Mempersiapkan Notaris Masa Depan di Era Disrupsi Teknologi
Kolom

Mempersiapkan Notaris Masa Depan di Era Disrupsi Teknologi

Notaris yang memanfaatkan teknologi modern untuk menjaga eksistensi dan relevansi profesi notaris dalam menghadapi perubahan pesat dunia hukum digital.

Bacaan 6 Menit
Notaris Prita Miranti Suyudi. Foto: Istimewa
Notaris Prita Miranti Suyudi. Foto: Istimewa

Disrupsi teknologi di era digital yang terus berkembang telah mengubah lanskap industri di berbagai sektor, termasuk kenotariatan. Kemajuan teknologi seperti tanda tangan digital, e-notarization, dan blockchain diperkirakan berdampak besar dalam cara notaris bekerja dan memberikan layanan hukum. Adaptasi pada kurikulum magister kenotariatan menjadi kunci untuk menjaga relevansi profesi notaris di masa depan dalam menghadapi tantangan ini. 

Pelayanan daring dan penggunaan teknologi di Indonesia yang mempengaruhi sektor kenotariatan mulai terlihat dari UU tentang Perseroan Terbatas (UUPT) pada tahun 2007 yang memungkinkan rapat pemegang saham dengan konferensi video. Selanjutnya pelayanan Administrasi Hukum Umum (AHU) daring tersedia pada 2014. Hingga kini, telah ada inovasi lain seperti e-RUPS, pengakuan tanda tangan elektronik, dan pembebanan hak tanggungan serta sertifikat tanah elektronik dalam bidang pendaftaran tanah.

Baca juga:

Mengintip Prospek Profesi Notaris Saat Ini

Memperingati 116 Tahun Ikatan Notaris Indonesia

Melihat Peran Notaris dalam Proses Likuidasi Badan Hukum

Ketentuan UU tentang Jabatan Notaris (UUJN) memang masih mewajibkan pertemuan langsung dengan notaris dan penandatanganan akta secara fisik sebagai syarat sah pembuatan akta autentik. Namun, transformasi menuju kenotariatan digital di Indonesia terus berlanjut dengan memperhatikan aspek hukum dan keabsahan dokumen secara cermat. Negara-negara dengan sistem hukum civil law yang menjadi anggota International Union of Notaries (UINL) semakin terbuka terhadap adopsi teknologi dalam kerja notaris. Meskipun tahapannya masih beragam, beberapa negara telah mengambil langkah maju dalam menerapkan inovasi digital. Sebagai contoh, notariat Jerman telah memperkenalkan remote authentication dalam proses pembuatan akta badan hukum atau korporat.

Disrupsi teknologi di bidang kenotariatan diperkirakan dapat terjadi dalam beberapa rentang waktu. Pengenalan tanda tangan digital dan dokumen elektronik dalam rentang waktu 0—5 tahun akan menjadi langkah awal penting. Pada tahap ini, tanda tangan digital dan dokumen elektronik mulai diperkenalkan dan diadopsi oleh notaris untuk menggantikan tanda tangan fisik dan dokumen kertas tradisional. Tanda tangan digital memanfaatkan teknik kriptografi untuk menjamin bahwa dokumen tidak diubah. Teknologi ini menjaga keaslian dan integritas dokumen hukum. Layanan e-signature—seperti DocuSign, Adobe Sign, dan yang disediakan oleh Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) di Indonesia—mulai diintegrasikan dalam proses layanan administrasi hukum. Regulasi pun mulai menyesuaikan diri untuk mengakui dan menerima tanda tangan digital dalam konteks hukum.

Selanjutnya, implementasi e-notarization dalam 3—7 tahun akan memungkinkan notaris untuk menyaksikan dan menandatangani dokumen secara digital melalui video konferensi dan metode elektronik lainnya. Kemajuan teknologi ini membuka pintu bagi praktik kenotariatan daring yang lebih luas. Regulasi di berbagai negara telah diperbarui untuk mendukung e-notarization, membuatnya sah dan berfungsi penuh dalam lingkup hukum. Proses adaptasi ini diharapkan dapat meningkatkan adopsi e-notarization secara bertahap di kalangan notaris dan masyarakat luas, mempercepat proses, dan menambah efisiensi.

