Memahami Konsep Pembuktian Sederhana dalam Sengketa Pailit/PKPU
Terbaru

Memahami Konsep Pembuktian Sederhana dalam Sengketa Pailit/PKPU

UU Kepailitan tidak mengatur lebih lanjut terkait dengan penerapan pembuktian sederhana. Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan secara umum menyatakan sederhana adalah terkait dengan jumlah minimum kreditor dan tentang utang yang telah jatuh waktu. Sejauh ini pembuktian sederhana hanya didasarkan pada pertimbangan hakim, sehingga dapat menciptakan inkonsistensi dalam putusan dengan permasalahan serupa.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Seminar hukum yang diselenggarakan Resha Agriansyah Learning Center bertajuk Kontroversi Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No 3 Tahun 2023, Jumat (8/3). Foto: HFW
Seminar hukum yang diselenggarakan Resha Agriansyah Learning Center bertajuk Kontroversi Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No 3 Tahun 2023, Jumat (8/3). Foto: HFW

UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mensyaratkan adanya utang yang dapat dibuktikan secara sederhana dalam permohonan perkara. Selain pembuktian sederhana, syarat permohonan pailit/PKPU adalah memiliki utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih serta terdapat dua kreditor atau lebih.

Syarat pembuktian sederhana ini diatur dalam Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan yang berbunyi: Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan telah dipenuhi.

Adapun pada penjelasan Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan dinyatakan yang dimaksud dengan “fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana” adalah adanya fakta dua atau lebih Kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan besarnya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak menghalangi dijatuhnya putusan pernyataan pailit.

Baca Juga:

Konsep pembuktian sederhana ini kemudian menjadi perhatian bagi profesi kurator dan pengurus setelah Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.3 Tahun 2023 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2023 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.

Dalam poin kamar perdata khusus, SEMA 3/2023 menyebut pengembang atau developer apartemen/rumah susun tak dapat dimohonkan pailit dan PKPU lantaran tak memenuhi syarat sebagai pembuktian sederhana.

Menurut kurator senior Jamaslin James Purba, yang dimaksud dengan pembuktian sederhana adalah pembuktian sederhana mengenai eksistensi dari minimum adanya satu utang debitor yang dimohonkan kepailitan yang telah jatuh tempo dan eksistensi dari dua atau lebih kreditor dari debitor yang dimohonkan pailit.

Salah satu pembuktian keberadaan utang yang bisa dilakukan kreditor adalah dengan cara membuktikan telah memberikan teguran kepada debitor untuk membayar kewajibannya, tetapi debitor tidak memenuhi kewajibannya. Atau kreditor membuktikan bahwa hingga lewat jangka waktu pembayaran kewajiban (utang) yang telah disepakati sebelumnya, debitor tidak juga membayar utangnya.

“Jika pembuktian keberadaan utang tersebut cukup rumit dan sulit atau masih menimbulkan

sengketa, maka tidak memenuhi syarat pembuktian yang sederhana,” kata James dalam seminar hukum yang diselenggarakan Resha Agriansyah Learning Center bertajuk “Kontroversi Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No 3 Tahun 2023”, Jumat (8/3).

Pembuktian sederhana ini, lanjut James, memiliki kaitan yang erat dengan eksistensi dua syarat permohonan pailit/PKPU yakni adanya dua kreditor dan adanya utang yang telah jatuh tempo. Pertama, ada dua atau lebih kreditor. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Kreditor di sini mencakup baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen.

Kedua, adanya utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih yang tidak dibayar lunas oleh debitor. Artinya adalah ada kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.

Dari penjelasan tersebut, James menilai bahwa pembuktian sederhana yang dimaksud harus jelas bahwa utang tersebut adalah utang yang tidak dapat dibantah lagi keberadaannya. Bahwa debitor sudah mendapatkan teguran dari kreditor untuk memenuhi kewajiban utangnya, namun debitor tidak memenuhi kewajibannya tersebut.

“Atau jika telah ditentukan secara pasti waktu pemenuhan kewajiban debitor, setelah lewatnya jangka waktu tersebut debitor tidak juga memenuhi kewajibannya. Sehingga dapat diajukan permohonan pernyataan Pailit atau PKPU di Pengadilan Niaga,” tuturnya.

James juga menegaskan bahwa tidak perlu ada penafsiran lain dari pembuktian secara sederhana ini. Karena UU Kepailitan Pasal 8 ayat 4 sudah menyatakan dengan jelas bahwa pembuktian secara sederhana lahir dari bukti yang kuat.  Pembuktian sederhana yang dimaksud haruslah jelas bahwa utang tersebut adalah utang yang tidak dapat dibantah lagi keberadaannya.

Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Imran Nating menyebut UU Kepailitan tidak mengatur lebih lanjut terkait dengan penerapan pembuktian sederhana. Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan secara umum menyatakan sederhana adalah terkait dengan jumlah minimum kreditor dan tentang utang yang telah jatuh waktu.

Sejauh ini, lanjut Imran, pembuktian sederhana hanya didasarkan pada pertimbangan hakim saja, sehingga dapat menciptakan inkonsistensi dalam putusan dengan permasalahan serupa. Dia menilai perlu adanya aspek pertimbangan kesehatan keuangan Debitor.

“Seperti Debitor yang dapat membuktikan berada dalam keuangan yang sehat dan memiliki aset yang jauh lebih besar dari utangnya tidak dapat dinyatakan PKPU/Pailit. Penyelesaian utangnya dengan pemohon dapat melalui gugatan perdata biasa,” jelasnya pada acara yang sama.

Namun dalam praktik, kata Imran, beberapa permohonan pailit/PKPU ditolak oleh majelis hakim dengan pertimbangan perkara tidak sederhana. Dalam kasus semacam ini biasanya masih terdapat perselisihan atas utang yang tengah diperiksa oleh wilayah pengadilan lainnya, bukti terkait dengan utang tidak menyakinkan hakim (adminstatif invoice, jatuh waktu pembayaran, dsb), terkait dengan pemecahan tagihan, untuk memenuhi syarat minimal dua kreditor, dan pemohon atau Kreditor lain yang langsung dilunasi oleh Debitor dalam rentang pemeriksaan permohonan PKPU/Pailit, sehingga menggugurkan kedudukannya sebagai kreditor.

Tags:

Berita Terkait