Disrupsi digital berkembang pesat merambah hampir seluruh aspek kehidupan, termasuk proses perkuliahan di perguruan tinggi. Di era milenial, dosen dan mahasiswa menjadi kolega dikarenakan perkembangan teknologi membuka akses terhadap informasi lebih luas dan cepat. Boleh jadi, mahasiswa lebih dulu mendapat informasi terbaru ketimbang dosen.
Hakim Konstitusi, Prof Guntur Hamzah mengatakan inovasi perkembangan teknologi terus bergerak cepat. Teranyar soal perkembangan kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI)yang mampu dirancang untuk menjawab pertanyaan secara cepat dan cukup akurat dengan mengolah data yang tersedia secara digital dan daring. Dengan teknologi informasi yang semakin canggih, setiap orang yang tidak membarui pengetahuan dan informasi akan ketinggalan.
“Bisa jadi kita ketinggalan kalau ilmu tidak di update,” ujarnya saat jadi pembicara kunci dalam Penataran Pengajar Hukum Tata Negera (HTN) sekaligus ulang tahun ke-44 Tahun Asosiasi Pengajar HTN dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) yang diselenggarakan secara luring dan daring di Universitas Jember, Sabtu (16/03/2024).
Buku hukum tata negara (HTN) karya APHTN-HAN yang bisa diakses gratis secara digital menurut Guntur dapat menjadi bahan yang diolah AI untuk menjawab pertanyaan pengguna atau publik secara umum. Mengingat teknologi AI saat ini hanya dapat mengolah data digital. Artikel dan karya tulis, termasuk jurnal penting berbentuk digital karena memberi kemudahan dalam mengakses.
Baca juga:
- Dosen HTN-HAN Diminta Kembangkan Sikap Kolegialitas dan Altruistik
- APHTN-HAN Gelar Penataran untuk Pengajar HTN se-Indonesia
Bahkan saat ini kalangan yang mengampu di bidang teknik menurut Guntur membahas soal konstitusionalisme. Sejatinya konstitusi tak hanya milik satu bidang ilmu saja, tapi semua bidang. Pendekatan digital konstitusionalisme memastikan nilai-nilai konstitusi tetap terpelihara dan terwujud, termasuk di era disrupsi. Pendekatan ini muncul karena ada kekhawatiran nilai-nilai konstitusi tergerus.
“Sama seperti dunia usaha yang tidak bisa dipertahankan (menghadapi era disrupsi,-red) kemudian hilang, tapi muncul bidang usaha baru berdasarkan kreativitas di bidang teknologi informasi,” urainya.