Memasuki periode 5—10 tahun, teknologi blockchain mulai diperkenalkan dan diimplementasikan untuk mencatat dan memverifikasi dokumen kenotariatan. Keuntungan blockchain—yang memungkinkan pencatatan yang terdistribusi, aman, transparan, dan tidak dapat diubah—menjadi fondasi untuk meningkatkan kepercayaan dan keamanan transaksi legal. Pada tahap ini proyek-proyek percontohan akan diluncurkan untuk menguji penggunaan blockchain dalam verifikasi dan penyimpanan dokumen legal.

Dalam 10—15 tahun, kepercayaan terhadap teknologi blockchain yang meningkat serta bukti konsep yang kuat akan memungkinkan adopsi teknologi ini secara luas oleh industri kenotariatan. Standar internasional dan regulasi yang lebih terperinci dikembangkan untuk memastikan bahwa penggunaan blockchain dalam kenotariatan diakui secara legal di berbagai yurisdiksi. Ini akan membuka jalan bagi penggunaan yang terintegrasi dan luas, serta meningkatkan efisiensi dan keamanan lebih jauh dalam proses transaksional.

Masa depan, dalam 15-20 tahun atau lebih, potensi penggunaan blockchain untuk transaksi mandiri peer-to-peer dapat menjadi kenyataan dengan pengembangan smart contracts. Smart contracts adalah program dalam blockchain yang secara otomatis mengeksekusi perjanjian berdasarkan kondisi yang telah ditentukan. Teknologi ini memungkinkan transaksi mandiri tanpa peran manusia dalam verifikasi dan penyimpanan. Teknologi ini dapat mengurangi atau bahkan menghapuskan peran tradisional notaris sebagai saksi dan verifikator. Fungsi tersebut diambil alih oleh sistem teknologi canggih yang menawarkan keamanan dan kepastian tingkat tinggi. Pada tahap ini, masyarakat dan bisnis mungkin akan terbiasa melakukan banyak transaksi langsung melalui platform blockchain dengan smart contracts menggunakan uang kripto. Semua tanpa memerlukan peran notaris secara tradisional. Tentu saja ini semua adalah perkiraan.

Terlepas dari keakuratannya, dapat dipastikan bahwa disrupsi teknologi ada dan akan berlanjut. Meski  potensi penggunaan blockchain dan smart contracts untuk transaksi mandiri peer-to-peer diperkirakan berkembang di masa depan, terdapat beberapa perhatian yang harus dipertimbangkan. Keamanan dan kepastian pelaksanaan kontrak tetap menjadi isu utama. Kerentanan terhadap celah keamanan dalam coding serta kompleksitas interpretasi hukum sangat mungkin timbul. Selain itu, peran tradisional notaris yang juga sebagai penjaga keberlangsungan interpretasi hukum dan penyelesaian sengketa harus dipertimbangkan. Penghapusan peran notaris juga dapat memunculkan pertanyaan terkait aksesibilitas layanan hukum dan keadilan sosial bagi masyarakat yang mungkin kesulitan menghadapi kompleksitas hukum tanpa bantuan notaris. Oleh karena itu, tetap perlu ada keseimbangan antara kemajuan teknologi dan kebutuhan akan perlindungan hukum yang komprehensif.

Kemajuan teknologi memberikan tantangan sekaligus peluang bagi bidang kenotariatan. Dalam menghadapi disrupsi teknologi, peran notaris tidak harus menghilang. Peran profesi ini bisa berubah dan beradaptasi sesuai dengan kebutuhan zaman. Salah satu perubahannya adalah peningkatan peran notaris sebagai pengawas dan verifikator digital. Meskipun teknologi seperti blockchain dapat memastikan keamanan data, peran manusia tetap diperlukan untuk mengawasi proses pengesahan dokumen dan validitas transaksi. Notaris dapat berfungsi sebagai pengawas yang memastikan bahwa protokol teknologi dipatuhi dan regulasi diterapkan dengan benar. Selain itu, notaris dapat mengambil peran penting dalam memastikan identitas pengguna yang menggunakan tanda tangan digital dan melakukan e-notarization adalah sah dan terpercaya. Notaris masih bisa berperan menghilangkan kemungkinan penipuan dan penyalahgunaan identitas.

