Membaca Pikiran Mardjono Reksodiputro, Sang Begawan Sistem Peradilan Pidana
Resensi

Membaca Pikiran Mardjono Reksodiputro, Sang Begawan Sistem Peradilan Pidana

Kompilasi pemikiran tentang Sistem Peradilan Pidana. Kajian pemikiran seorang pakar paripurna yang langka di Indonesia. Penting dibaca para peminat kajian hukum pidana, kriminologi, dan viktimologi.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 5 Menit
Buku Sistem Peradilan Pidana yang ditulis oleh Prof. Mardjono Reksodiputro. Foto: NEE
Buku Sistem Peradilan Pidana yang ditulis oleh Prof. Mardjono Reksodiputro. Foto: NEE

Indonesia kehilangan begawan hukum kenamaan pada Jumat 21 Mei lalu. Mardjono Reksodiputro yang akrab disapa Prof. Boy telah wafat di usia 84 tahun. Menelusuri namanya di internet akan menemukan sebutan beragam pakar yang saling bertaut dalam sistem peradilan pidana. Ia adalah Guru Besar Hukum Pidana dan mantan Dekan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, namun namanya justru diabadikan untuk nama sebuah gedung Departemen Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia di Salemba, Jakarta Pusat.

Ia memang ikut menggawangi lahirnya kajian kriminologi di Indonesia bermodal gelar Master of Arts dalam bidang ilmu Kriminologi dari University of Pennsylvania, Amerika Serikat. Mardjono pula yang ikut membidani program Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia pada tahun 1996 dan memimpinnya selama satu dekade hingga 2006. Tak heran dirinya disebut sebagai pakar hukum pidana, pakar kriminologi, dan lain waktu sebagai pakar ilmu kepolisian.

Sosok unik Mardjono tak berhenti di situ. Selain segudang kiprahnya sebagai ilmuwan, ia juga seorang praktisi profesional yang sukses. Namanya juga dikenal dalam merek firma hukum besar Indonesia Ali Budiardjo Nugroho Reksodiputro (ABNR). Firma hukum ini salah satu yang tertua dan sukses dalam industri jasa hukum bisnis Indonesia.

Tidak berlebihan rasanya untuk mengatakan bahwa buah pikir Mardjono sudah menjadi bagian penting dari kajian sistem peradilan pidana di Indonesia. Para pengkaji sistem peradilan pidana Indonesia tidak boleh melewatkan pandangan-pandangan Mardjono yang tersebar dalam berbagai buku karyanya. Kabar baiknya, sebuah buku kompilasi yang menghimpun lima jilid karya Mardjono telah diterbitkan. (Baca Juga: Jelajah Benua Sang Jaksa Mencari Legitimasi Pemidanaan Militer Indonesia)

“Atas prakarsa dan bantuan teman sejawat saya Prof.Dr.Topo Santoso, S.H., M.H., maka kelima jilid itu disatukan dalam penerbitan kali ini,” tulis almarhum Mardjono dalam kata pengantar buku berjudul Sistem Peradilan Pidana. Sikap rendah hati Mardjono terlihat dari caranya menyebut murid didikannya sebagai teman sejawat. Perlu diingat Topo Santoso saat ini adalah profesor hukum pidana yang juga pernah menjabat Dekan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Topo Santoso mengaku kepada hukumonline bahwa telah mengenal Mardjono sejak menjadi mahasiswanya di tahun 80-an, “Beliau humble, rendah hati, ilmunya sangat luas, mulai dari hukum pidana materil, pidana formil, kriminologi, sistem peradilan pidana, Hak Asasi Manusia”. Hingga jelang wafatnya, Mardjono tercatat masih berkeliling menjadi narasumber berbagai diskusi hukum secara daring di tengah kondisi pandemi covid-19. Usia senja tak menghalanginya terus melibatkan diri dalam wacana hukum Indonesia.

Hukumonline.com

Buku kompilasi ini adalah edisi baru dari lima edisi terpisah buku-buku Mardjono yang telah beredar sejak tahun 1994. Buku-buku ini memang bukan buku teks utuh karena isinya adalah antologi pemaparan Mardjono di berbagai forum ilmiah. Namun, tetap saja menjadi rujukan yang dipergunakan secara luas oleh kampus dan lembaga di Indonesia termasuk untuk bahan perkuliahan serta penulisan buku dan jurnal ilmiah. Apakah masih relevan dikaji?

“Tentu saja ada kemungkinan bahwa suatu karangan telah dikejar oleh informasi dan pengetahuan baru,” kata Mardjono mengakui karyanya telah cukup tua. (hal.v).Persetujuannya menerbitkan ulang dalam satu kompilasi semata-mata keyakinannya untuk belajar secara paripurna, “Kita dapat dan harus belajar dari sejarah, maka tulisan-tulisan permasalahan lalu diharapkan dapat menambah wawasan pembacanya” (hal.v)

Ada lima bagian topik dalam buku Sistem Peradilan Pidana. Bagian pertama berjudul Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan. Ada 12 judul tulisan dalam bagian ini yang menunjukkan pemikiran progresif seorang Prof.Boy. Misalnya ia sudah memaparkan cybercrime dengan istilah saat itu ‘kejahatan komputer’ pada tahun 1987 (hal.3).

