Memastikan Integritas Dokumen Sebagai Bukti dalam Persidangan Elektronik
Utama

Memastikan Integritas Dokumen Sebagai Bukti dalam Persidangan Elektronik

Masih perlu mencocokkan dokumen elektronik dengan dokumen fisik sebagai upaya menjaga keaslian dokumen sebagai alat bukti. Bila perlu melibatkan tenaga ahli teknologi informasi agar bisa meyakinkan hakim.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

“Tapi kita (di Indonesia, red) masih dalam transisi, dan kita masih perlu adanya pencocokan dokumen yang di-upload dengan dokumen yang diajukan secara fisik oleh pihak yang berperkara,” tegasnya.

Wakil Ketua Tim Pembaruan Peradilan Kelompok Kerja (Pokja) Kemudahan Berusaha dan Pokja Persaingan Usaha MA itu melanjutkan dalam tahap pemeriksaan saksi atau ahli dalam persidangan jarak jauh secara elektronik, sedapat mungkin dilakukan di gedung pengadilan setempat di bawah pengawasan hakim yang ditunjuk Ketua Pengadilan.

Sebelum disahkan, proses pembuatan norma aturan tersebut semula menuai perdebatan panjang. Langkah tersebut dilakukan agar saksi atau ahli dalam memberikan keterangan secara bebas dari intervensi pihak manapun. “Tanpa tekanan dari pihak manapun,” ujar mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) periode 2005-2006 itu.

Rektor Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Prof Asep Saifuddin mengatakan perkembangan teknologi berdampak dalam persidangan yang digelar secara daring/online. Seperti persidangan elektronik dalam tahap pemeriksaan dokumen. Dalam implementasinya, pemeriksaan dokumen elektronik perlu kehati-hatian dalam memastikan keoriginalan dokumen. “Mengerikan kalau tidak betul-betul digunakan dengan niat baik,” kata dia.

Komisioner KPPU, Dinnie Melanie menilai transparansi alat bukti menjadi amat penting bagi access to justice. Menurutnya, alat bukti berupa dokumen yang diperoleh KPPU tak hanya dari pelapor yang bersangkutan. Dia mengambil contoh dalam sebuah perkara kartel, terdapat perusahaan bersaing dengan perusahaan lain. Dalam praktiknya, dokumen elektronik yang didapat KPPU bakal dirahasiakan.

“Tentu KPPU sangat menghormati dan itu asas-asas hukum. Kita berusaha selama ini menyesuaikan dengan kondisi atau sifat persaingan usaha itu sendiri,” ujarnya.

Khusus dokumen yang diunggah ke cloud storage masih sebatas dapat diakses panitera dan majelis. Ke depan, kata Dinnie, harapannya dapat diakses pihak berperkara. Tapi, itupun dalam tahap pengaturannya pada revisi aturan yang ada agar memberikan akses bagi pihak terlapor. Dalam praktiknya, kata Dinnie, pemeriksaan alat bukti dan dokumen diberikan sebelum penyampaian kesimpulan

“Jadi semua dokumen yang diperoleh dan akan dibuka oleh majelis dan bisa diakses para pihak dan dicatat poin-poin pentingnya,” katanya.

Perempuan yang malang melintang sebagai panitera dan investigator selama 14 tahun di KPPU itu ingat betul lembaga tempatnya bernaung dahulu cenderung longgar soal akses informasi dokumen. Menurutnya, dokumen sebagai alat bukti dapat difoto, hingga di-scan. Tapi, ada pula dokumen “nakal”.

“Jadi ada proses fotocopy dokumen yang tidak dikembalikan semuanya ke panitera. Bahkan, ada dokumen yang ditambahkan dan disisipkan oleh oknum terlapor atau oknum kuasa hukum yang tidak bertanggung jawab, ini jadi temuan kita. Makanya ini menjadi konsen KPPU untuk menjaga dokumen semua pihak,” katanya.

Tags:

Berita Terkait