Memperkuat Konsep Rehabilitasi Debitor Korporasi Insolven Kala Seluruh Utang Terlunasi
Kolom

Memperkuat Konsep Rehabilitasi Debitor Korporasi Insolven Kala Seluruh Utang Terlunasi

Apabila terbukti seluruh utang debitor PT telah terlunasi melalui proses pemberesan harta debitor insolvensi, dan debitor PT tersebut masih berkeinginan terus berbisnis, kurator dapat mengajukan permohonan rehabilitasi ke Pengadilan Niaga agar status pailitnya diangkat atau dicabut.

Bacaan 7 Menit

Contohnya: terdapat perusahaan-perusahaan tambang yang telah insolven - yang izinnya seharusnya sudah dicabut oleh Kementerian ESDM akibat telah bubar berdasarkan Pasal 142 (1) huruf (e) UU PT – masih terus melakukan aktivitas pertambangan. Demikian pula beberapa perusahaan perikanan yang telah insolven masih terus beraktivitas bisnis tanpa terlebih dahulu direhabilitasi. Bahkan di Medan, terdapat perusahaan yang secara hukum telah dinyatakan insolven, tetapi setelah melunasi utang kepada para kreditornya, kembali beraktivitas seakan-akan “tidak bubar”. Seharusnya, bila debitor PT tersebut masih ingin terus berbisnis setelah berakhirnya insolvensi, status pailit yang dijatuhkan pada debitor tersebut haruslah diangkat (dicabut) oleh Pengadilan Niaga melalui rehabilitasi berdasarkan Pasal 215 UU Kepailitan dan PKPU agar status bubarnya dapat dibatalkan.

Sebagai perbandingan, kewenangan menghidupkan kembali debitor korporasi yang telah dinyatakan bubar (wound up) akibat insolvensi berlaku di Australia berdasarkan Pasal 482 ayat (1) Corporation Act 2001 (Cth) (Act). Andrew R Keay dalam bukunya The Law of Company Liquidation (1999: hal. 675) berpendapat efek penghentian (termination) status bubar pengadilan, akan mengakibatkan debitor korporasi tersebut kembali hidup, sehingga kembali dapat berbisnis, seakan-akan tidak pernah bubar. Sama halnya, Hakim Inggris, Megarry J dalam perkara Re Calgary, menyatakan penghentian status bubar (termination of winding up status) debitor korporasi akibat insolvensi dapat dikabulkan pengadilan apabila terbukti utang debitor telah diselesaikan kepada seluruh kreditornya; seluruh honor kurator/likuidator; biaya kepailitan telah dilunasi; dan seluruh tagihan-tagihan lainnya yang berhubungan dengan kewajiban debitor juga telah dilunasi.

Walaupun awalnya Singapura tidak mengenal penghentian status bubar debitor korporasi, tetapi kemudian berdasarkan Pasal 186 (b) the Insolvency, restructuring and Dissolution Act 2018 (IRDA 2018) kewenangan untuk menghentikan status bubarnya perseroan akibat insolvensi telah secara tegas diperbolehkan. Reformasi hukum insolvensi Singapura tersebut memperkuat konsep rehabilitasi korporasi atau corporate rescue, yang menjadi bagian solusi perbaikan kesehatan berbisnis debitor melalui kepemilikan dan kesehatan permodalan yang baru.

Rehabilitasi akan membuka potensi penyelesaian utang yang lebih baik bagi para kreditor dan mendorong aktivitas berbisnis yang lebih sehat, daripada harus membiarkan perusahaan-perusahan insolven menjadi “zombie” dan tetap berbisnis, sehingga akan semakin menguatkan praktek-praktek berbisnis tidak sehat, termasuk tindakan yang berdasarkan hukum Inggris disebut dengan wrongful trading.

Penguatan Pasal 215 UU Kepailitan dan PKPU - melalui penegasan pemberian hak bagi debitor korporasi insolven memungkinkan direhabilitasi ketika terbukti telah menyelesaikan utangnya kepada seluruh kreditornya melalui proses pemberesan aset - tidak harus dilakukan melalui perubahan undang-undang. Akan tetapi, cukup didasarkan pada prinsip penemuan hukum (rechtsvinding) oleh hakim. Seperti perkembangan atau penajaman hukum yang dilakukan oleh Mahkamah Agung RI melalui hasil diskusi Kamar Perdata atau hasil Forum Group Discussion (FGD) para Hakim Niaga yang dilakukan selama ini.

Penguatan Pasal 215 UU Kepailitan dan PKPU itu seharusnya dapat segera diberlakukan agar setelah pengakhiran pemberesan berdasarkan Pasal 202 UU Kepailitan dan PKPU, kurator wajib menindaklanjuti pada likuidasi pembubaran berdasarkan Pasal 142 ayat (2) huruf (a) UU PT. Sebaliknya, apabila terbukti seluruh utang debitor telah terlunasi melalui proses pemberesan harta debitor insolvensi, dan debitor PT tersebut masih berkeinginan terus berbisnis, kurator dapat mengajukan permohonan rehabilitasi ke Pengadilan Niaga dimana debitor tersebut dinyatakan pailit berdasarkan Pasal 215 UU Kepailitan dan PKPU agar status pailitnya diangkat. Akibatnya, status bubar badan hukum debitor tersebut akibat insolvensi menjadi berhenti.

 

*) Dr. Ricardo Simanjuntak, S.H., LL.M., ANZIIF, MCIArb, Advokat Senior, pendiri Law Firm Ricardo Simanjuntak & Partners (RSP) Sekaligus Dosen Pascasarjana di FH Universitas Airlangga, Surabaya

Tags:

Berita Terkait