Membangun Gerakan Masyarakat Sipil Kawal Reformasi Hukum dan Demokrasi
Utama

Membangun Gerakan Masyarakat Sipil Kawal Reformasi Hukum dan Demokrasi

Gerakan masyarakat sipil perlu membangun koalisi kepentingan yang sama dengan melibatkan banyak kampus.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

Namun, ada yang menarik dari wajah peradilan saat ini yakni dalam putusan kasus pemutusan internet di Papua, majelis hakim sudah mempertimbangkan putusannya dengan perspektif HAM. “Ini ada kemajuan besar dimana perspektif HAM dipakai sebagai pertimbangan hakim. Namun begitu, masih banyak yang harus dibenahi dan memang gerakan masyarakat sipil harus terus kerja bareng (koalisi, red) dan meningkatkan kapasitasnya untuk mengontrol cabang-cabang kekuasaan negara,” kata dia.

Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti menilai selama ini tidak ada perubahan signifikan terkait penuntasan kasus hukum pelanggaran HAM masa lalu. Padahal landasan hukumnya sudah ada yakni UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Bahkan, Indonesia telah meratifikasi beberapa konvensi internasional terkait HAM. “Tetapi, tidak ada keinginan negara untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu,” kata dia.

“Kasus pelanggaran HAM berjalan mundur, kasus-kasus ketika reformasi sudah ditinggalkan yang dominan politik di Indonesia. Kebanyakan anak muda sudah lupa dan lemah pengetahuannya, sehingga organisasi masyarakat sipil perlu mengingatkan kembali kasus pelanggaran HAM masa lalu.”

Dia juga menilai reformasi intitusi tidak ada perubahan sama sekali, posisi strategis di  pemerintahan masih ditempati orang yang terduga melanggar HAM di masa lalu. Kemudian polisi yang menempati jabatan sipil menjadi multifungsi polisi yang bertolak belakang dengan reformasi fungsi keamanan yang menyebabkan kultur kekerasan meningkat. Sebab, polisi masih peringkat satu yang menimbulkan kultur kekerasan.

Untuk itu, Fatia meminta organisasi masyarakat sipil harus terus memberi diskursus alternatif untuk anak muda dan masyarakat umum dalam kasus-kasus HAM dengan metode lain yang lebih dimengerti bahasanya oleh anak muda dan masyarakat umum. “Karena diskursus HAM semakin tenggelam dengan isu lain,” katanya.

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan dalam kontek demokrasi dan regulasi pemilu, perlu memiliki konektivitas gerakan. “Dengan banyak isu lainnya, kita bisa saling men-support dengan tantangan yang dihadapi melihat segala sesuatu secara holistik. Serta, perlu membangun aliansi dengan semua pihak,” ujarnya.

Direktur Eksekutif WALHI Nasional Nur Hidayati mengatakan membangun imajinasi gerakan bersama saat ini masih dibatasi sektor dan isu tertentu dari masing-masing organisasi masyarakat sipil. Untuk itu, sejenak harus melepaskan diri isu masing-masing organisasi dengan melihat isu yang lebih besar dan kemudian mengambil peran masing-masing.

Tags:

Berita Terkait