Membaca Dua Fase Pemikiran Mochtar
Resensi

Membaca Dua Fase Pemikiran Mochtar

Dua buku yang berisi pandangan orang lain terhadap sosok dan pemikiran Mochtar Kusuma Atmadja.

Mys
Bacaan 2 Menit

Buku kedua lahir sebagai bagian dari upaya Epistema Institute meluncurkan seri tokoh hukum Indonesia. Profil Mochtar adalah seri kedua, setelah seri pertama menampilkan Prof. Satjipto Rahardjo.

Meskipun memiliki latar belakang penulisan berbeda, kedua buku sama-sama ingin menggambarkan konsep hukum ala Mochtar, tokoh yang mempengaruhi pemikirannya, dan pergeseran pandangannya mengenai hukum.

Dalam pengantar, Prof. Soetandyo Wignjosoebroto mengatakan sebagai guru besar ilmu hukum, pemikiran Mochtar tidak mungkin dipisahkan dari perkenalannya dengan gagasan Roscoe Pound, mantan Dekan Harvard Law School.

Tulisan-tulisan Pound diyakini telah banyak mempengaruhi pemikiran Mochtar ketika menempuh pendidikan Universitas Yale, Amerika Serikat. Dengan demikian, pemikiran Mochtar berkaitan erat dengan aliran sociological jurisprudence. “Bila orang hendak memperbincangkan alam pikiran Mochtar yang berakar tunjang pada sociological jurisprudence, berikut paradigma fungsionalisme dan adagium law is tool of social engineering-nya, tak urung orang harus pulang balik ke gagasan-gagasan keilmuan Roscoe Pound,” tulis Prof. Soetandyo (Epistema, hal.xvii).

Namun Mochtar juga terpengaruh sarjana Amerika lain seperti FSC Northrop, Harold D Lasswell, dan MS McDougal (Epistema, hal.11). Pandangan Mochtar dengan para sarjana itu tak selamanya sama. Ia juga berbeda pandang soal fungsi hukum dengan Pound (Romli, hal. 68-69).

Menelusuri teori hukum pembangunan perlu membaca karya-karya Mochtar, terutama Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional; Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Hukum Nasional; dan Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum Nasional.

Kontribusi Mochtar dalam pendidikan tinggi hukum di Indonesia juga diakui sangat besar. Ia mengkritik sistem pendidikan hukum Belanda yang hanya mendidik orang menjadi tukang. Mahasiswa hukum perlu kemampuan analisis kasus, dan lulusannya memiliki keahlian yang ditopang etika dan tanggung jawab profesi. Mochtar menganjurkan agar sistem pendidikan hukum ditujukan untuk meningkatkan kemampuan menganalisis kasus sehingga lulusannya telah dipersiapkan sebagai ahli hukum yang juga mengenal ilmu-imu nonhukum. Dengan kemampuan ini, lulusan hukum diharapkan menjadi pelopor pembaharuan hukum dalam masyarakat (Romli, hal. 63-64).

Tags: