Mempersoalkan Wewenang KY Mengusulkan Hakim Ad Hoc pada MA
Berita

Mempersoalkan Wewenang KY Mengusulkan Hakim Ad Hoc pada MA

Majelis Panel meminta pemohon menguraikan lebih jelas bagian legal standing dan hak konstitusional yang dirugikan.

Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian Pasal 13 huruf a UU No. 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (UU KY) pada Senin (9/11/2020) secara virtual. Permohonan ini terkait wewenang KY mengusulkan hakim ad hoc pada Mahkamah Agung (MA) ini diajukan oleh Burhanudin, seorang dosen yang pernah mengikuti seleksi hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) pada MA pada 2016.

Selengkapnya, Pasal 13 UU No. 18 Tahun 2011 tentang KY menyebutkan, Komisi Yudisial mempunyai wewenang: a. mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan.”

Dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan yang dipimpin Hakim Konstitusi Saldi Isra, kuasa pemohon Zainal Arifin Hoesein, mengatakan pemohon merasa hak dirugikan oleh ketentuan Pasal 13 huruf a UU KY, khususnya frasa “dan hakim ad hoc”. “Hak Konstitusional pemohon yang dijamin oleh UU telah dilanggar dengan berlakunya Pasal 13. Selain itu, pasal itu menyamakan hakim ad hocdengan hakim agung, merupakan pelanggaran konstitusional terhadap Pasal 24B ayat (1) UUD 1945,” kata Zainal Arifin Hoesein seperti dikutip laman MK.

Menurutnya, hakim ad hocpada MA tidak sama dengan hakim agung baik status, fungsi, dan kewenangan yang melekat pada jabatannya. Jabatan hakimad hoc pada MA tidak sama dan tidak bisa disamakan dengan jabatan hakim agung. Model seleksi hakim ad hoc, khususnya Hakim Ad Hoc Tipikor oleh MA yang diatur UU No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor - sebelum berlakunya ketentuan UU KY - lebih memberi jaminan kepastian hukum dan sesuai kompetensi seorang hakim ad hoc di bidang tertentu sebagaimana yang dibutuhkan oleh MA.

Lebih lanjut Zainal menjelaskan, Pengadilan Tipikior bernaung di MA sebagai pengadilan khusus di bawah lingkungan peradilan umum. Menurutnya, kebijakan negara menghadapi korupsi yang sudah menjadi kejahatan luar biasa adalah dengan membentuk lembaga negara independen yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ditetapkan dengan UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang diubah dengan UU No. 19 Tahun 2019.

“Guna mendukung kinerja KPK, dibentuk pengadilan khusus yang diletakkan pada MA di bawah lembaga peradilan umum. Ketentuan hakimad hoc merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kewenangan MA baik yang ditentukan dalam UUD Tahun 1945 atapun UU Kekuasaan Kehakiman.”

Dengan adanya Pasal 13 huruf a UU KY, kata dia, jelaslah Pembentuk Undang-Undang secara expressis verbis telah memperluas kewenangan KY yang semula hanya mengusulkan pengangkatan hakim agung, juga mengusulkan pengangkatan hakim ad hoc di MA. Dengan demikian, memperlakukan seleksi yang sama antara calon hakim MA dengan hakimad hoc yang memiliki perbedaan baik secara struktural, maupun status merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai keadilan.

Merujuk Pasal 24B ayat (1) UUD Tahun 1945, Putusan MK No. 005/PUU-IV/2006 tanggal 23 Agustus 2006, dan Putusan MK No. 43/PUUXIII/2015 tanggal 7 Oktober 2015, telah ternyata Pasal 13 huruf a UU No. 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial inkonstitusional. Pemohon meminta kepada MK untuk menyatakan Pasal 13 huruf a UU KY harus bertentangan secara konstitusional dengan Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Menanggapi permohonan, Anggota Majelis Panel, Hakim Konstitusi Suhartoyo meminta pemohon untuk mengkorelasikan penegasan legal standing dengan frasa hakim “ad hoc” yang ada pada Pasal 13 UU KY.   

Sementara Anggota Majelis Panel lain, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyarankan pemohon untuk menguraikan lebih jelas terkait kedudukan hukum (legal standing) dan kerugian konstitusional yang dialaminya.   

Hal yang sama dikatakan Ketua Majelis Panel Saldi Isra. Ia mengatakan pada bagian legal standing meminta pemohon menjelaskan kerugian hak konstitusional warga negara atau sekaligus jadi landasan pengujian konstitusionalitas Pasal 13 UU KY yang diuji.

Dapatkan artikel bernas yang disajikan secara mendalam dan komprehensif mengenai putusan pengadilan penting, problematika isu dan tren hukum ekslusif yang berdampak pada perkembangan hukum dan bisnis, tanpa gangguan iklan hanya di Premium Stories. Klik di sini.

Tags:

Berita Terkait