Mardjono bahkan mengusulkan pengaturannya masuk dalam Rancangan KUHP agar terintegrasi alih-alih terpisah dalam undang-undang tersendiri. Perlu dicatat bagaimana sebagai pakar hukum yang cenderung berpikir penuh pembatasan justru Mardjono menjaga agar hukum tak sampai menghambat kemajuan peradaban. Usulnya untuk mengatur ‘kejahatan komputer’ meminta agar dirumuskan secara “hemat” dengan jangkauan terbatas saja.

“Hal ini adalah untuk mencegah akibat-akibat sampingan (dalam sistem hukum dan sistem sosial-ekonomi) yang tidak dimaksudkan dan dapat mengganggu perkembangan industri komputer dan perkembangan teknologi komputer di Indonesia,” katanya dalam kesimpulan (hal.20). Kejahatan di bidang ekonomi dan dilakukan oleh korporasi juga tak luput dari kajian kritisnya di bagian ini.

Bagian kedua berjudul Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana mengajak pembaca menyelami pemikiran pakar hukum yang berpikir interdisipliner. Prof. Boy sama sekali jauh dari kesan positivis ‘saklek’. Tak seperti kebanyakan pakar pidana yang ketat dalam pandangan legisme dan asas legalitas, pada 1971 ia sudah mengajak untuk melihat akar masalah kejahatan dari perspektif kriminologi (hal.119).

Alih-alih berdebat bagaimana menjerat pelaku kejahatan dengan norma hukum secara efektif, Prof. Boy mengajukan pertanyaan mengakar: apa yang menyebabkan orang melanggar norma? apa yang harus dilakukan untuk mencegah pelanggaran norma? (hal.125).

Ia juga mengenalkan perlunya perspektif viktimologi agar sistem peradilan pidana mengakomodasi kepentingan korban lebih seimbang. Penderitaan korban kerap terlupakan karena hukum pidana terlalu fokus menghukum pelaku kejahatan (hal.184). Sebanyak 14 judul tulisan tersaji pada bagian kedua ini.

Ulasan mengenai perspektif Hak Asasi Manusia hadir di bagian ketiga. Sebelas tulisan disajikan di bawah judul Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana.  Mardjono tampak menyoroti peran penting para penegak hukum dalam topik ini saat menagih partisipasi profesi hukum (hal.341-342). Lebih jauh lagi, ia mengingatkan agar media massa ikut menegakkan Hak Asasi Manusia dalam pemberitaan agar tidak terjadi trial by the press (hal.366-373).

Selanjutnya bagian keempat berjudul Pembaruan Hukum Pidana berisi 12 tulisan yang berisi berbagai usulannya untuk Rancangan KUHP. Pandangannya sebagai sarjana hukum yang berpikir sosiologis dan antropologis semakin jelas pada bagian ini. Mulai dari soal delik adat (hal.484) hingga delik santet (hal.495) tak luput dari ulasannya. Pembaca juga akan melihat keteladanannya sebagai pakar hukum pidana yang tidak berkacamata kuda.

Tulisannya tentang peran hukum dalam pengentasan warga miskin di daerah kumuh terlihat sangat socio-legal (hal.613).Biasanya pakar hukum pidana paling sulit berpikir dalam kerangka socio-legal karena tabiat dogma legisme dan legalitas yang mendarah daging. Rupanya 13 tulisan Mardjono di buku ini mematahkan mitos tersebut.

Pembaca tidak akan menyesal berselancar dalam pemikiran Prof. Boy yang tersaji dalam buku kompilasi ini. Panjang dari masing-masing tulisan yang ada tidak sama. Beberapa tulisan dipertahankan dalam naskah asli yang disajikan dengan bahasa Inggris. Namun, seluruh tulisannya diuraikan dengan mudah dan tidak berbelit-belit. Prof. Boy konsisten membantu penyimak paparannya dengan menyediakan bagian penutup atau kesimpulan serta saran. Mungkin sekali hal ini dipengaruhi keadaan bahwa tulisan-tulisannya berasal dari paparan di forum seminar ilmiah.

Mereka yang membaca tuntas buku ini akan menemukan ucapan Topo bukan kata-kata manis untuk memuji gurunya belaka. Buku Kompilasi ini sungguh menguraikan buah pikir Mardjono yang merentang luas ke setiap sudut dari sistem peradilan pidana beserta konteksnya. Mulai dari yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia, teori, konsep, asas, regulasi hukum pidana materiil serta formil hingga dinamikanya tersaji dengan bobot yang dalam namun tetap ringan.

Tags:

Berita Terkait