifnya kebijakan.

 

Atas persoalan tersebut, Presiden Joko Widodo baru saja meneken Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. Perpres ini diharapkan dapat mengharmonisasi data-data yang diperoleh masing-masing kementerian dan lembaga. Pertimbangan penerbitan perpres tersebut bertujuan memperoleh data yang akurat, mutakhir, terpadu, dapat dipertanggungjawabkan, mudah diakses, dan dibagipakaikan, diperlukan perbaikan tata kelola data.

 

Pengamat ekonomi dan Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati menyambut baik penerbitan perpres tersebut. Menurutnya, sudah seharusnya pemerintah menyatukan data-data yang selama ini masih terjadi perbedaan dan tumpang tindih. Dia mencontohkan data lahan merupakan salah satu jenis data yang sering terjadi perbedaan.

 

Menurut Enny, dua kementerian tersebut masih sering terjadi perbedaan pendapat dalam menetapkan lahan produksi dan hutan lindung. “Yang paling kompleks dan krusial itu data lahan. Status lahan itu yang harus jelas dan clear ditetapkan setiap kementerian, data itu harus diklarifikasi betul. Bahkan, pemerintah maupun swasta saat mau buka perkebunan selalu tumpang tindih perizinannya,” jelas Enny saat dihubungi hukumonline, Kamis (27/6).

 

Selain itu, data produksi pertanian juga dianggap sering menjadi persoalan selama ini. Enny menambahkan tidak akuratnya data menyebabkan pemerintah sering salah dalam mengambil kebijakan. Contohnya, pemerintah sering terlambat dalam mengambil kebijakan impor produksi pertanian seperti bawang dan beras.

 

“Tidak jelasnya data itu buat pemerintah gamang apakah putuskan impor atau enggak sehingga bertele-tele. Jadi kalau ada kebijakan satu data diharapkan pengambilan keputusannya lebih sederhana,” tambah Enny.

 

Tidak akuratnya data produksi pertanian juga menjadi persoalan lain. Menurut Enny, masih ada data lahan yang menyatakan produksi pertanian pada komoditas berbeda dalam waktu bersamaan. Menurutnya hal tersebut tidak mungkin terjadi karena lahan hanya mampu produksi satu komoditas saja dalam waktu bersamaan.

 

“Beberapa waktu lalu ada data peningkatan komoditas di waktu bersamaan. Padahal data lahannya tetap. Sebab, senggak mungkin saat ditanami jagung lahan itu juga ditanami kedelai dalam waktu bersamaan,” jelasnya.

 

(Baca: Pemerintah Bakal Pangkas Pajak Besar-Besaran Demi Gairahkan Investasi)

 

Kemudian, konflik kepentingan masing-masing lembaga juga berisiko terjadi sehingga implementasi perpres ini tidak berjalan. Hal ini terjadi karena masing-masing lembaga menganggap data yang diperoleh paling benar. “Persoalannya akan ada conflict interest kementerian itu sendiri siapa yang berhak memutuskan jangan sampai saling klaim,” pungkas Enny.

 

Isi Perpres

Menurut Perpres ini, Satu Data Indonesia harus dilakukan berdasarkan prinsip sebagai berikut: a. Data yang dihasilkan oleh Produsen Data harus memenuhi Standar Data; b. Data yang dihasilkan oleh Produsen Data harus memiliki Metadata; c. Data yang dihasilkan oleh Produsen Data harus memenuhi kaidah Interoperabilitas Data; dan d. Data yang dihasilkan oleh Produsen Data harus  menggunakan Kode Referensi dan/atau Data Induk.

 

Standar data selain Data Statistik dan Data Geospasial , menurut Perpres ini, ditetapkan oleh Pembina Data lainnya tingkat pusat, yang  merupakan salah satu Instansi Pusat yang diberi kewenangan melakukan pembinaan terkait Data sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini, selain badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kegiatan statistik atau badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial.

 

“Standar Data yang berlaku lintas Instansi Pusat dan/atau Instansi Daerah ditetapkan oleh Pembina Data tingkat pusat,” bunyi Pasal 6 ayat (1) Perpres ini. Sementara Menteri atau kepala Instansi Pusat dapat menetapkan Standar Data untuk Data yang pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan instansi sesuai dengan tugas dan fungsinya, sepanjang ditetapkan berdasarkan Standar Data yang telah ditetapkan oleh Pembina Data tingkat pusat.

 

Data yang dihasilkan oleh Produsen Data harus dilengkapi dengan Metadata, yang informasinya  mengikuti struktur yang baku dan format yang baku merujuk pada bagian informasi tentang Data yang harus dicakup dalam Metadata, dan merujuk pada spesifikasi atau standar teknis dari Metadata.

 

Struktur yang baku dan format yang baku untuk Data yang berlaku lintas Instansi Pusat dan/atau Instansi Daerah, menurut Perpres ini, ditetapkan oleh Pembina Data tingkat pusat. Sementara Menteri atau kepala Instansi Pusat dapat menetapkan struktur yang baku dan format yang baku untuk Data yang pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan instansi sesuai dengan tugas dan fungsinya, sepanjang ditetapkan berdasarkan struktur yang baku dan format yang baku yang telah ditetapkan oleh Pembina Data tingkat pusat.

 

Data yang dihasilkan oleh Produsen Data harus memenuhi kaidah Interoperabilitas Data. Untuk itu, Data harus: a. konsisten dalam sintak/bentuk, struktur/skema/komposisi penyajian, dan semantik/ artikulasi keterbacaan; dan b. disimpan dalam format terbuka yang dapat dibaca sistem elektronik.

