Memperkuat Konsep Rehabilitasi Debitor Korporasi Insolven Kala Seluruh Utang Terlunasi
Kolom

Memperkuat Konsep Rehabilitasi Debitor Korporasi Insolven Kala Seluruh Utang Terlunasi

Apabila terbukti seluruh utang debitor PT telah terlunasi melalui proses pemberesan harta debitor insolvensi, dan debitor PT tersebut masih berkeinginan terus berbisnis, kurator dapat mengajukan permohonan rehabilitasi ke Pengadilan Niaga agar status pailitnya diangkat atau dicabut.

Bacaan 7 Menit
Dr. Ricardo Simanjuntak. Foto: Istimewa
Dr. Ricardo Simanjuntak. Foto: Istimewa

Kepailitan adalah status sita umum (general attachment) terhadap seluruh harta debitor yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga untuk diurus dan dibereskan (dijual) oleh kurator. Hasil penjualannya akan digunakan untuk membayar utang-utang debitor pailit terhadap seluruh kreditornya (collective settlement of debts through insolvency) secara pro rata, kecuali terhadap kreditor yang memiliki hak mendahulu untuk dibayar (preferred creditor). Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU), pernyataan pailit diputus atas dasar persangkaan insolven (presumption of insolvency). Artinya, debitor yang dinyatakan pailit belum tentu telah insolven (keadaan tidak mampu membayar utang).  

Oleh karenanya, ketika secara finansial sebenarnya masih mampu, debitor yang telah dinyatakan pailit - berdasarkan Pasal 144 Kepailitan dan PKPU - berhak untuk mengajukan usulan penyelesaian utang secara damai (composition plan) terhadap seluruh kreditornya, baik melalui pelunasan (cash settlement) maupun melalui skema penundaan waktu membayar (debt rescheduling), ataupun skema debt restructuring. Akan tetapi, apabila tidak mengajukan usulan penyelesaian utang secara damai, atau usulan perdamaian yang diajukan ditolak mayoritas kreditornya, barulah debitor pailit dinyatakan insolven berdasarkan Pasal 178 UU Kepailitan dan PKPU.

Baca Juga:

Berdasarkan Pasal 289 UU Kepailitan dan PKPU, debitor juga akan dinyatakan insolven apabila proposal restrukturisasi utang yang diajukannya melalui permohonan PKPU ditolak mayoritas kreditor separatis dan kreditor konkuren. Status insolvensi juga terjadi akibat dibatalkannya perjanjian restrukturisasi utang yang telah dihomologasi oleh Pengadilan Niaga berdasarkan Pasal 170 dan Pasal 291 UU Kepailitah dan PKPU. Status insolvensi menjadi bukti bahwa debitor secara hukum tidak lagi memiliki kemampuan untuk membayar utang-utangnya, sehingga menjadi dasar bagi kurator mulai melakukan penjualan (forced sale), terhadap seluruh harta debitor insolven. Hasil penjualannya akan digunakan untuk membayar utang-utang debitor kepada seluruh kreditornya berdasarkan Pasal 1132 KUH.

Lebih jauh, ketika yang dinyatakan insolven adalah debitor perseroan terbatas (PT) akan mengakibatkan bubarnya badan hukum debitor tersebut berdasarkan Pasal 142 ayat (1) huruf (e) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang menyebutkan:

     “(1). Pembubaran perseroan terjadi:

(e). karena harta Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan    insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;”

Konsekuensi bubarnya badan hukum debitor PT yang telah insolven akan mewajibkan kurator, setelah berakhirnya kepailitan berdasarkan Pasal 202 UU Kepailitan dan PKPU menindaklanjuti pada proses likuidasi akibat bubarnya debitor PT insolven berdasarkan Pasal 142 ayat (2) huruf (a) UU PT, hingga pada hapusnya badan hukum debitor PT secara sempurna berdasarkan Pasal 152 ayat (8) UU PT. Konsekuensi bubarnya badan hukum debitor PT akibat insolvensi secara teori dapat dipahami. Sebab, pada umumnya hasil pemberesan harta debitor insolven tidak cukup untuk melunasi utang kepada seluruh kreditornya.

Tags:

Berita Terkait