Memahami Hak, Regulasi dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Jepang
Terbaru

Memahami Hak, Regulasi dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Jepang

Jepang merupakan salah satu negara yang telah lama merekrut pekerja migran dari Indonesia.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Para calon PMI ke Jepang sedang mengikuti kegiatan
Para calon PMI ke Jepang sedang mengikuti kegiatan "Sosialisasi Sadar Hak serta Regulasi Bagi Calon PMI dari Potensi Pelanggaran Aturan Kerja" pada Kamis-Jumat (28-29/Juli/2022).

Persoalan pekerja migran Indonesia (PMI) terus jadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia. Permasalahan PMI terjadi karena berbagai faktor mulai dari kesiapan para pekerja, regulasi hingga perlindungan hukum pekerja. Terdapat berbagai risiko pelanggaran PMI mulai dari perizinan, pembayaran upah tidak sesuai perjanjian hingga kekerasan di tempat kerja. Melihat kondisi tersebut, penting bagi PMI untuk memahami hak, kewajiban serta regulasi yang berlaku sesuai negara penempatan. 

Penempatan PMI berada pada berbagai sektor bisnis seperti manufaktur, pertanian, peternakan, perikanan, perawat serta makanan dan minuman. Dapat dikatakan, Jepang menjadi salah satu negara tujuan yang populer bagi para PMI dan tenaga magang Indonesia yang ingin mencari tempat bekerja dan pengalaman sesuai dengan keahlian. Bahkan selama pandemi COVID-19, minat Indonesia untuk mengirimkan tenaga kerja dan magang ke Jepang tidak meredup.

Namun, pengiriman PMI ke Jepang bukan tanpa masalah. Tim Kajian Wilayah Jepang Sekolah Kajian Stratejik dan Globalisasi Universitas Indonesia (KWJ SKSG UI) mengidentifikasi berbagai persoalan PMI di Jepang. Beberapa bentuk pelanggaran umum yang dialami PMI antara lain tidak dibayarnya gaji walaupun sudah jatuh tempo; sebagian gaji pemagang dipaksa untuk ditabung oleh perusahan tempat kerjanya; upah yang hanya dibayar 350 yen per jam setelah bekerja lebih dari 8 jam sehari; tidak pernah didaftarkan perusahaan untuk tes kesehatan walau sudah lama bekerja untuk perusahaan tersebut; tidak mendapat kompensasi akibat kecelakaan saat bekerja.

Baca Juga:

Selain itu, terdapat kasus PMI hanya dibayar 600 Yen per jam padahal upah minimum yang disepakati mencapai 1.000 Yen per jam.  PMI juga tidak bisa leluasa keluar asrama dan terdapat risiko tuntutan denda 50.000 Yen jika merusak barang milik perusahaan.

Permasalahan tersebut dipaparkan dalam kegiatan Pengabdian Masyarakat Program Studi Kajian Wilayah Jepang Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia (KWJ SKSG UI) dengan topik "Sosialisasi Sadar Hak serta Regulasi Bagi Calon PMI dari Potensi Pelanggaran Aturan Kerja" pada Kamis-Jumat (28-29/Juli/2022) di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Nusantara Gakkou, Banyuwangi Jawa Timur yang dihadiri sebanyak 45 calon PMI.

Dalam kegiatan tersebut, para calon PMI mendapatkan materi mengenai berbagai regulasi yang mengikat seperti Undang Undang 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan UU Pelatihan Teknis Bagi Pemagang (Technical Intern Training) dan Perlindungan bagi Pemagang (Act on Proper Technical Intern Training and Protection of Technical Intern Trainees). Selain itu, para calon PMI juga mendapatkan materi mengenai kewajiban saat penempatan seperti berusaha untuk memperoleh dan menguasai ketrampilan dan mentransferkan ketrampilan tersebut ke negara asal dengan berkonsentrasi pada pelatihan teknis yang diikuti. Tidak kalah penting, para calon pekerja juga mendapatkan materi prosedur permohonan visa Jepang bagi calon pekerja magang (Technical Intern Training Program) serta proses pengaduan jika mendapatkan pelanggaran dari pemberi kerja.