 

Adapun mengenai Kode Referensi dan/atau Data Induk, menurut Perpres ini, dibahas dalam Forum Satu Data Indonesia tingkat pusat. Forum Satu Data Indonesia ini akan menyepakati: a. Kode Referensi dan/atau Data Induk; dan b. Instansi Pusat yang unit kerjanya menjadi Walidata atas Kode Referensi dan/atau Data Induk tersebut.

 

Menurut Perpres ini, penyelenggara Satu Data Indonesia tingkat pusat dilaksanakan oleh: a. Dewan Pengarah; b. Pembina Data tingkat pusat; c. Walidata tingkat pusat; dan d. Produsen Data tingkat pusat.

 

Perpres ini juga menegaskan, dengan Peraturan Presiden ini, dibentuk Dewan Pengarah yang mempunyai tugas: a. mengoordinasikan dan menetapkan kebijakan terkait Satu Data Indonesia; b. mengoordinasikan pelaksanaan Satu Data Indonesia; c. melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Satu Data Indonesia; d. mengoordinasikan penyelesaian permasalahan dan hambatan pelaksanaan Satu Data Indonesia; dan e. menyampaikan laporan penyelenggaraan Satu Data Indonesia tingkat pusat dan tingkat daerah kepada Presiden.

 

Dewan Pengarah terdiri atas: a. Ketua merangkap anggota, yaitu menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional; b. Anggota, terdiri atas: 1. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara; 2. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika; 3. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri; 4. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan; 5. kepala badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kegiatan statistik; dan 6. kepala badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial.

 

“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Dewan Pengarah diatur dalam Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional selaku Ketua Dewan Pengarah,” bunyi Pasal 12 ayat (5) Perpres ini.

 

Sementara Pembina Data tingkat pusat mempunyai tugas: a. menetapkan Standar Data yang berlaku lintas Instansi Pusat dan/atau Instansi Daerah; b. menetapkan struktur yang baku dan format yang baku dari Metadata yang berlaku lintas Instansi Pusat dan/atau Instansi Daerah; c. memberikan rekomendasi dalam proses perencanaan pengumpulan Data; d. melakukan pemeriksaan ulang terhadap Data Prioritas; dan e. melakukan pembinaan penyelenggaraan Satu Data Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Ditegaskan dalam Perpres ini, untuk Data Statistik tingkat pusat, Pembina Data Statistik tingkat pusat yaitu badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kegiatan statistik. Untuk Data Geospasial tingkat pusat, Pembina Data Geospasial tingkat pusat yaitu badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial. Untuk Data Keuangan Negara Tingkat Pusat, Pembina Data Keuangan Negara Tingkat Pusat yaitu kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

 

Adapun Walidata tingkat pusat mempunyai tugas: a. mengumpulkan, memeriksa kesesuaian Data, dan mengelola Data yang disampaikan oleh Produsen Data sesuai dengan prinsip Satu Data Indonesia; b. menyebarluaskan Data, Metadata, Kode Referensi, dan Data Induk di Portal Satu Data Indonesia; dan c. membantu Pembina Data dalam membina Produsen Data.

 

“Setiap Instansi Pusat hanya memiliki 1 (satu) unit kerja yang melaksanakan tugas Walidata tingkat pusat di masing-masing Instansi Pusat,” bunyi Pasal 14 ayat (2) Perpres ini Ketentuan lebih lanjut mengenai Walidata tingkat pusat diatur dalam Peraturan Menteri, Peraturan Lembaga, atau Peraturan Badan.

 

Sementara Produsen Data tingkat pusat mempunyai tugas: a. memberikan masukan kepada Pembina Data dan Menteri atau kepala Instansi Pusat mengenai Standar Data, Metadata, dan Interoperabilitas Data; b. menghasilkan Data sesuai dengan prinsip Satu Data Indonesia; dan c. menyampaikan Data dan Metadata kepada Walidata.

 

Menurut Perpres ini, penyelenggara Satu Data Indonesia dilaksanakan oleh: a. Pembina Data tingkat daerah; b. Walidata tingkat daerah; c. Walidata pendukung; dan d. Produsen Data tingkat daerah.

 

Disebutkan dalam Perpres ini, Produsen Data melakukan pengumpulan Data sesuai dengan: a. Standar Data; b. daftar data yang telah ditentukan dalam Forum Satu Data Indonesia; dan c. jadwal pemutakhiran Data atau rilis Data, dan selanjutnya disampaikan kepada Walidata.

 

Sedangkan Data Prioritas yang dihasilkan oleh Produsen Data diperiksa kesesuaiannya dengan prinsip Satu Data Indonesia oleh Walidata.

 

Adapun Penyebarluasan Data yang merupakan kegiatan pemberian akses, pendistribusian, dan pertukaran Data, menurut Perpres ini, dilakukan oleh Walidata melalui Portal Satu Data Indonesia dan media lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

 

“Data yang disebarluaskan oleh Walidata tingkat pusat dan Walidata tingkat daerah harus dapat diakses melalui Portal Satu Data Indonesia,” tegas Pasal 38 Perpres ini.

 

Menurut Perpres Instansi Pusat dan Instansi Daerah mengakses Data di Portal Satu Data Indonesia tidak dipungut biaya, tidak memerlukan dokumen nota kesepahaman, perjanjian kerja sama, dan/atau dokumen surat pernyataan.

 

“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 44 Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 17 Juni 2019.

 

Tags:

Berita Terkait