Membahas Rancangan PP Ketenagakerjaan, Buruh Tetap Menolak UU Cipta Kerja
Utama

Membahas Rancangan PP Ketenagakerjaan, Buruh Tetap Menolak UU Cipta Kerja

Meliputi RPP tentang Pengupahan; RPP TKA; RPP Penyelenggaraan Ketenagakerjaan; dan RPP JKP. Pengusaha meminta agar RPP tidak mereduksi substansi UU Cipta Kerja. Sedangkan, serikat buruh tetap menolak ikut membahas RPP Ketenagakerjaan.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Hariyadi menegaskan kalangan pengusaha mendukung UU Cipta Kerja. Dia berharap agar masyarakat punya pemahaman serupa terhadap kebijakan ini, khususnya di kalangan serikat buruh. Mengenai pembahasan RPP UU Cipta Kerja, Hariyadi meminta agar substansi yang diamanatkan UU Cipta Kerja tidak direduksi dalam RPP. RPP ini juga perlu menuntaskan ketentuan yang belum jelas dan dirasa masih menghambat dalam hal penciptaan lapangan kerja.

“Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan paling rendah 2,5 persen dan tertinggi 5,5 persen,” ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, mengatakan ke depan perlu dibangun laman resmi yang khusus untuk menampung semua masukan masyarakat terhadap RPP UU Cipta Kerja. Melalui laman ini dapat dilihat apa saja yang diusulkan sekaligus menjadi ruang koreksi. “Peraturan turunan UU Cipta Kerja ini bisa dibuat website di Kemenkeu dan Kemenko, sehingga bisa urun rembuk, sehingga tidak ada yang bilang kalau pendapatnya tidak didengar,” kata Luhut.

Terkait klaster ketenagakerjaan, Luhut menyebut pesangon tetap ada. Buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) mendapat kompensasi totalnya 25 kali upah per bulan. Ketentuan pesangon ini banyak dipersoalkan karena mengubah dari 32 menjadi 25 kali upah per bulan. Luhut menegaskan ketentuan ini diubah karena selama ini pengusaha yang mampu membayar pesangon sebanyak 32 kali upah sebulan jumlahnya sedikit, sekitar 8 persen.

“Sekarang kompensasinya menjadi 25 kali upah dengan rincian 19 kali upah ditambah 6 kali upah (melalui program JKP, red).”

Selain itu, Luhut menyebut UU Cipta Kerja menjamin pembayaran pesangon karena memuat ancaman pidana bagi pengusaha yang tidak membayar pesangon sesuai aturan. Luhut menegaskan berbagai ketentuan ketenagakerjaan yang diatur dalam UU Cipta Kerja tidak merugikan buruh.

Lebih memilih uji materi

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menegaskan pihaknya tidak akan terlibat dalam pembahasan RPP UU Cipta Kerja. Hal ini sejalan dengan komitmen buruh yang menolak UU Cipta Kerja. "Buruh menolak omnibus law UU Cipta Kerja. Dengan demikian, tidak mungkin buruh menerima peraturan turunannya. Apalagi terlibat membahasnya," tegasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait