Membaca Tiga Regulasi Pasca Pembubaran BP Migas
Fokus

Membaca Tiga Regulasi Pasca Pembubaran BP Migas

Pemerintah dengan cepat menerbitkan tiga regulasi teknis untuk menindaklanjuti pembubaran BP Migas. Jangan hanya sekadar ganti baju.

Mys/Rfq
Bacaan 2 Menit

Jika Perpres 95 belum menyebut lembaga, SK 3135 sudah menyebut kehadiran Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKSP). Tugas, fungsi, dan organisasi SKSP, sesuai SK 3135, sama dengan atau peralihan dari tugas, fungsi, dan organisasi BP Migas. Lebih ditegaskan lagi dalam poin ketiga SK ini bahwa kegiatan operasional BP Migas diterapkan pada SKSP. Kegiatan operasional itu meliputi personalia, pendanaan, dan aset. SKSP  berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri ESDM. Ini berarti pengelolaan KKS dikembalikan kepada pemerintah.

SK 3135 juga memberi angin segar bagi 1200-an karyawan BP Migas, 600-an diantaranya bukan karyawan tetap. Seluruh personalia BP Migas dialihkan ke SKSP. Namun SK ini tak menjelaskan sampai kapan SKSP mempertahankan dan menggunakan jasa karyawan kontrak. Sesuai dengan sifatnya, pengalihan personalia, pendanaan, dan aset adalah sementara, hingga ada regulasi pengganti UU No. 22 Tahun 2001.

SK 3136
Regulasi ketiga yang diterbitkan pemerintah adalah SK Menteri ESDM No. 3136 K/73/MEM/2012. SK 3136 ini juga diterbitkan pada 13 November 2012, hari ketika MK ‘membubarkan’ BP Migas. Pada salinan SK yang sempat dipublikasikan di situs Kementerian ESDM, bagian ‘tentang’ SK tak ada sama sekali. Ada lima poin yang diatur dalam SK 3136.

Poin pertama adalah pengalihan para wakil kepala dan seputi BP Migas ke SKSP dengan jabatan yang sama. Pejabat dan pekerja lain juga dialihkan dengan status yang sama. Bahkan gaji, tunjangan jabatan, dan fasilitas lain yang selama ini diterima di BP Migas tak dikurangi, alias ‘sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebelum pengalihan’. Namun, SK 3136 tak menjelaskan sama sekali posisi Kepala BP Migas R. Priyono. SKSP langsung dipimpin Menteri ESDM Jero Wacik.

Dari ketiga peraturan itu tampak jelas bahwa BP Migas hanya sekadar berganti baju. Nama lembaga berbeda, tetapi tugas, fungsi, organisasi, pendanaan, aset, dan personalia masih sama. Cuma, SKSP sepenuhnya berada di bawah pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM.

Anggota Komisi VII DPR Teuku Riefky Harsya memuji reaksi cepat pemerintah menerbitkan regulasi teknis guna menjawab kekhawatiran investor. “Kegiatan produksi migas nasional sudah dapat berjalan kembali saat Permen tersebut disahkan,” ujarnya melalui pesan singkat kepada wartawan, Rabu (21/11).

Politisi Partai Demokrat itu lebih jauh berpendapat semua pihak semestinya dapat memahami pentingnya menjaga stabilitas iklim investasi migas nasional. Pasalnya sejumlah negara produsen migas berlomba mengundang pelaku industri migas dengan memberikan kepastian hukum, kepastian investasi, dan insentif.

Lantaran sifatnya sementara, menjadi tugas Pemerintah dan DPR untuk segera merevisi UU No. 22 Tahun 2001. Pemerintah dan DPR perlu membaca lebih jeli pertimbangan-pertimbangan MK. Terutama agar tujuan kesejahteraan rakyat menjadi esensi dalam pembuatan kebijakan migas ke depan.

Jangan sampai – atas nama investasi-- kekayaan migas yang melimpah justru lebih banyak dinikmati negara asing daripada rakyat Indonesia. Di depan karyawan BP Migas pada 19 November lalu, Jero Wacik juga mengingatkan agar peralihan BP Migas ke SKSP bukan sekadar ganti baju. Sebuah harapan yang ditunggu banyak pihak.

Tags: