Tak sedikit putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berdampak terhadap penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu), khususnya pemilihan kepala daerah antara lain putusan MK No.60/PUU-XXII/2024. Akses calon kepala daerah pun terbuka lebar tak saja dari jalur mandiri, tapi juga jalur partai yang tidak memiliki kursi di parlemen.
Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini mengatakan putusan tersebut membuka akses pencalonan kepala daerah yang lebih inklusif. Berpotensi meminimalkan munculnya calon kepala daerah tunggal di suatu daerah. Boleh dibilang upaya mencegah kotak kosong melawan calon tunggal.
“Sudah mulai mengurangi calon tunggal meski belum optimal,” katanya dalam diskusi bertema Putusan MK (coba) Menghadang, Calon Tunggal Tetap Melenggang, Minggu (1/9/2024) kemarin.
Baca juga:
- Putusan MK Tentang Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah Masuk RUU Pilkada
- Memaknai 'Suara Sah' dalam Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024
- Abai Putusan MK Terkait Calon Kepala Daerah, Presiden-DPR Dinilai Pertontonkan Pembangkangan Konstitusi
Titi mencatat pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2017, 2018, dan 2020 diikuti 50 calon tunggal dari 545 daerah yang menyelenggarakan Pilkada. Kali ini dalam Pilkada serentak nasional 2024 ada 43 potensi calon tunggal dari 545 daerah.
Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 mengubah aturan main Pilkada, sebelumnya syarat pencalonan kepala daerah dari partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi Dewan perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pilkada.
Sekarang partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah minimal tertentu sesuai dengan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di daerah tersebut. Misalnya, kabupaten/kota dengan DPT lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 persen.