Mempertanyakan Bukti Elektronik sebagai Alat Bukti dalam Kasus Pidana
Kolom

Mempertanyakan Bukti Elektronik sebagai Alat Bukti dalam Kasus Pidana

Bukti elektronik harus diterima sebagai alat bukti yang berlaku juga bagi tindak pidana lainnya, sepanjang tidak diatur secara khusus melalui undang-undang tertentu.

Bacaan 6 Menit
Jefferson Hakim (kiri) dan Nael Yehezkiel (kanan). Foto: Istimewa
Jefferson Hakim (kiri) dan Nael Yehezkiel (kanan). Foto: Istimewa

Sebelum berlakunya Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), para ahli hukum berbeda pandangan soal keberadaan dan kekuatan bukti elektronik (digital evidence): apakah dianggap sebagai alat bukti atau barang bukti? Esensinya, alat bukti adalah segala sesuatu yang digunakan dalam rangka pembuktian. Keberadaannya menimbulkan keyakinan hakim atas suatu tindak pidana yang dituduhkan terhadap terdakwa. Di sisi lain, barang bukti bertujuan untuk mendukung pembuktian dan menerangkan suatu kejadian sebagaimana pendapat Prof.Eddy O.S. Hiariej.

Baca juga:

Sejak UU ITE berlaku, informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau hasil cetaknya (bukti elektronik) dianggap sebagai perluasan dari alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) UU ITE. Alat bukti elektronik termasuk sebagai alat bukti selain yang diatur terbatas dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta undang-undang pidana khusus lainnya.

Meskipun telah diatur secara tegas sebagai perluasan alat bukti dalam hukum acara pidana, sebagian praktisi hukum berpandangan lain. Bukti elektronik dianggap alat bukti elektronik hanya dalam tindak pidana dalam UU ITE serta tindak pidana tertentu yang mengatur secara khusus tentang bukti elektronik sebagai alat bukti. Sebagai contoh, Pasal 26A Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang tentang Narkotika (UU Narkotika), Pasal 29 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO), dan undang-undang lainnya.

Pandangan tersebut memiliki konsekuensi hukum terkait dengan prinsip pembuktian yang diatur Pasal 183 KUHAP. Tertulis bahwa harus terpenuhi minimal dua alat bukti yang sah bagi hakim untuk menjatuhkan pidana bagi terdakwa atas tindak pidana yang didakwakan. Sebagai ilustrasi, suatu tindak pidana pencurian—atau tindak pidana umum lainnya—hanya disaksikan oleh satu orang tetapi ada rekaman Closed-Circuit Television (CCTV) yang menunjukkan perbuatan pelaku. Jika mengacu pandangan bahwa rekaman CCTV hanya memiliki kekuatan sebagai barang bukti, hakim tidak dapat menjatuhkan pidana berdasarkan satu keterangan saksi saja. Namun, rekaman CCTV yang dianggap sebagai alat bukti telah melengkapi persyaratan minimum pembuktian dalam Pasal 183 KUHAP. Artinya telah terpenuhi satu keterangan saksi dan satu alat bukti elektronik (vide Pasal 185 ayat (3) dan (6) KUHAP dan Pasal 5 ayat (1) dan (2) UU ITE).

Penulis merujuk pada dua putusan yang mengabaikan bukti elektronik sebagai alat bukti elektronik pada masa UU ITE sudah berlaku. Pertama adalah Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 777/Pid.B/2016/PN.JKT.PST. tanggal 27 Oktober 2016 (hlm. 312) atas nama terdakwa Jessica Kumala alias Jessica Kumala Wongso. Majelis Hakim perkara tersebut mengakui bahwa alat digital elektronik sering dipakai oleh hakim dalam mengungkap kebenaran dalam fakta persidangan dalam praktik peradilan. Namun, pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan ini berpendapat bahwa rekaman CCTV yang ada dijadikan perluasan Pasal 184 ayat (1) KUHAP sebagai barang bukti. Artinya, jika bersesuaian dengan fakta dan peristiwa pidana dapat dijadikan sebagai alat bukti petunjuk.

Selanjutnya, Putusan Pengadilan Negeri Sekayu Nomor 11/Pid.b/2015/PN. Sky tanggal 25 Februari 2015 atas nama terdakwa Romli Bin Nawawi (merujuk artikel berjudul “Keabsahan Alat Bukti Elektronik Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia” yang ditulis Brigjen TNI Agung Iswanto, S.H., M.H., hlm. 6). Alat bukti berupa Compact Disc (CD) berisi rekaman CCTV dalam perkara tersebut tidak dinyatakan sebagai alat bukti. Keberadaannya hanya sebagai barang bukti yang sah menurut hukum.

Tags:

Berita Terkait