Kegiatan Pengmas Program Studi Kajian Wilayah Jepang (PS KWJ) SKSG UI diinisiatif oleh Dr. Kurniawaty Iskandar, MA, selaku dosen tetap UI dengan mengangkat tema "Sosialisasi Sadar Hak serta Regulasi Bagi Calon PMI dari Potensi Pelanggaran Aturan Kerja" pada hari Jumat (29 Juli/2022) di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Nusantara Gakkou, Banyuwangi Jawa Timur yang dihadiri sebanyak 45 calon PMI. Adapun Tim Pengmas KWJ UI beranggotakan mahasiswa program Magister dan Doktor semester 1 sampai 4 di PS KWJ UI.

Kurniawaty mengungkapkan kegiatan sosialisasi ini bertujuan untuk memberi edukasi kepada calon PMI untuk memahami regulasi serta berbagai persoalan yang dialami saat bekerja di luar negeri. Sebab, Jepang merupakan salah satu negara penerima PMI tertinggi. Diharapkan melalui kegiatan sosialisasi ini calon PMI dapat mengetahui hak serta kewajibannya saat bekerja di negara lain.

Pengabdian masyarakat merupakan kegiatan rutin tahunan program pasca-sarjana S2 dan S3 Kajian Wilayah Jepang SKSG UI. Sebelumnya, KWJ UI juga telah menyelenggarakan pengabdian masyarakat di Depok, Jawa Barat pada 2019-2020, Indramayu, Jawa Barat pada 2021 dan tahun ini dilaksanakan di Banyuwangi.

“Kegiatan pengmas (Pengabdian Masyarakat) ‘Sosialisasi Sadar Hak serta Regulasi Bagi Calon PMI dari Potensi Pelanggaran Aturan Kerja’ ke Banyuwangi ini merupakan yang kedua setelah sebelumnya ke Indramayu. Tujuan utama kegiatan sosialisasi ini adalah agar anak-anak PMI kita punya pengetahuan yangg memadai tentang bagaimana medan yang akan dihadapi dan juga sadar hak mereka sebagai pekerja agar menjadi lebih tangguh dan tidak berpotensi menjadi pekerja ilegal. Ini sejalan dengan terus meningkatnya jumlah PMI yang dikirim ke Jepang baik melalui IM japan, program IJEPA, dan juga Tokutei Ginou,” ungkap Kurniawaty.

Menanggapi permasalahan PMI ini, Sekretaris Desa Pesanggaran, Banyuwangi, Marsudi menyambut positif kegiatan sosialisasi tersebut. Dia mengungkapkan persoalan PMI merupakan salah satu permasalahan yang menjadi perhatian khusus pemerintah daerah. Sebab, dikhawatirkan terdapat permasalahan sosial lanjutan dari tingginya PMI tersebut.

Di sisi lain, Marsudi mengungkapkan pemerintah setempat telah berupaya membentuk lembaga pemberdayaan khusus para mantan PMI agar tidak kembali bekerja di luar negeri. Selain itu, dia mengharapkan agar para mantan PMI tersebut juga berkontribusi meningkatkan perekonomian daerah pasca-bekerja di luar negeri dengan cara memberi pelatihan keterampilan kerja.

“Desa Pesanggaran ini sudah membentuk lembaga yang bertujuan memberdayakan mantan-mantan PMI di desa Pesanggaran agar tidak kembali lagi ke negara tujuan. Alasan lain, dari PMI ini diharapkan mampu memberdayakan masyarakat lain yang telah diberi fasilitas untuk pelatihan-pelatihan di masyarakat,” ungkap Marsudi dalam kegiatan tersebut.

Sementara itu, pendiri Lembaga Pelatihan Kerja (LPK), Nusantara Gakkou, Abdul Aziz mendukung kegiatan sosialisasi ini karena memberi pemahaman kepada para calon PMI sebelum bekerja di luar negeri. Dia menyampaikan terdapat perbedaan signifikan antara Indonesia dengan Jepang dalam budaya kerja. Sehingga, edukasi mengenai hak dan kewajiban PMI sangat penting dipersiapkan sebelum keberangkatan ke luar negeri.

“Ini program pertama bagi kami. Ini merupakan bentuk sosialisasi tentang pemahaman tanggung jawab serta hak-hak yang ada di Jepang. Sosialisasi ini membantu para calon PMI mengenai persiapan sebelum berangkan ke Jepang,” ungkap Aziz.   

Tags:

Berita Terkait