Di sisi lain, peran tradisional notaris sebagai pihak terpercaya yang memberikan advis hukum tetap relevan di era digital. Sebagai penasihat hukum, notaris dapat memberikan saran terkait transaksi digital, teknologi blockchain, dan smart contracts. Mereka dapat memastikan bahwa klien memahami implikasi hukum dari penggunaan teknologi baru ini. Lebih jauh, notaris dapat memperluas layanan mereka dengan memberikan konsultasi tentang implementasi dan penggunaan teknologi baru dalam kenotariatan.  Termasuk pula bagaimana mengintegrasikan solusi digital yang aman dan efektif. Ini akan membantu klien memahami dan menerapkan teknologi dengan cara yang sesuai hukum dan regulasi yang berlaku.

Dengan meningkatnya penggunaan teknologi, konflik atau sengketa terkait transaksi digital juga mungkin meningkat. Dalam hal ini, notaris dapat berperan sebagai mediator yang menyelesaikan konflik secara adil dan efisien. Sebagai penyelesai sengketa, notaris dapat menjadi aktor kunci dalam menyelesaikan sengketa digital. Notaris bisa menggunakan kemampuan mereka dalam interpretasi kontrak dan pemahaman hukum untuk memberikan resolusi yang adil bagi semua pihak. Peran ini akan memastikan bahwa meski teknologi berkembang, mekanisme penyelesaian sengketa yang terpercaya dan adil tetap tersedia untuk semua pihak yang terlibat.

Peran lain yang bisa diambil oleh notaris adalah sebagai kurator transaksi dan data digital. Sebagai kurator transaksi, notaris memastikan bahwa semua transaksi digital dicatat dan diatur dengan benar dalam sistem blockchain atau sistem digital lain yang digunakan. Sebagai penjaga keamanan data, notaris dapat memastikan data yang disimpan dalam sistem digital aman dari manipulasi dan akses yang tidak sah. Mereka memastikan peraturan perlindungan data yang berlaku dipatuhi. Ini akan meningkatkan kepercayaan dan keamanan penggunaan teknologi digital dalam transaksi hukum.

Notaris juga dapat memainkan peran penting sebagai edukator dalam hukum digital dan teknologi. Dengan menjadi pelatih dan edukator, notaris dapat mengedukasi klien mereka dan publik tentang penggunaan aman dan sah teknologi baru dalam konteks hukum. Mereka bisa menyelenggarakan seminar, lokakarya, dan kursus tentang kenotariatan digital, keamanan data pribadi, privasi data, keamanan siber, dan regulasi teknologi.

Penyesuaian kurikulum magister kenotariatan menjadi langkah krusial dalam mempersiapkan notaris masa depan yang kompeten dan adaptif dalam penggunaan teknologi. Elemen-elemen teknologi perlu dimasukkan dalam kurikulum. Selain itu perlu membangun keterampilan teknis dan digital, mengedukasi mengenai hukum teknologi dan keamanan siber, serta bekerja sama dengan industri teknologi. Ini semua menjadi kunci dalam memperkuat basis pengetahuan dan keterampilan mahasiswa magister kenotariatan dalam menghadapi perubahan yang cepat di bidang hukum dan teknologi.

Kurikulum magister kenotariatan harus diperbarui untuk mencakup pengajaran teknologi digital yang relevan untuk mempersiapkan notaris masa depan,. Ini termasuk pemahaman teori dan aplikasi blockchain, keterampilan dalam pengembangan dan audit smart contracts, serta pengetahuan mendalam tentang hukum teknologi dan keamanan siber. Pelatihan praktis dalam laboratorium teknologi dan simulasi skenario e-notarization sangat penting untuk memberikan mahasiswa pengalaman langsung dengan alat-alat digital. Kolaborasi dengan industri teknologi juga diperlukan untuk memastikan bahwa pendidikan yang diberikan up-to-date dengan inovasi terbaru.

Dengan mengintegrasikan elemen-elemen ini ke dalam kurikulum, program magister kenotariatan akan mampu menghasilkan lulusan yang siap menghadapi disrupsi teknologi. Mereka akan menjadi notaris yang memanfaatkan teknologi modern untuk meningkatkan efisiensi, keamanan, dan aksesibilitas layanan hukum. Langkah ini akan membantu menjaga eksistensi dan relevansi profesi notaris dalam menghadapi perubahan pesat dalam dunia hukum digital. Tidak hanya teknologi terkini yang digunakan, tetapi juga prinsip-prinsip dasar profesi pun tetap dihormati dan diimplementasikan.

*)Prita Miranti Suyudi adalah Notaris di Jakarta

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait